SOCIAL MEDIA

search

Tuesday, September 30, 2014

When We Busy Making Our Plans…


And the story was… sudah dari jauh-jauh hari saya berencana untuk mengambil cuti seminggu dan berlibur ke Lampung. Hmm, long distance marriage itu ternyata memang tidak terlalu nyaman buat saya maupun Ganesh. Tiap hari, Ganesh entah berapa kali menyebut kata ‘Lampung’; “Mama, nanti kalo kita ke Lampung bawa mainan ini ya…” dll. Belum lagi, prosesi melepas papanya setiap kembali ke tempat kerja, bukannya nangis atau rewel sih, tapi kalau dianya belum ikhlas kelihatan banget; mulai dari cuek pas dipamitin sampai sengaja ga mau diajak ngomong :(. Dan saya sendiri, hmm, suami itu ya tempat curhat semuanya, semua yang ada dalam pikiran saya, semua yang tidak bisa saya ceritakan pada orang lain; baik karena kontennya yang pribadi atau sekedar khawatir orang akan bosan mendengar cerita saya… haha :D. Dimana si LDM ini jelas membuat kesempatan saya untuk menumpahkan uneg-uneg itu menjadi sangat berkurang! Teknologi memang sudah maju, tapi telpon-telponan itu tetap saja kurang dan banyak kendala; yang susah ngepasin waktu santai sampai Ganesh yang ga antusias sehingga berusaha mengalihkan perhatian saya. Hmm, suami lembur karena ada gangguan di kantor atau saya yang lagi ribet ngeladenin Ganesh main adalah hal yang biasa terjadi.

Ahh, dan setelah tiga bulan rata-rata bertemu setiap minggu saja, saya merasa sudah saatnya mengambil cuti dan melepas penat LDM ini… Yup, seminggu penuh saya sudah membayangkan bersantai di rumah bersama Ganesh, lalu malamnya bisa berwisata kuliner, dan Sabtu Minggu-nya bermain ke pantai. Sound so relaxing right… lumayan untuk menambah semangat, menjalani 3 bulan LDM lagi sebelum HPL.

Monday, September 29, 2014

Pemanfaatan Media Mobile Advertising sebagai Sarana Optimalisasi Fungsi Public Filtering untuk Menangkal Hoax yang Mengancam Persatuan Bangsa

Penting bagi wanita!!
Tidak disarankan makan bayam & tahu bersamaan,
karna jika digabungkan akan membentuk senyawa yg bisa mengakibatkan terbentuknya batu/kista dalam tubuh.
Hasil penelitian Prof. Dr. Asbudi,
SPOG
Jangan makan timun saat haid karna bisa menyebabkan darah haid tersisa di dinding rahim, setelah 5-10 hari dapat menyebabkan kista & kanker rahim.
Alangkah baiknya bila info ini disebarkan ke banyak wanita sebagai tanda kepedulian kita terhadap sesama.
Jika pria yang menerima bbm ini, tolong di teruskan kepada rekan wanitanya.

Begitulah bunyi sebuah broadcast message melalui Blackberry Messanger (BBM) yang marak beberapa waktu lalu. Saya pun kala itu menerima broadcast message yang sama dari seorang teman. Sebuah pesan yang saya abaikan, sampai akhirnya suatu hari sebuah foto yang saya unggah di akun Facebook mendapat komentar berkaitan isi broadcast message tersebut. Waktu itu, saya mengunggah foto makanan berbahan dasar bayam dan tahu, yang kemudian mendapat komentar dari seorang teman bahwa kedua bahan tersebut sebaiknya tidak dikonsumsi bersamaan karena akan menimbulkan reaksi kimia yang tidak baik. Sebuah komentar yang mengingatkan pada broadcast message yang konon berdasarkan penelitian Prof. Dr. Asbudi, SpOG yang sebelumnya saya abaikan. Dan karena penasaran dengan kebenarannya, saya pun mencari informasi pembanding dengan browsing melalui internet.

Lalu, benarkah bayam dan tahu jika dikonsumsi bersamaan dapat memicu timbulnya kista? Ternyata tidak! Setidaknya itulah yang dijelaskan oleh Dr. Damar Prasmusinto, SpOG melalui situs detikHEALTH[1]. Dimana informasi yang dipublikasikan oleh detikHEALTH sebagai media yang dikenal memiliki reputasi baik disertai pencantuman sumber informasi yang jelas, tentu lebih terpercaya daripada broadcast message yang tidak dapat ditelusuri sumber rujukannya.

Gambar 1
Screenshot post dan komentar dalam akun Facebook saya
Salah satu bukti bagaimana hoax begitu mudah menyebar secara viral
***

Berita bohong yang seringkali disebut sebagai hoax, atau didefinisikan sebagai kesalahan yang sengaja dibuat untuk menyerupai kebenaran[2]; memang begitu banyak beredar  di tengah masyarakat. Hoax ini menyebar secara masif melalui berbagai media yang berkembang pesat dewasa ini. Misalnya melalui situs jejaring sosial (seperti Facebook dan Twitter), email, website, blog, aplikasi instant messaging (seperti Blackberry Messanger dan WhatsApp) serta banyak lagi. Cukup dengan klik tombol ‘share’ (bagikan), copy pesan kemudian paste dan post di grup BBM atau WhatsApp, atau broadcast ke seluruh kontak kedua aplikasi instant messaging tersebut; maka berita pun akan segera menyebar secara viral.

Kondisi merebaknya hoax  seperti ini tentu saja merugikan, karena mendorong terciptanya pemahaman yang keliru pada masyarakat. Meskipun memang tidak akan sampai berdampak fatal, jika konten yang disebarkan cukup ringan dan tidak mengarah pada tindakan yang negatif. Seperti broadcast message mengenai bayam dan tahu tersebut misalnya, yang hanya membuat sebagian masyarakat percaya untuk tidak mengkonsumsinya bersamaan, sebuah tindakan yang relatif tidak membahayakan tentunya. Tapi, tentu akan lain ceritanya, jika hoax yang disebarkan merupakan isu besar yang menggiring masyarakat sampai pada tingkatan kepercayaan yang salah pada sebuah isu yang sensitif. Seperti contoh broadcast message pada gambar 2.

Gambar 2
Broadcast message dari seorang teman
melalui BBM

Dukungan massa yang terpecah menjadi dua kubu pada saat Pemilihan Presiden (Pilpres 2014) ditambah dengan berita seperti yang disampaikan melalui broadcast message pada gambar 2 tentu sangat rawan menggiring masyarakat pada perbedaan opini yang lebih tajam, dan menimbulkan reaksi tidak sehat yang memperkeruh suasana. Pro dan kontra, bahkan saling tuding kesalahan sudah pasti tidak dapat dielakkan. Padahal, jika masyarakat berusaha mencari rujukan pembanding melalui berbagai media, maka akan ditemukan klarifikasi dari Ketua KPU (Husni Kamil Malik) bahwa berita tersebut tidaklah benar[3]. Kemudian, video yang disebarkan pun, terlepas dari benar tidaknya isi pesan yang disampaikan, pada akhirnya jelas menimbulkan polemik dan perbedaan pendapat yang mengarah pada perpecahan. Dimana hal ini secara sederhana dapat terlihat dari komentar-komentar pada video yang diunggah tersebut.

Dua Mata Pisau Kebebasan Berpendapat dan Kemajuan Teknologi Informasi
Bergulirnya Orde Reformasi di Indonesia pada tahun 1998, memang benar-benar memberikan angin segar pada kebebasan masyarakat untuk menyampaikan pendapat. Jika pada masa Orde Baru, kehidupan pers relatif dikekang, sehingga menghalangi rakyat untuk menyampaikan aspirasi serta memperjuangkan hak asasinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara[4]; maka sejak Orde Reformasi, peraturan pemerintah cenderung lebih permisif menyikapi hal ini dan kebebasan pers pun dapat terwujud. Setiap warganegara Indonesia sejak saat itu pun dapat mengungkapkan pendapatnya secara leluasa dengan jaminan perlindungan hukum sesuai Undang-Undang dan peraturan yang berlaku; sehingga hal ini merangsang pers maupun masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya secara luas.

Selanjutnya, kebebasan mengemukakan pendapat ini didukung dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, membuat berbagai informasi maupun berita dapat beredar secara luas dalam waktu singkat. Saat ini, dengan adanya internet, siapa pun dapat dengan mudah mempublikasikan ide, sikap atau fakta yang dilihatnya melalui berbagai platform. Baik melalui media jurnalistik yang sudah ada, maupun secara mandiri melalui blog, website pribadi maupun media jejaring sosial. Dimana publikasi ini selanjutnya akan dengan mudah menyebar secara viral melalui internet maupun aplikasi instant messaging yang ada. Semudah klik tombol ‘share’ atau broadcast ke seluruh kontak, maka berita apapun dan dari sumber mana pun akan menyebar dan diketahui publik.

Kebebasan berpendapat dan kemudahan penyebaran informasi seperti ini, tentu merupakan hal yang positif karena memberikan kesempatan pada masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya dengan leluasa, serta mengetahui berbagai berita secara transparan. Namun, disisi lain, tanpa adanya etika dan tanggung-jawab dalam menyampaikan pendapat dan pemikiran tersebut, serta kebijaksanaan dalam mencerna pesan yang diterima, maka kebebasan berpendapat dan kemudahan penyebaran informasi ini berpotensi menimbulkan kerugian secara luas. Berita yang kurang bisa dipertanggung-jawabkan kebenarannya, namun disampaikan secara manipulatif sehingga tampak sebagai fakta, tentu akan menggiring masyarakat pada opini yang salah. Dan berita-berita seperti ini tidak jarang menimbulkan kebingungan pada masyarakat, sehingga sikap saling klaim kebenaran dan saling tuding kesalahan yang berujung pada perpecahan pun tidak dapat dielakkan. 

Fenomena kebingungan publik, saling klaim kebenaran dan saling tuding kesalahan yang berujung pada perpecahan akibat simpang-siurnya pemberitaan ini terlihat jelas pada momen Pemilu 2014 lalu. Waktu itu, tanpa harus mencari, setiap orang dengan mudah mendapatkan informasi berkaitan dengan kedua pasangan Capres dan Cawapres melalui berita yang dibagikan pada situs jejaring sosial atau aplikasi instant messaging. Berita apa pun, mulai dari yang memiliki sumber rujukan jelas dan dapat diverifikasi kebenarannya sampai berita ‘bodong’ yang memutarbalikkan fakta, semudah membuka halaman situs jejaring sosial, masyarakat pun akan mengetahuinya. Dan selanjutnya, proses penyebaran secara viral pun terus berlanjut saat masyarakat kemudian membagikan berita tersebut kepada jaringannya masing-masing, baik melalui interaksi langsung maupun secara online.

Melalui momen Pemilu 2014 lalu, dapat dilihat dengan jelas adanya sinyal perpecahan akibat peredaran hoax yang tidak terkendali; mulai dari fenomena saling serang melalui status dan komentar berisi sinisme pada situs jejaring sosial sampai demonstrasi yang membawa kerusakan secara material[5]. Dimana hal tersebut tentu saja adalah pertanda bahwa perpecahan sudah mengarah pada tingkatan yang lebih rawan dan harus segera ditanggulangi, agar tidak sampai merusak persatuan dan kesatuan bangsa.

Menyikapi Masifnya Peredaran Hoax demi Keutuhan Bangsa
Hoax merajalela di tengah masyarakat melalui berbagai media, terutama melalui internet sebagai media yang menjanjikan kepraktisan serta penyebaran yang lebih luas dan cepat. Para pencipta hoax ini berusaha meyakinkan pembacanya dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan memalsukan situs-situs media ternama, seperti Detik.com, Kompas.com, Tribunnews.com, Tempo.co dan Liputan6.com. Dengan alamat-alamat domain yang dibuat menyerupai situs berita tersebut; seperti liputan6.com--news.com, detik.com–news.com, kompas.com–news.com, tribunnews.com–news.com dan tempo.com—new.com; oknum yang tidak bertanggung-jawab sengaja memuat hoax yang bertentangan dengan berita aslinya untuk memperkeruh suasana. Misalnya, berita berjudul ‘Prabowo Unggul 54%, Fakta Hasil Pilpres 2014 di Tangan TNI-Polri’ atau ‘Ketua KPU Ditetapkan Sebagai Tersangka’[6]. Menanggapi kejadian ini, beberapa pihak pun aktif melaporkan kepada Menkominfo, dan saat tulisan ini dibuat, situs-situs tersebut sudah tidak dapat diakses.

Usaha intervensi terhadap sumber berita melalui tindakan pemblokiran maupun sensor oleh pemerintah melalui pihak yang berwenang seperti ini sangatlah penting untuk menghentikan peredaran hoax yang menyesatkan masyarakat. Akan tetapi, pemerintah dalam hal ini Menkominfo tentu memiliki keterbatasan untuk mendeteksi adanya pelanggaran pemberitaan serius seperti ini dengan cepat, secepat peredaran hoax itu sendiri. Teknologi informasi yang demikian maju menyebabkan hoax dapat menyebar begitu cepat, sehingga kecepatan deteksi dan pemblokiran tidak sebanding dengan kecepatan penetrasi hoax pada masyarakat. Selain itu, kenyataan bahwa hoax pun menyebar secara laten melalui media yang sulit dilacak (seperti email, instant messaging atau bahkan dari mulut ke mulut) membuat upaya intervensi pada sumber berita semacam ini tidak selalu dapat dilakukan.

Perkembangan penggunaan internet dan akses situs jejaring sosial secara massal, memang merupakan ladang subur bagi peredaran hoax di tanah air. Tingginya akses internet dan situs jejaring sosial ini terungkap melalui data yang dilansir Kominfo dalam situs resminya[7]. Data ini menyebutkan bahwa pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang dan 95% di antaranya menggunakannya untuk mengakses situs jejaring sosial. Bahkan, Selamatta Sembiring (Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP)) menuturkan bahwa Indonesia menduduki peringkat 4 pengguna Facebook dan 5 pengguna Twitter terbesar di dunia. Dimana Webershandwick sebagai perusahaan public relations dan pemberi layanan jasa komunikasi data lebih lanjut menyampaikan data bahwa ada 65 juta pengguna Facebook aktif di Indonesia. Dengan total 33 juta pengguna aktif per hari dan 28 juta pengguna aktif diantaranya menggunakan perangkat mobile.

Data statistik ini tentu cukup menggambarkan betapa besar peran masyarakat dalam penyebaran informasi secara viral melalui berbagai media, terutama melalui situs jejaring sosial. Bayangkan saja, jika seorang pengguna Facebook membagikan sebuah berita kepada 1.000 temannya, kemudian seperempatnya saja (250 orang temannya) membagikan kembali berita tersebut kepada jaringannya masing-masing dan begitu seterusnya; tentu jumlah pembaca berita tersebut akan menjadi sangat fantastis. Belum lagi jika saat membagikan, pengguna tersebut menggunakan fitur tagging teman dan juga share melalui situs jejaring sosial lainnya, seperti Twitter atau Path, sehingga penyebaran berita tersebut tentu menjadi semakin masif lagi.

Kekuatan publik yang begitu besar dalam penyebaran sebuah isu ini, sesungguhnya menyimpan kekuatan sekaligus kerawanan dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Disatu sisi, jika kekuatan viral masyarakat ini digunakan untuk menyebarkan berita-berita yang valid (sahih) dan ‘menyehatkan’ rasa persatuan, tentu hoax pun akan tersingkir dengan sendirinya. Namun, disisi lain, jika kekuatan viral masyarakat ini digunakan untuk menyebarkan hoax yang menghasut, maka tentu saja akan membahayakan persatuan bangsa ini. Untuk itulah, masyarakat perlu diberikan edukasi bagaimana harus menyikapi maraknya pemberitaan yang simpang siur melalui media, khususnya internet. Sehingga masyarakat memiliki kesadaran (awareness) dan rasa tanggung-jawab (responsibilities) menanggapi berita yang dibacanya, dan selanjutnya dapat mengambil langkah yang adekuat demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Yaitu mampu memilah pemberitaan yang sahih dan sebaliknya, serta selanjutnya hanya menyebarkan berita-berita yang terverifikasi kebenarannya dengan bahasa yang non-provokatif dan tidak menyebarkan hoax yang menghasut.

Dengan adanya kesadaran bahwa tidak semua berita yang ada di media adalah benar, akan mendorong masyarakat menjadi kritis dan melakukan langkah-langkah kroscek kebenaran sebuah berita sebelum mempercayai dan menyebarkannya lebih luas. Dimana hal ini diantaranya diwujudkan dalam tindakan sebagai berikut:
  1. Mengenali kredibilitas dan reputasi media pemuat berita. Mengingat pada dasarnya publikasi dapat dilakukan oleh siapa pun; termasuk pribadi atau kelompok tertentu; dimana tidak semuanya memiliki kredibilitas, track record dan reputasi yang baik dalam dunia jurnalistik;
  2. Melakukan cek sumber rujukan berita. Berita yang valid akan selalu mencantumkan sumber berita yang jelas, sehingga masyarakat patut skeptis pada berita yang tidak mencantumkan sumber rujukan dengan jelas;
  3. Mencari pemberitaan senada dari media lain, terutama yang memiliki reputasi baik; karena media seperti ini akan sangat berhati-hati dalam mempublikasikan suatu berita sehingga dapat digunakan sebagai rujukan. Dan jika ternyata, berita yang dimuat tidak sejalan atau bahkan bertentangan, maka masyarakat patut curiga akan kebenaran berita tersebut. 
Sedangkan dengan adanya rasa tanggung-jawab, maka masyarakat akan bijak mempertimbangkan dampak penyebaran suatu berita atau isu. Sehingga akan melakukan tindakan-tindakan berikut dalam menyebarkan berita:
  1. Memahami kepada siapa berita akan dibagikan, karena sesungguhnya tidak semua berita layak dikonsumsi dan dapat dicerna oleh semua kalangan dengan berbagai usia dan kemampuan kognitif (penalaran) yang berbeda-beda;
  2. Menggunakan bahasa yang sopan dan tidak provokatif sebagai kata pengantar berita yang dibagikan, sehingga mencegah ketersinggungan pihak tertentu.
Gambar 3
Skema proses public filtering terhadap hoax yang menghasut

Dengan adanya kesadaran dan rasa tanggung-jawab ini, maka diharapkan masyarakat mampu memilah pemberitaan yang valid atau sekedar hoax dan menentukan sikap yang tepat selanjutnya (melaksanakan fungsi public filtering). Dimana kemampuan masyarakat untuk melaksanakan fungsi public filtering yang adekuat terhadap pemberitaan akan berperan besar dalam meminimalisir peredaran hoax. Dengan demikian akan mencegah masyarakat tergiring pada sentimen pribadi yang tidak sehat, perpecahan dapat dihindarkan, dan persatuan bangsa ini pun tetap kokoh.

Upaya Peningkatan Fungsi Public Filtering terhadap Pemberitaan melalui Media Mobile Advertising
Fenomena maraknya broadcast message, sharing atau update status berdasarkan berita yang belum terverifikasi kebenarannya atau hoax merupakan sinyal nyata masih lemahnya kemampuan masyarakat untuk melakukan penyaringan informasi yang ‘baik’ (benar) dan ‘tidak baik’ (tidak benar), sehingga perlu segera mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dan pihak terkait lainnya. Sosialisasi untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya melakukan kroscek berita sekaligus mempertimbangkan dampak sharing berita yang akan dilakukan merupakan hal yang krusial dalam hal ini. Sosialisasi penting dilakukan kepada semua pihak, dengan sasaran utama adalah masyarakat pengguna internet dan perangkat mobile, karena dari dua sumber itulah berita paling banyak beredar; baik melalui publikasi internet atau broadcast message melalui aplikasi instant messaging. Sehingga dengan luasnya pengguna internet dan gadget, maka sasaran sosialisasi pun juga sangat luas; mulai dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Dimana dengan adanya perbedaan usia audience ini, maka pemilihan teknik sosialisasi dan media yang sesuai dengan level kognitif menjadi hal yang menentukan efektifitasnya.

Sosialisasi sendiri dapat dilakukan dengan metode tatap muka dalam berbagai setting; seperti sekolah, Organisasi Karang Taruna, ibu-ibu PKK, kampus dan sebagainya. Selain itu, sosialisasi dapat juga dilakukan secara tidak langsung dengan memanfaatkan berbagai media yang ada; seperti majalah, koran, leaflet, komik, poster, televisi maupun internet. Dimana, sosialisasi melalui media-media ini memiliki kelebihan dalam hal fleksibilitas dan kemampuannya menjangkau kalangan yang lebih luas. Kuncinya tinggal bagaimana mengolah aspek visual dan audio yang digunakan agar pesan dapat ditangkap secara efektif oleh audience. Salah satunya adalah dengan mengaplikasikan metode visual control yang banyak dimanfaatkan berbagai perusahaan untuk meningkatkan efektifitas transfer informasi melalui rangsang visual. Metode ini merupakan salah satu teknik dalam manajemen bisnis yang diterapkan dalam banyak aspek, dengan cara mengkomunikasikan informasi menggunakan sinyal visual (warna, bentuk, ukuran dan sebagainya) daripada teks mau pun instruksi tertulis lainnya. Dimana dengan cara ini, metode visual control ini memiliki kelebihan mempercepat rekognisi (pengenalan) informasi yang disampaikan sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan kejelasan pesan[8].

Selanjutnya, menilik data statistik yang menunjukkan tingginya penggunaan internet dan perangkat mobile di Indonesia, maka kedua media ini tidak boleh dilupakan untuk digunakan dalam upaya meningkatkan kesadaran dan rasa tanggung-jawab masyarakat menyikapi pemberitaan. Dan dalam hal ini, provider telekomunikasi seperti XL Axiata sebagai penyedia jasa layanan internet dan akses data yang senantiasa berinteraksi dengan pelanggan dalam proses transfer data memiliki kesempatan yang begitu besar untuk ikut andil dalam usaha ini.

Salah satu media yang dapat dimanfaatkan provider telekomunikasi adalah melalui aplikasi SMS (Short Message System). Sosialisasi melalui media SMS ini sendiri dapat dilakukan melalui konsep SMS massal yang dikirimkan ke semua pengguna maupun SMS yang dikirimkan pada kondisi-kondisi tertentu, misalnya pasca aktivasi paket data. Pada saat seseorang mengaktifkan paket data, sesuai prosedur, provider telekomunikasi akan mengirimkan SMS berkaitan dengan aktivasi yang dilakukan. SMS ini biasanya berisi informasi keberhasilan aktivasi paket, harga paket, kuota yang data yang didapatkan, masa berlaku, cara deaktivasi dan beberapa informasi tambahan lainnya. Mengingat setelah proses aktivasi ini pelanggan akan leluasa menggunakan akses data, tentu akan sangat bermanfaat jika provider telekomunikasi juga mengirimkan SMS pengingat (reminder) agar pengguna lebih peka dan bijak dalam menyikapi berbagai informasi yang didapatkannya.

Selanjutnya, selain memanfaatkan aplikasi SMS, dalam upaya sosialisasi pentingnya kesadaran dan tanggung-jawab berbagi informasi, provider telekomunikasi pun dapat memanfaatkan media iklan dalam format mobile (mobile advertising). Dimana provider telekomunikasi memiliki potensi yang besar dalam dunia periklanan ini (baik sosial maupun komersial), karena kepemilikan data profil pelanggan yang terkumpul pada saat pelanggan melakukan akses internet; seperti data frekuensi kunjungan pelanggan ke situs tertentu[9]. Dimana data ini tentu sangat bermanfaat untuk memperkirakan sasaran dari iklan dalam format mobile, karena berdasarkan data tersebut, dapat diketahui tingkat kepentingan dimunculkannya suatu iklan dalam format mobile pada suatu pengguna. Misalnya, berdasarkan intensitas melakukan akses situs tertentu atau intensitas penggunaan internet secara keseluruhan. 

Gambar 4
Contoh mobile advertising
dalam bentuk interstitial ads

Terdapat dua bentuk mobile advertising yang populer digunakan saat ini dan dapat dimanfaatkan sebagai media sosialisasi, yaitu interstitial ads dan off-deck ads. Interstitial ads adalah iklan ditampilkan dalam satu layar penuh sebelum pengguna masuk ke halaman situs tertentu atau kadang dikenal sebagai ‘halaman bebas GPRS’, sedangkan off-deck ads disisipkan di bagian atas halaman situs tertentu[10].

Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan rasa tanggung-jawab menyikapi pemberitaan melalui media insterstitial ads, seperti halnya iklan komersial, dilakukan dengan mengarahkan pelanggan selama beberapa detik ke sebuah halaman tertentu, sembari menunggu situs yang dituju loading. Dimana meskipun hanya ditampilkan selama beberapa detik, efektifitas penyampaian informasi dapat ditingkatkan dengan tampilan yang menarik dengan memanfaatkan pendekatan visual control disertai dengan tautan (link) menuju informasi lebih detail berkaitan dengan hal tersebut. Serta yang juga penting adalah pemberitahuan, bahwa halaman yang ditampilkan adalah iklan layanan masyarakat untuk menghindari prasangka negatif dari pengguna. Sehingga, dengan cara ini pembaca mampu menyerap informasi yang diberikan dalam waktu yang singkat dan terdorong untuk mencari informasi lebih lanjut dengan meng-klik tautan yang disediakan. Hal yang sama juga diaplikasikan pada sosialisasi dalam format off-deck ads, yaitu dengan menampilkan informasi yang sama secara lebih sederhana pada media kecil di bagian atas situs yang sedang dibuka.

Gambar 5
Contoh Iklan layanan masyarakat dalam format Interstitial Ads
Untuk keperluan sosialisasi dalam rangka meningkatkan fungsi public filtering
Gambar 6
Contoh Iklan layanan masyarakat dalam format Interstitial Ads
Untuk keperluan sosialisasi dalam rangka meningkatkan fungsi public filtering
Gambar 7
Contoh Iklan layanan masyarakat dalam format Off-Deck Ads
Untuk keperluan sosialisasi dalam rangka meningkatkan fungsi public filtering

Menilik kapasitasnya sebagai penyedia layanan internet, yang berinteraksi dengan pengguna internet secara langsung dan intens; maka provider telekomunikasi dalam hal ini memang memiliki potensi strategis dalam upaya edukasi tentang pentingnya kesadaran dan rasa tanggung-jawab menanggapi pemberitaan pada berbagai media, khususnya melalui internet. Provider telekomunikasi sebagai penyedia akses internet bagi pelanggannya, memiliki keunggulan dibanding media sosialisasi lain dalam hal ketepatan waktu (timing) sosialisasi. Interaksi antara pelanggan dan provider telekomunikasi yang terjadi sejak awal hingga akhir terjadinya akses internet, memungkinkan provider telekomunikasi memberikan sosialisasi untuk mengingatkan mengenai sikap yang perlu diambil berkaitan dengan berbagai pemberitaan yang akan ditemui melalui internet nantinya dan pada saat melakukan akses. Sehingga memiliki peluang yang lebih besar untuk diingat dan mempengaruhi tindakan pelanggan ini pada saat menemukan berbagai berita nantinya.

Regulasi Praktik Mobile Advertising untuk Memaksimalkan Potensi dan Kenyamanan Berbagai Pihak
Iklan dalam format mobile untuk kepentingan komersial yang marak belakangan ini memang sedang mendapatkan sorotan dari masyarakat. Banyak pihak yang beranggapan bahwa baik interstitial ads maupun off-deck ads bersifat intrusive (mengganggu). Dari sisi konsumen, kedua jenis iklan ini dinilai merugikan karena mereka dipaksa untuk menyaksikan tayangan yang tidak mereka inginkan, penilaian bahwa konten dari beberapa iklan tidak pantas untuk usia tertentu, serta beberapa juga berpendapat bahwa insterstitial ads yang ditampilkan memperlama waktu loading website yang dituju. Dimana berkaitan dengan pendapat terakhir ini sendiri menurut penjelasan GM Corporate Relations & Communication Management XL Axiata, Tri Wahyuningsih, tidak sepenuhnya benar, karena insterstitial ads ditampilkan sekedar memanfaatkan waktu loading website, sehingga sama sekali tidak memperlama loading website yang dituju[10]. Sementara itu, disamping pengguna layanan akses data, pemilik nama domain dan IP address juga mersasa dirugikan karena praktik ini dinilai menyalahi hak milik karena menumpangi tanpa ijin akses ke nama domain atau IP address tersebut. Selain juga dapat menimbulkan kompetisi yang tidak sehat, saat iklan yang ditampilkan berasal dari pihak kompetitor domain yang ditumpangi[11].

Namun demikian, dibalik sifat mengganggu yang ditudingkan berbagai pihak ini, tentu bukan berarti bahwa media ini harus ‘dibunuh’ begitu saja. Karena media ini menyimpan potensi yang besar dalam banyak hal, salah satunya sebagai media sosialisasi untuk menyampaikan berbagai pesan strategis yang penting bagi masyarakat dan bangsa. Selain juga fungsi komersial yang bermanfaat bagi produsen yang ingin mengembangkan pemasaran produknya di Indonesia dan juga bagi provider telekomunikasi itu sendiri, yang tentu berperan pada perekonomian Indonesia secara umum. Oleh karena itu, yang diperlukan dalam hal ini adalah adanya sebuah aturan main (regulasi) agar kepentingan dan hak semua pihak yang terlibat tidak dikesampingkan; baik perusahaan pemasang iklan, provider telekomunikasi sebagai penyedia jasa, maupun pengguna internet sebagai sasaran dari iklan yang ditayangkan dan konsumen data. Sehingga dengan adanya regulasi yang memperhatikan kepentingan dan hak berbagai pihak ini, maka mobile advertising dapat mencapai manfaat optimalnya secara komersial maupun sosial. Salah satunya adalah dalam upaya mewujudkan visi dan misi Indonesia sebagai sebuah negara kesatuan untuk menjaga persatuan rakyatnya. Dimana persatuan bangsa saat ini senantiasa berada dalam posisi yang rawan dengan perkembangan teknologi informasi dan kebebasan berpendapat yang seringkali ditumpangi hoax yang menghasut; sehingga hal ini harus diimbangi dengan kesadaran dan rasa tanggung-jawab masyarakat untuk membagikan informasi yang bermanfaat dan mencegah menyebarnya berita yang menyesatkan tersebut.

Dimana iklan dalam format mobile ini sangat potensial sebagai salah satu media untuk sosialisasi meningkatkan kesadaran dan rasa tanggung-jawab masyarakat menyikapi berbagai pemberitaan yang ada; karena jangkauannya yang luas serta interaksinya yang intens dengan pengguna layanan internet sejak awal (mengaktifkan paket data) hingga akhir, sehingga memiliki peluang yang sangat besar untuk senantiasa mengingatkan dan memperingatkan pengguna akan bahaya hoax di berbagai media. Selanjutnya dengan adanya kesadaran dan rasa tanggung-jawab masyarakat ini, akan menciptakan sistem public filtering yang efektif untuk mencegah peredaran hoax yang menyesatkan dan memecah-belah bangsa.

Jadi, bukankah ini alasan dan saat yang tepat bagi semua pihak terkait (pemerintah, Menkominfo, provider telekomunikasi, pihak pengiklan dan perwakilan pihak konsumen data) untuk duduk bersama dan mencapai kesepakatan berkaitan praktik mobile advertising yang sehat dan penuh manfaat? Sekali agar media ini dapat memperoleh posisi yang sepantasnya dalam dunia komersial dan sosial, serta ikut andil dalam usaha membangun dan mengembangkan negara. Salah satunya dengan mengoptimalkan fungsi media ini sebagai akselerator untuk membekali masyararakat dengan pengetahuan dan kebijaksanaan untuk memanfaatkan kebebasan berpendapat dan perkembangan teknologi informasi demi persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia.

With Love,
Nian Astiningrum
-end-

Referensi:
  1. detikHEALTH. (29-11-2012). Makan Bayam dan Tahu Bersamaan Bisa Picu Kista, Benarkah? http://health.detik.com/read/2012/11/29/142456/2104998/763/makan-bayam-dan-tahu-bersamaan-bisa-picu-kista-benarkah. Diakses tanggal 05 Agustus 2014.
  2. Wikipedia. (23-05-2014). Hoax. http://en.wikipedia.org/wiki/Hoax. Diakses tanggal 06 Agustus 2014.
  3. Merdeka.com. (23-07-2014). Ketua KPU: Istri Saya Orang Wonogiri. http://www.merdeka.com/peristiwa/ketua-kpu-istri-saya-orang-wonogiri.html. Diakses tanggal 06 Agustus 2014.
  4. Wikipedia. (06-05-2014). Media Massa. http://id.wikipedia.org/wiki/Media_massa#Masa_Orde_Baru. Diakses tanggal 22 Agustus 2014.
  5. detikNews. (22-08-2014). Taman Bundaran Indosat yang Hancur Karena Demo Massa Prabowo Dibersihkan. http://news.detik.com/read/2014/08/22/091435/2669463/10/taman-bundaran-indosat-yang-hancur-karena-demo-massa-prabowo-dibersihkan. Diakses tanggal 25 Agustus 2014.
  6. Liputan6.com. (28-07-2014). Waspadai Situs Palsu Liputan6.com. http://tekno.liputan6.com/read/2084307/waspadai-situs-palsu-liputan6com. Diakses tanggal 11 Agustus 2014.
  7. Kominfo. (07-11-2014). Kominfo: Pengguna Internet di Indonesia 63 Juta Orang. http://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3415/Kominfo+%3A+Pengguna+Internet+di+Indonesia+63+Juta+Orang/0/berita_satker#.U-nR3aPv9Ow. Diakses tanggal 12 Agustus 2014.
  8. Wikipedia. (08-04-2014). Visual Control. http://en.wikipedia.org/wiki/Visual_control. Diakses tanggal 18 Agustus 2014.
  9. Detik.com. (03-04-2013). Melirik ‘Tambang Emas’ di Bisnis Iklan. http://inet.detik.com/read/2013/04/03/133357/2210432/328/1/melirik-tambang-emas-di-bisnis-iklan. Diakses tanggal 20 Agustus 2014.
  10. Okezone.com. (10-10-2014). XL Tanggapi Isu Praktik Intrusive Advertising. http://techno.okezone.com/read/2014/09/10/54/1037115/xl-tanggapi-isu-praktik-intrusive-advertising. Diakses tanggal 27 September 2014.
  11. Bisnis.com. (14-09-2014). Kaji Regulasi Intrusive Advertising oleh Operator Telekomunikasi. http://industri.bisnis.com/read/20140914/105/257177/kaji-regulasi-intrusive-advertising-oleh-operator-telekomunikasi. Diakses tanggal 17 September 2014.

Sunday, September 28, 2014

Mencintai Jamu sejak Dini dengan Edukasi ‘TOGA’

“Suwe ora jamu, jamu godhong tela,
Suwe ora ketemu, ketemu pisan gawe gela.”

Sebagai seorang yang lahir dan tinggal di Daerah Istimewa Yogyakarta selama kurang lebih 23 tahun, wajar jika lagu ‘Suwe Ora Jamu’ di atas begitu familiar bagi saya. Dan saat akhirnya merantau ke Sumatera Selatan, saya baru menyadari bahwa lagu tersebut ternyata jauh lebih populer dari perkiraan sebelumnya. Sampai-sampai, rekan kerja saya yang notabene adalah putri daerah Sumatera Selatan asli dan belum pernah menginjakkan kakinya di Jawa sekali pun, bisa menyenandungkan lagu ciptaan R.C. Hardjosubroto tersebut. Lagu dengan lirik berima pantun ini menggunakan kebiasaan masyarakat dalam mengkonsumsi jamu sebagai ‘sampiran’ untuk menyampaikan cerita tentang sebuah pertemuan yang terjadi setelah sekian lama dan berakhir mengecewakan. Penggunaan kebiasaan minum jamu sebagai sampiran ini sendiri, bisa jadi merupakan refleksi maraknya penggunaan jamu di masa lalu, sebelum harus bersaing dengan obat-obatan modern. 


Jamu yang berasal dari bahasa Jawa Kuno, ‘jampi’ atau ‘usodo’ merupakan istilah untuk menyebut ramuan dari tanaman obat. Penggunaan jamu ini sudah dilakukan sejak ratusan tahun silam, dimana hal ini terdokumentasi dalam kitab daun lontar maupun naskah lainnya. Dalam kitab daun lontar,  terdapat Usada Ila yang berisi pengobatan untuk penyakit lepra, Usada Kurantobolong  yang berisi petunjuk pengobatan penyakit pada bayi dan anak-anak, Usada Carekan Tua yang berisi pengobatan penyakit orang-tua, dan banyak lagi. Sedangkan dalam bentuk naskah, penggunaan jamu dimasa lalu didokumentasikan dalam naskah Gatotkaca Sraya, Bhomakawya, Sumanasantaka, Lubdhaka dan banyak lagi. Selanjutnya, pencatatan jamu berkembang pesat dengan masuknya Bangsa Eropa, sehingga sejak abad ke-16 Masehi yang banyak menerbitkan publikasi tanaman obat Indonesia, seperti ‘Historia Naturalist et Medica Indiae’ yang ditulis oleh pelaut kebangsaan Portugis, Yacobus Bontius[1].

Penggunaan dan popularitas jamu di masa lalu memang tidak diragukan lagi, karena bahkan menurut sejarah rempah-rempah Indonesia sebagai bahan jamu lah yang mengundang Bangsa Barat untuk berlabuh di Kepulauan Indonesia. Namun, bagaimana dengan penggunaan dan eksistensi jamu saat ini? Apakah jamu masih bisa bertahan di tengah berkembangnya obat-obatan modern saat ini? Yang notabene tentu lebih praktis, mudah didapatkan dan banyak diresepkan oleh praktisi kesehatan (dokter) di Indonesia. Seperti halnya lagu ‘Suwe Ora Jamu’ yang masih begitu populer hingga sekarang.

Dan jawabannya adalah iya! Walaupun dengan gempuran obat-obatan modern yang begitu dahsyat, hingga detik ini pun jamu masih mempertahankan eksistensinya sebagai salah satu alternatif pengobatan tradisional. Bukan hanya di Indonesia, tapi juga di berbagai negara, dimana hal ini ditandai dengan terus meningkatnya eksport jamu hingga mencapai angka USD 9,7 juta pada periode terakhir tahun 2013 lalu[2]. Dimana hal ini tentu tidak lepas dari berbagai usaha untuk melakukan pendataan dan pengujian khasiat jamu secara klinis agar penggunaan jamu lebih aman dan tepat sasaran; sekaligus untuk mengangkat martabat jamu secara ilmiah di mata dunia internasional sebagai warisan budaya asli Indonesia yang memiliki potensi penyembuhan berbagai penyakit. Kencur misalnya, sebagai bahan utama Jamu Beras Kencur, ternyata secara empirik memiliki potensi sebagai anti-obesitas[3]. Dan juga kunyit sebagai bahan utama Jamu Kunyit Asam (Kunir Asem) yang memiliki manfaat untuk mengobati berbagai penyakit, seperti diabetes melitus, tifus, usus buntu, disentri, keputihan, haid tidak lancar, sakit perut saat haid dan banyak lagi[4].

Selain upaya melakukan uji klinis untuk mengangkat martabat jamu di dunia ilmiah dan internasional, beraneka ragam penyajian jamu saat ini pun turut mempopulerkan jamu di tengah masyarakat. Saat ini, jamu dapat ditemukan dalam berbagai bentuk; seperti kapsul, tablet atau serbuk dengan berbagai varian rasa untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan kepraktisan dan mengurangi cita-rasa pahit. Selain itu, cara menjajakan jamu pun kini tidak kalah bervariasi untuk menjangkau berbagai segmen masyarakat. Jika dulu kita hanya mengenal jamu yang dijajakan oleh penjual jamu gendong, kios-kios jamu atau diantarkan menggunakan sepeda atau alat transportasi lainnya; kini jamu bahkan bisa ditemui di cafe-cafe. ‘Reina Herbal Drink Café’, salah satunya. ‘Reina Herbal Drink Café’ merupakan sebuah cafe yang didirikan oleh Made Ayu Aryani demi menjawab tantangan untuk mengubah persepsi masyarakat yang tidak menyukai jamu karena rasanya yang pahit. Dimana hal ini diwujudkan ‘Reina Herbal Drink Cafédengan penyajian jamu dalam berbagai varian rasa di kedainya di Kota Solo[5].

Gambar 1
Pamflet ‘Reina Herbal Drink Café’
Sumber Facebook Page Resmi ‘Reina Herbal Drink Café’

Tuesday, September 23, 2014

Omelet Ijo yang Bikin Heboh!

Kemarin siang sewaktu istirahat, seperti biasa saya pulang ke rumah karena jarak rumah dan kantor memang cuma 5 – 10 menit. Siang itu, simbah pengasuh Ganesh dengan bersemangat bercerita, “Bu, tadi Ganesh nangis-nangis minta dibikinin makanan ijo kaya yang tadi pagi. Padahal udah saya kasih tau, saya kan ga bisa bikinnya.” Saya pun menyahut, “Walah-walah iya ya mbah,” sambil tersenyum dan berlanjut menginterogasi Ganesh dan diakhiri janji kalau besok pagi akan dibikinkan Omelet Ijo seperti pagi itu.

Dan pagi ini, sesuai janji, saya pun membuat Omelet Ijo yang bikin heboh pagi sebelumnya. And what a sureprise, haha, kali ini si Omelet menimbulkan kehebohan yang lebih seru! “Ganesh, udah mandinya… mau ke tempat Dek Sakha!” kata Ganesh yang sebelumnya masih asyik berendam sambil sarapan. Iya, seringkali untuk mempersingkat waktu, Ganesh memang sarapan sambil mandi, ehemm, berhubung mamanya harus berangkat ke kantor sebelum jam 7.30 setiap harinya :D. Dan mamanya bertekad, Ganesh harus mandi pagi setiap hari! Jadi apapun yang terjadi, bagaimanapun caranya, kecuali sedang libur atau Ganesh sedang sakit, kehebohan mandi pagi harus tetap terjadi :D

Kembali ke cerita Omelet Ijo… siangnya, saat saya pulang istirahat, simbah kembali bercerita, “Tadi udah diliatin makanan ijonya sama Sakha Bu. Sakha sampe minta dibikinin sama Wawak pengasuhnya, tapi karena saya ga tau, ya saya bilang aja yang bikin Ibu. Pas saya dateng, makanannya udah siap…” Saya pun menyahut geli, “Iya ya mbah?” Dan simbah kembali menimpali dengan bersemangat, “Iya Bu! Papanya Sakha sampe cium-cium makanannya dan nanya, apaan ini nih Mbah… Gitu Bu…” Haha, benar-benar seru bukan? Ada-ada aja polah anak-anak nih… Jangan-jangan kemarin minta dibikinin lagi itu juga karena mau dipamerin sama Sakha temennya yang sedang main ke rumah :D.

Lalu, emangnya apaan sih si Omelet Ijo yang bikin heboh dua hari ini? Hehe, sebenarnya ini nih omelet tanpa perencanaan yang dibuat karena waktu yang mepet dan ga bisa ngerjain yang ribet-ribet. Jadi, saya ambil aja sejumput bayam, tambahkan 1 butir telur dan sedikit susu UHT lalu blender bersama-sama. Dan voila! Hasilnya adalah adonan encer berwarna hijau yang setelah diberi keju parut serta merica dan dipanaskan menggunakan wajan teflon dengan api super kecil menjadi berbentuk seperti ini…


Penampakan si Omelet Ijo yang bikin heboh :D

Ehemm, bagaimana keliatannya? Kalau saya sih jujur tidak terlalu terpesona dengan penampakannya, kecuali warna hijau segarnya tentu saja. Pada percobaan kedua, berusaha menggunakan teknik berbeda, yaitu dengan mengoleskan margarine dan menggoreng si omelet dengan api yang lebih kecil, tapi hasilnya tetep ada bopeng-bopeng seperti gosong yang mengganggu :(. Tapi, ya sudahlah, meskipun bopeng-bopeng gosong, Ganesh-nya suka banget kok, hehe :D. Dan nge-hits pula diantara teman-temannya… Mungkin ga biasa aja liat makanan warna ijo seperti ini :D.

Rasanya sendiri, hmm, menurut saya lumayan sih… enak! Aromanya juga khas seperti roti, karena perpaduan telur dan keju yang digoreng. Cara makannya sih saya sebenarnya membayangkan dengan bubur oat, tapi karena stok sedang habis, akhirnya pakai nasi saja. And so, apakah si Omelet Ijo dengan bopeng-bopeng gosongnya ini, sukses membuat penasaran? Hehe, malu sebenarnya, tapi kira-kira begini membuanya…

BAHAN
Sejumput
Bayam
1 butir
Telur ayam
Sedikit
Susu UHT
Secukupnya
Keju cheddar parut
Secukupnya
Merica bubuk

CARA MEMBUAT
1.
Masukkan bayam, telur ayam dan sedikit susu UHT dalam blender kecil. Blender sampai halus.
2.
Tuang ke dalam mangkuk, campur dengan keju parut dan merica bubuk secukupnya.
3.
Tuang adonan dalam wajan yang telah diolesi margarine. Masak dengan api yang sangat kecil. Tutup, supaya bagian atas ikut mengeras.
4.
Balik setelah cukup matang di sisi bawah. Masak sisi lainnya hingga matang.
5.
Angkat dan sajikan!

That’s all, sangat-sangat-sangat mudah kan… tinggal cemplung-cemplung, blender dan bisa ditinggal beraktivitas sembari menunggu matang. Penyajiannya, juga bisa jadi solusi untuk anak-anak yang agak susah makan sayur. Dan yang paling penting nutrisinya juga cukup jempolan, secara bayam mengandung zat besi, berbagai vitamin, folat dan banyak lagi.

Hehe, heboh sekali promosinya ya… Selanjutnya, silakan dicoba sendiri jika penasaran… Semoga rasanya tidak jauh berbeda dengan yang saya gambarkan :D.

With Love,
Nian Astiningrum
-end-