SOCIAL MEDIA

search

Tuesday, March 14, 2017

Don't Let 'You' Get You

Whoa, abstrak bener nih judulnya ya… Judulnya ini terinspirasi lagunya P!nk berjudul 'Don't Let Me Get Me', yang menceritakan situasi dimana si P!nk merasa bahwa dirinya ini memiliki begitu banyak kekurangan, sehingga berharap bahwa berharap bahwa dirinya adalah orang lain…
"Don't let me get me
I'm my own worst enemy
It's bad when you annoy yourself
So irritating
Don't wanna be my friend no more
I wanna be somebody else"
Sesuatu, yang pernah terjadi pada diri saya dan dalam beberapa kesempatan masih membuat saya risih akan keberadaannya. Dia adalah diri saya, dan dia bernama sifat perfeksionis. Atau lebih tepatnya sifat perfeksionis yang akut dan cenderung mal-adaptif. 

Huhu, yeah, begitulah saya, unfortunately punya beberapa sifat ekstrim yang (awalnya) membuat saya merasa kurang nyaman dengan diri sendiri. Sesuatu yang dulu saya pikir harus ditendang jauh-jauh dari diri saya; tapi ternyata tidak bisa! The only way to move on is to deal with that part of me… Terus maju, meskipun sesekali merasakan ganjalan dalam hati, dan juga menertawakan diri sambil berkata, "Oh, I hate myself…"


Hahaha, OK, sebelum makin abstrak penjelasan saya… baiklah, akan saya ceritakan sedikit tentang sebuah sifat perfeksionis yang cenderung mal-adaptif tadi…

Seperti yang kita tahu, perfeksionis adalah istilah serapan dari Bahasa Inggris dengan kata dasar 'perfect' yang artinya adalah 'sempurna'. Sehingga istilah perfeksionis dapat diartikan sebagai sebuah sifat kecenderungan untuk mengejar kesempurnaan. Atau secara psikologis didefinisikan sebagai sifat kepribadian yang ditandai dengan usaha seseorang untuk mengejar kesempurnaan dan setting standard yang tinggi, disertai dengan evaluasi diri yang kritis dan kepedulian terhadap penilaian orang lain (dari Wikipedia).

Yes, ada empat poin dalam sifat perfeksionis; yaitu usaha untuk mengejar kesempurnaan, menetapkan standard yang tinggi, evaluasi diri yang kritis dan kepedulian pada penilaian orang lain. Empat hal yang akan sukses membuat seorang yang memiliki sifat ini rawan mengalami stress untuk mendapatkan kepuasan batin berupa pencapaian dengan standard yang tinggi. Yang harus dicapai dengan berusaha, berusaha dan berusaha sedemikian keras lebih dari kebanyakan orang.

Biasanya seperti itu bukan, kita sebut saja ini sifat perfeksionis yang in-line dengan perilaku yang ditunjukkan. Iya, saya sebut 'biasanya', karena nyatanya manifestasi dari sifat ini tidak hanya berupa perilaku 'bekerja keras'; tapi justru sebaliknya… justru ditunjukkan dengan perilaku diam, tidak melakukan hal yang diinginkan karena takut hasil yang didapatkan tidak seperti yang diharapkan. Nah loh!

Kedengarannya mungkin aneh, tapi ini nyata! Ada seorang individu yang kemudian justru memilih berpura-pura tidak bisa, tidak mau, tidak tertarik dan sebangsanya. Karena takut saat melakukan hal tersebut, hasilnya tidak sesempurna harapannya. Ada anak yang sebenarnya punya bakat bernyanyi di rumah, tapi memilih diam saat ada kesempatan bernyanyi di depan banyak orang. Ada anak yang punya bakat menulis, bisa masuk klub jurnalistik elit di sekolahnya melalui tes yang cukup sulit, namun kemudian memilih mundur karena takut tidak bisa memenuhi ekspektasi orang. Ada juga anak yang nge-blank pada saat ulangan matematika, padahal caturwulan sebelumnya dia nyaris mendapatkan nilai sempurna (10) di raport; karena takut tidak mampu. Dan ada juga seorang gadis yang begitu cuek dengan penampilannya, memilih tampil sebiasa mungkin, hanya karena takut usahanya mempercantik diri tidak berhasil membuatnya terlihat menarik di mata orang.

See, kepribadian itu benar-benar unik bukan… Atau lebih tepatnya dalam kasus kedua di atas, 'rumit'… Orang lain yang berusaha memahaminya saja rumit, apalagi orang yang mengalaminya. Dilema itu pasti, karena kesulitan mengaktualisasikan diri, menunjukkan kemampuannya pada lingkungan, yang merupakan salah satu kebutuhan psikologis seorang manusia.

Yup, hidup saya jadi benar-benar dibuat rumit dengan sifat perfeksionis yang membawa saya pada satu ketakutan yang menjelma menjadi berbagai macam rupa. Membuat saya gagal move on dan move up. Membuat saya frustrasi, selalu dihadapkan pada dilema akan keinginan untuk mengaktualisasikan diri (menunjukkan kemampuan saya) dan juga ketakutan akan kegagalan (baca: ketidaksempurnaan). 

Saya benci diri saya sendiri karena sifat ini. Saya benci setiap kali akhirnya 'mundur teratur' saat dihadapkan dengan hal yang sebenarnya ingin saya lakukan. Juga pada saat saya melakukan sesuatu tapi hasilnya tidak seperti harapan saya. I was trying so hard to not let myself get me, berusaha cuek dan membuang jauh-jauh perasaan terlalu mempermasalahkan kritik/evaluas dari diri sendiri dan lingkungan, tapi selalu gagal. Perasaan takut gagal dan tidak nyaman saat mengalami kegagalan itu selalu berhasil menggapai saya, bagaimanapun cara saya bersembuyi.

Sampai akhirnya perlahan-lahan yang mendapatkan insight
  • Bahwa perfeksionis adalah bagian diri saya yang tidak bisa dipisahkan. Saya adalah perfeksionis dan perfeksionis adalah saya. Maka usaha untuk melawannya adalah sesuatu yang sia-sia, sebagaimana kita melawan diri kita sendiri.
  • Tapi, itu bukan berarti kita menyerah begitu saja dan tidak berbuat apa-apa. Faktanya, perasaan ingin mengaktualisasikan diri adalah hal yang alami dan juga tidak bisa diabaikan; that's also part of me. Sehingga permasalahan mengkerucut menjadi, "Bagaimana caranya agar saya tetap bisa maju, dengan rasa takut yang demikian besar pada ketidaksempurnaan…"
  • And finally, menanamkan kuat-kuat dan terus menerus mengingatkan diri sendiri bahwa target, harapan dan ekspektasi adalah satu hal yang memacu kita untuk berusaha; tapi bukan mematok kepuasan akan hasil. "Jika kamu punya target, go fight it dengan segala kemampuan yang kamu miliki… Dan puaslah atas apapun hasil yang kamu dapatkan setelahnya… Karena itu pasti yang terbaik! Meskipun kadang tidak seperti harapanmu."
Then move on where you want to go… Dan pada saat akhirnya kembali merasa tidak nyaman karena merasa apa yang kita lakukan tidak sesuai dengan ekspektasi kita dan juga lingkungan (baca tidak sempurna); waktunya untuk melakukan refleksi diri. Caranya dengan bicara pada diri sendiri, curhat pada teman, nulis diari atau nulis di blog seperti saya ini 😄

Ya, teman-teman, jujur, saya terinspirasi menulis cerita ini karena baru saja mendengar rekaman penampilan saya pada saat menyanyi di acara pisah sambut manajer di kantor saya (10-03-2017). **Baru mendengar saja, karena belum sampai hati untuk melihat 😄 **


Harapan saya… there will be no pitchy note at all! Penampilan saya semerdu rekaman di studio rekaman, atau minimal rekaman dengan aplikasi Smule yang bisa berkali-kali take sampai akhirnya save hasil yang paling bagus. Tapi, aahh, denger deh, ada beberapa nada yang terdengar tidak sampai dan kurang power 😅. Huhu… I hate it! Tapi…

(Mulai menyemangati diri sendiri nih…) Yah, inilah namanya live show, ada banyak faktor yang tidak bisa dikontrol; seperti nervous dan emosi yang pasti ada walaupun sedikit, dan itu mempengaruhi produksi suara. Juga masalah teknis, seperti sound system yang juga mempengaruhi bagaimana suara kita terdengar dan perlu digarisbawahi jika kualitasnya tentu tidak bisa dibandingkan dengan sound system konser-konser besar di luar sana apalagi sound system di dapur rekaman… tetott banget lah 😅. Di samping yang paling utama adalah, bahwa saya ini bukan tante Celine Dion yang suaranya OK banget 😂.

Lagian, meskipun tidak seperti ekspektasi saya, toh masih banyak juga orang yang mengapresiasi kok… Mulai dari nyalamin atau nyeletuk, "Ini nih divanya SBDL… Ga nyangka lho suaranya bagus" atau yang paling paling membahagiakan itu ya ucapan seorang adek magang di kantor yang berkata, "Mbak, suaranya bagus banget… Bening banget… Suka minum air jeruk ya?" Ahhh, so sweettt 😍

Ya sudah lah ya… dua paragraf di atas cukup untuk menghilangkan kegalauan karena penampilan hari itu tidak se-moncer penampilan live tante Celine Dion. Next time, lebih semangat lagi mempersiapkan diri dan latihan, juga urusan teknis jika memungkinkan; supaya hasilnya lebih baik lagi.

See, teman-teman, that is how I deal with my perfectionist side yang selalu killing me hardly. Bagaimana supaya kita tidak terus larut dalam perasaan bersalah dan tidak nyaman saat hasil usaha tidak sesuai dengan harapan kita. Yes, saya menulis ini, siapa tahu ada teman-teman yang memiliki permasalahan seperti saya; atau anak, saudara, teman dan sebagainya. Juga sebagai bahan referensi teman-teman sebagai orang-tua, guru dan sebangsanya untuk memahami sikap dan kepribadian anak-anaknya. Ya, kepribadian itu unik sekali lho, so jangan dengan begitu mudahnya memberikan suatu 'diagnosa' penyebab dari suatu sikap atau perilaku dan kemudian memberikan 'treatment' tertentu, sebelum memahami kepribadian itu lebih dalam. Dimana caranya, ya dengan mengobrol dari hati ke hati, mendengarkan dan melakukan observasi.

Dan at last, sesuai judulnya 'Don't Let You Get You', ini lebih tentang mind set, bukan sifat yang kita anggap negatif. Apapun diri kita, seperti apapun kepribadian kita, itu adalah potensi kita; sesuatu yang sesungguhnya tidak akan menghancurkan kita, kecuali kita menginginkannya seperti itu. Sifat pemalas tidak akan membuatmu menjadi ogah-ogahan bekerja, kecuali aku membiarkannya seperti itu (contoh saja). The point is on YOU, kamu ibarat operator dari semua potensi (positif dan negatif) yang ada dalam dirimu. Akan kamu gunakan untuk apa semua potensi (positif dan negatif) itu, untuk maju ke depan atau berhenti di belakang. Semua tergantung mind set yang kamu pilih untuk ciptakan dan percayai. Untuk maju, simply don't let your negative mind set get you!

Ya, kira-kira begitu ya… Terima-kasih, sudah membaca curhat saya dan semoga bermanfaat untuk teman-teman semua. 

With Love,
Nian Astiningrum
-end-

No comments :

Post a Comment

Hai! Terima-kasih sudah membaca..
Silakan tinggalkan komentar atau pertanyaan disini atau silakan DM IG @nianastiningrum for fastest response ya ;)