SOCIAL MEDIA

search

Thursday, July 18, 2013

Donate Your Trash Here!

Seperti apa sih gambaran permasalahan sampah di Jakarta? Karena saya sudah cukup lama tidak berkunjung ke Jakarta, saya menggunakan cara googling menggunakan kata kunci “Sampah Jakarta 2013” untuk mengetahui gambaran permasalahan ini. Dan berikut adalah beberapa hasil pencarian saya melalui Google pada 28 Juni 2013:

Print Screen Hasil Pencarian Melalui Google
Kata Kunci: “Sampah Jakarta 2013”
Tanggal: 28 Juni 2013

Sumber: Artikel “Sampah Jakarta yang Tidak Pernah Habis”
Publikasi: DetikNews1
Sumber: Artikel “Jokowi Cek Gunung Sampah di Kali Bakti
Publikasi:Kompas.com2
Sumber: Artikel “Sampah di Jakarta Membuat Celaka Ibu Kota”
Publikasi: Surya Images3
Gambaran di atas cukup memperlihatkan parahnya permasalahan sampah di Jakarta. Dan tentu kita tidak perlu mempertanyakan kembali urgensi penyelesaian permasalahan “padang, bukit atau sungai sampah” di atas; siapa sih yang mau tinggal ditempat seperti itu? Karena selain menyebabkan berbagai penyakit seperti diare, infeksi saluran pernapasan atas, gatal-gatal dan leptospirosis4, sampah juga membawa dampak psikologis. Tinggal di lingkungan dengan pemandangan penuh sampah, dengan segala polusi yang ditimbulkannya; tentu menimbulkan ketegangan (stress)tersendiri bukan? Bayangkan jika anak-anak harus tumbuh disana, maka akan timbul dampak jangka panjang mengingat masa kanak-kanak adalah masa pembentukan kepribadian seorang individu5. Bayangkan anak-anak ini tumbuh menjadi pribadi yang tidak peduli dengan lingkungan dan mengajarkan nilai-nilai serupa pada anak-anaknya, permasalahan sampah itu akansemakin berkembang luas. Bukan tidak mungkin sampai pada tingkatan ekstrim yang digambarkan dalam Film Wall-E6; dimana bumi tertutup dengan sampah dan manusia harus mengungsi ke luar angkasa.


“Membuang Sampah Pada Tempatnya”
Tindakan dasar yang harus kita lakukan
Untuk memerangi permasalahan sampah
Gambar diambil dari: ttp://www.teachforindonesia.org/


Perhatian Pemerintah mengenai permasalahan sampah tercermin dalam Undang-Undang No.18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah No.81 tahun 2012, yang mengamanatkan perubahan paradigma pengelolaan sampah dari “Kumpul – Angkut – Buang” menjadi “Reduce, Reuse dan Recycle (3R)”9. Untuk mendukung program ini, pertama perlu dilakukan evaluasi terhadap konten dan pelaksanaan sarana-prasarana pengelolaan sampah yang ada saat ini; seperti Manajemen Sampah (Waste Management) yang digunakan serta kebijakan dan produk hukum sebagai sistem reward dan punishment bagi masyarakat seperti undang-undang, Peraturan Daerah (Perda) Pengelolaan Sampah8 dan penghargaan Piala Adipura10.

Selanjutnya, yang tidak kalah penting kita harus memperhatikan kesiapan masyarakat untuk mendukung program tersebut, dalam hal ini “kesadaran” memegang peran penting. Pendidikan moral untuk anak-anak merupakan keharusan, karena di masa itulah kesempatan terbesar kita untuk menanamkan berbagai nilai kebaikan, termasuk kepedulian terhadap lingkungan. Beberapa cara yang dapat kita tempuh untuk mensiasati hal ini adalah dengan memberikan edukasi pada orang-tua maupun memasukkan pendidikan moral dalam kurikulumnya. Di Negara Jepang, kita tahu bahwa pendidikan moral merupakan fokus utama dari pendidikan dasar, baik melalui kurikulum maupun rutinitas dan interaksi sehari-hari11. Selain melalui orang-tua dan pendidikan formal di lingkungan sekolah, kita juga dapat mengadakan berbagai program dengan tujuan melakukan internalisasi nilai kepedulian lingkungan; misalnya dengan mengadakan kunjungan ke tempat pengelolaan sampah, nonton bareng film berbau lingkungan (misalnya Wall-E), Recycling Camp dan sebagainya.


Sosialisasi akan pentingnya pendidikan moral sejak dini
Tempelkan di ruang tunggu dokter kandungan, RS, dsb.

Lalu bagaimana dengan masyarakat dewasa? Tentu mereka pun harus kita dorong untuk mendukung program 3R, hanya saja dengan treatment yang berbeda. Reward dan punishment merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dewasa. Caranya adalah melalui kebijakan resmi yang disebutkan di atas atau melalui Program Bank Sampah. Program Bank Sampah merupakan suatu ide yang briliant; karena menjadi solusi permasalahan kurangnya kesadaran masyarakat akan pengelolaan sampah, jujur saja tentu banyak di antara kita yang merasa malas untuk melakukan pemilahan sampah atau bahkan sekedar membuang sampah pada tempatnya. Melalui Program Bank Sampah, masyarakat akan diajarkan bahwa sampah memiliki nilai ekonomis, sehingga mereka tergerak untuk mulai mengelola sampah dengan baik.

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup pada bulan Mei 20129; terdapat 886 buah Bank Sampah yang berjalan dengan 84.623 nasabah, 2.001.788 kg sampah perbulan yang dikelola dan menghasilkan uang sebesar Rp. 3.182.281.000/bulan. Statistik tersebut meningkat dari data Februari 2012, dimana hanya terdapat 471 Bank Sampah dengan 47.125 nasabah, 755.600 kg sampah perbulan yang dikelola dan menghasilkan uang Rp. 1.648.320.000. Berdasarkan data tersebut, berarti hanya dalam waktu kurang lebih tiga bulan, terjadi peningkatan 100% jumlah Bank Sampah yang beroperasi. Hal ini tentu sangat positif, selanjutnya kita perlu bekerja lebih keras untuk merangsang pertumbuhan Bank Sampah lebih banyak dan lebih cepat lagi. Langkah pertama adalah dengan memberikan sosialisasi kepada masyarakat luas mengenai sistem Bank Sampah dengan cara mudah diterima, dapat berupa booklet, buku, film, poster dan sebagainya. Pemerintah Kota, juga bisa mensosialisasikan hal ini secara top down ke perangkat-perangkat di bawahnya dan alangkah baiknya bila disertai suatu target untuk membangun Bank Sampah pada lokasi-lokasi tertentu. Untuk itu, sebelumnya Pemerintah Kota perlu melakukan survey untuk mendata, lokasi-lokasi mana yang strategis untuk didirikan Bank Sampah (misalnya dari segi jenis pemukiman dan data volume sampah setiap bulan).

Bank Sampah tentu akan lebih menarik bagi masyarakat menengah ke bawah yang biasanya tinggal di perkampungan. Sedangkan untuk masyarakat menengah ke atas yang tinggal di komplek perumahan relatif mewah, tentu nilai ekonomi sampah tidak cukup menarik perhatian mereka. Untuk masyarakat menengah ke atas yang tinggal di perumahan elit, kita bisa menerapkan program yang saya sebut “Donate Your Trash”. Sama dengan Bank Sampah, Donate Your Trash mendukung program 3R dengan mendorong masyarakat untuk melakukan pemilahan sampah. Perbedaan keduanya terletak pada sumber motivasinya; jika pada Bank Sampah berupa uang, maka pada Program Donate Your Trash adalah harga diri, kepercayaan diri, penghargaan dari lingkungan maupun moralitas. Hal ini merujuk pada Teori Maslow12 mengenai Hirarki Kebutuhan yang menjadi motivasi perilaku individu; (dari paling dasar ke yang paling tinggi) kebutuhan fisiologis, keamanan, cinta dan memiliki, harga diri dan aktualisasi diri.

Secara konkret, hal ini dapat dilakukan dengan menempatkan tempat sampah dengan beberapa label serta tentunya slogan “Donate Your Trash” di area-area dimaksud; misalnya perumahan elit, pusat perbelanjaan, bandara dan sekolah. Sampah minimal dilabeli dalam empat kategori; yaitu plastik, kertas, logam, organik dan mixed.

Contoh Label yg Ditempelkan di Tempat Sampah
"Donate Your Trash"
Supaya hasilnya terlihat nyata, program ini perlu direncanakan dan dilaksanakan secara profesional; dana hasil pengumpulan sampah program ini harus dikelola dengan baik. Dokumentasikan dengan baik; melalui website, media massa dan sebagainya, sehingga masyarakat luas merasakan makna dari sampah yang mereka donasikan bagi masyarakat yang membutuhkan dan tergerak untuk lebih “memperhatikan” sampah yang mereka hasilkan. Bahwa sampah itu bisa lebih berarti dengan sedikit usaha mereka, dengan demikian akan lebih banyak orang yang terinspirasi dan tergugah kesadarannya akan pengelolaan sampah.

Jika dirangkum, menurut pandangan saya, memang pendidikan memegang peran penting dalam penyelesaian permasalahan sampah di Jakarta; baik itu melalui pendidikan formal maupun melalui kegiatan-kegiatan untuk menggugah kesadaran masyarakat. Karena jika kita berhasil menyadarkan lebih banyak orang akan pentingnya pengelolaan sampah dan menanamkan kesadaran anak-anak akan lingkungan; maka kita mendapatkan jaminan bahwa saat ini permasalahan sampah akan sedikit demi sedikit berkurang, dan dalam waktu 10 atau 20 tahun mendatang kita akan mendapatkan generasi yang mencintai lingkungan dan akan menjaga bumi ini sebaik-baiknya.

With Love,
Nian Astiningrum
-end-

Referensi:
  1. http://news.detik.com/readfoto/2013/04/29/142855/2233031/157/1/sampah-jakarta-yang-tidak-pernah-habis?nd771104fvt
  2. http://lipsus.kompas.com/gebrakan-jokowi-basuki/read/xml/2013/01/27/10444698/Jokowi.Cek.Gunung.Sampah.di.Kali.Bakti
  3. http://www.suryaonline.co/images/sampah-jakarta-membuat-celaka-ibu-kota/#.UcvI96yjITE
  4. http://www.tempo.co/read/news/2013/01/23/214456396/Sampah-dan-Penyakit-Banjir-Belum-Berlalu
  5. Sigelman, Carol K. & Rider, Elisabeth A. 2012. Life-Span Human Development, 7th Edition. Canada: Wadsworth.
  6. http://en.wikipedia.org/wiki/Wall-e
  7. http://en.wikipedia.org/wiki/Waste_management
  8. http://news.liputan6.com/read/592309/berani-buang-sampah-sembarangan-di-dki-denda-rp-50-juta
  9. Kementerian Lingkungan Hidup.2012.Profil Bank Sampah Indonesia 2012. Kementerian Lingkungan Hidup
  10. http://id.wikipedia.org/wiki/Adipura
  11. http://www.education-in-japan.info/sub1.html
  12. http://www.psychologytoday.com/blog/hide-and-seek/201205/our-hierarchy-needs

No comments :

Post a Comment

Hai! Terima-kasih sudah membaca..
Silakan tinggalkan komentar atau pertanyaan disini atau silakan DM IG @nianastiningrum for fastest response ya ;)