SOCIAL MEDIA

search

Sunday, December 1, 2013

‘Kudang’: Javanese Jig for Baby?

Karena bingung dengan definisi baku kata ‘kudang’ dari Bahasa Jawa, akhirnya saya beri judul tulisan ini seperti di atas. Saya tidak tahu, apakah pelafalan saya yang salah, ataukah memang kata ini belum terindeks di Kamus Bahasa Jawa yang ada, tapi saya benar-benar tidak menemukan arti kata ini melalui Google Search. Yang saya temukan malah ‘kudang’ itu diterjemahkan menjadi ‘sadly’ dalam Bahasa Inggris…

Bukan ‘kudang’ ini yang saya maksud :(

Dan sayang sekali, bukan ‘kudang’ itu yang saya maksud. ‘Kudang’ yang saya maksud adalah semacam senandung riang yang didendangkan oleh orang untuk bayi-bayi supaya mereka terhibur dan berjingkrak-jingkrak. Kalau menurut @KamusJawaID, 'kudang' itu diterjemahkan ke Bahasa Indonesia menjadi 'timang'. Nah, kalau ini lebih bisa diterima, hanya saja menurut saya 'kudang' itu memiliki melodi yang selalu ceria, sementara 'timang' tidak. Mungkin, teman-teman lain yang berasal dari Jawa khususnya Jogja bisa memberikan definisi yang lebih terbayangkan dari ini ya :D. Lirik dan melodi dalam kudangan sendiri tidak memiliki batas, mulai dari yang memiliki arti sampai yang hanya berupa bunyi-bunyian. Misalnya seperti ini: (dendangkan dengan ceria ya…) “Anak mama pinter banget! Anak mama pinter banget!” atau “Tak kintong kintong! Tak kintong kintong!”. Bagi yang tidak pernah tinggal di lingkungan Jawa kira-kira sudah bisa menangkap apa itu kudang belum ya? Hihi :D

Jadi ceritanya ada cerita spesial tentang kudang yang ingin saya dokumentasikan disni. Iya, karena dulu saya pernah dikudang dan sekarang pun ternyata juga saya seringkali mengkudang Ganesh dengan senandung gubahan saya sendiri. Beberapa waktu yang lalu, seorang paman yang saya panggil Om Dono menulis sebuah pesan melalui akun Google+ nya, seperti ini:

“Dikintong-kintong Mamak”
Kata-kata 'kintong-kintong' seringkali didendangkan
‘Mamak’ (panggilan Bude) untuk menenangkan saya

Membaca komentar paman saya tersebut, rasa rindu pada kampung halaman pun langsung bergulung-gulung datang. Mendadak teringat kenangan masa kecil dulu, dimana saya dibesarkan bersama-sama oleh kedua orang-tua, bude dan paman saya di rumah simbah. Masa-masa dimana seringkali saya membuat ulah dengan menangis semalaman, mengganggu Om Dono yang waktu itu sedang belajar untuk ujian, dan tidak kunjung diam meskipun sudah dikintong-kintong oleh Mamak karena Ibu sendiri sudah kelelahan menenangkan saya. Hehe, konon katanya, saya memang cukup merepotkan pada saat masih bayi :D.

Sekarang, tak terasa 28 tahun sudah berlalu dari masa itu. Bayi kecil yang dulu selalu menangis dari jam 21:00 sd. 02:00 WIB setiap hari itu, sudah mandiri dan memiliki keluarganya sendiri. Sesuatu yang ternyata membanggakan untuk orang-orang yang dulu pernah merawat dan membesarkan saya dengan berbagai suka dukanya. For honest, rasanya benar-benar mengharukan… :)

Oh ya, mungkin karena terbiasa dengan cara pengasuhan dengan kudang-mengkudang, saya pun memiliki kudangan untuk Ganesh anak saya. Saya lupa sejak umur berapa kudangan ini saya dendangkan untuk Ganesh, mungkin sejak dia bisa tertawa pada umur empat bulan. Lirik dan melodinya juga tidak direncanakan sama sekali, spontan saja keluar dan selalu berulang setiap kali sedang menggendongnya hingga saat ini. “Anak tunot… ndandut! Anak tunot… ndandut!”, berulang-ulang saya dendangkan. Sampai-sampai suami saya berkali-kali bertanya, “Apaan sih tunot-tunot itu?” atau “Tunot itu siapa sih?” atau sengaja menggoda, “Ganesh tuh anak Tunot lho, bukan anak Papa-Mama…” Haha, seringkali geli mendengar komentar suami. Mungkin budaya kudangan ini tidak ada dalam budaya Probolinggo – Jatim, sehingga baginya dendangan saya terdengar lucu dan konyol. Saya sih sudah berusaha menjelaskan, berkali-kali malah, tapi sepertinya telinganya tetap menganggap kudangan saya sesuatu yang aneh, sehingga komentar-komentarnya masih kerap terdengar. Hihi, it’s OK, saya malah terhibur kok dengan komentar-komentar suami yang menggelitik itu :D.

Sebenarnya suami juga pernah kok ngudang anak lanangnya ini, yah tapi memang liriknya tidak seaneh yang saya buat. Seperti ini nih


Meskipun kuno, kudang yang merupakan ekspresi kasih sayang orang-tua (atau orang dewasa lainnya) pada anak tentu memiliki sisi positif, selain nguri-uri kabudayan Jawi (melestarikan Budaya Jawa). Pertama, menurut saya tentu saja karena merupakan kasih-sayang orang-tua terhadap anak, anak akan merasa diperhatikan dan bahagia. Dan kedua, juga memberikan stimulus yang kaya untuk dipelajari anak; berupa suara, melodi, vokal serta ekspresi wajah.

Hihi, mungkin agak lebai ya saya menganalisis kudang-mengkudang ini :D. Sebenarnya tidak bermaksud menganalisis kok, awalnya saya hanya membayangkan jika suatu saat Ganesh berada di posisi saya, dan saya berada di posisi paman saya. Pada saat itu saya memuji Ganesh yang sudah berhasil menjadi seseorang dan Ganesh mengingat masa kecilnya yang berusaha kami isi dengan kasih sayang. Yah, meskipun tentu saja terkadang juga kena marah, tapi kan jarang-jarang ya Le… :*. Tapi, kalau menilik bahwa kudang-mengkudang ini punya manfaat, tidak ada salahnya dong terus dilakukan ;). Hayo siapa lagi yang suka menggubah lirik dan melodi konyol untuk ngudang anaknya? :D

With Love,
Nian Astiningrum
-end-

This are some comments for this post that not appearing after I switch back from Google+ comments to native blogger comments:



4 comments :

  1. kudang ya istilahnya mbaaa...menyenangkan sekaliiii....mungkin secara ngg sadar, saya juga sering melakukannya bareng anak-anak...selain seruuu dan lucu, juga buat melepas streesss :D...tapi kudang yang tradisional pasti lebih kereeen....salam kenal dan seklaian mengundan ikutan GAku yaa...kalau berkenan, monggo dicek di http://indahnnuria.blogspot.com/2013/11/my-itchy-feet-2-giveaways-for-dear.html yaa...

    ReplyDelete
    Replies
    1. halo mbak Indah.. betul, buat menyalurkan kegemesan juga.. hihi :D..
      siap, mampir sekarang nih.. siapin teh ya :D

      Delete
  2. Ya bener, di Ngawi istilahnya juga kudang,ngudang, .... "Dang ding ding dang dut...dang ding ding dang dut"," ganteng ganteng dewe...alah ganteng ganteng dewe".,,, banyak, tergantung kreativitas masing2 pengudang.biasanya sambil menggoyang2kan bayi, atau bayi diberdirikan trs diangkat2 gitu.

    ReplyDelete
  3. kalo saya termasuk nembang tak lelooo lelo lelo ledhunggg...cup menenga anakku cah baguuus... dst hihihi

    ReplyDelete

Hai! Terima-kasih sudah membaca..
Silakan tinggalkan komentar atau pertanyaan disini atau silakan DM IG @nianastiningrum for fastest response ya ;)