SOCIAL MEDIA

search

Friday, December 29, 2017

Pelajaran dari 'Drama' Sakitnya Mahesh: Totalitas Ibu, Ketenangan Anak dan Penyembuhannya…

Anak sakit, tidak perlu panik… Yes, karena konon anak usia di bawah satu tahun, mengalami sakit rata-rata 8-12 kali dalam kurun waktu setahun dan berkurang menjadi 6-8 kali setahun setelah lebih besar. Faktor penyebabnya di antaranya adalah karena mereka belum sadar pentingnya menjaga kesehatan dan kebersihan, serta sistem imunitasnya belum sempurna.
Dan saya memang relatif tidak pernah terlalu panik sih saat anak sakit. Demam, batuk pilek hingga diare ringan biasanya akan sembuh dengan sendirinya dengan perawatan di rumah (tidak perlu ke dokter). Bahkan, ada riwayatnya kala itu Ganesh yang mengalami muntaber, hingga menurut dokter mengalami dehidrasi sedang dan seharusnya rawat inap, kami rawat sendiri di rumah, karena tidak ada kamar di RS. Adanya kamar gabungan, ya kan mikir-mikir juga, bagaimana jika malahan nanti tertular sakit lain, sementara daya tahan tubuh anaknya memang sedang lemah. Masih ingat sekali kata dokter saat itu, "Ini dehidrasinya masih sedang kok Bu, saran saya dirawat di rumah saja karena kondisi di rumah sakit sedang tidak memungkinkan… Nanti jika kemudian anaknya masih terus-terusan mutah berak dan bertambah lemas, silakan di bawa ke rumah sakit lagi…"

Dan alhamdulillahnya, perkataan dokter tersebut tidak meleset… Dengan berusaha sekuat tenaga (baca: terus-menerus menggendong anak selagi terjaga, memberi cairan setiap 5 menit sekali 1 sendok makan, 'memaksanya minum obat', dan mengusahakannya istirahat dengan nyaman), kemudian keadaan si sulung kala itu membaik hingga benar-benar sembuh. Fiuhhhh, benarrr-benarrr legaaaa… (dengan penekanan).

Dengan pengalaman jungkir baliknya saat anak pertama sakit, jelas mental saya sudah terlatih menghadapi sakitnya anak kedua, Mahesh. Demam, batuk pilek, hingga diare ringan hingga tiga hari, saya masih tenang merawatnya di rumah tanpa ke dokter. Prinsipnya adalah menjaga agar anak tidak dehidrasi, mendapat istirahat yang cukup dan tidak kekurangan nutrisi, maka kondisi anak pun akan membaik sedikit demi sedikit.

Ini pose tutup hidung Mahesh supaya ingus ga meler, sementara
Mamanya belum datang…

Prinsipnya sih seperti itu, dan selama ini alhamdulillah selalu terbukti benar… Sampai akhirnya saya dibuat galau saat Mahesh kemudian sakit di Bulan Oktober - November 2017 lalu. Sakitnya sih ringan saja… demam, batuk pilek dan disusul dengan diare. Tapi, yang membuat ketenangan saya kemudian rontok adalah sakitnya itu datang dan pergi silih berganti. Sehari demam, batuk pilek… sehari berikutnya demamnya hilang tinggal batuk pilek saja selama beberapa hari, kemudian demam lagi masih batuk pilek, demam hilang batuk pilek membaik beberapa hari, demam lagi kemudian diare… Terus, hingga dihitung-hitung sampai juga sebulan kondisinya turun naik seperti itu… Nafsu makan kacau balau hingga tulang-tulang tampak bersilangan di tubuhnya karena terlihat kurus. Juga tingkat kerewelannya yang meningkat drastis… sementara saya harus bekerja, ibu mana yang tidak tumbang kepercayaan-dirinya coba? 

Huhu, sungguh, sakit Mahesh kala itu sungguh drama! Selain makannya jadi agak susah, anaknya juga jadi pemilih banget, apa-apa maunya harus mama! Bahkan untuk hal sekecil pipis dan ngelap ingus… juga harus mamanya. Sementara saya, walaupun dengan kantor yang hanya berjarak 10 menit saja dari rumah, tentu tidak bisa seleluasa itu untuk mengurus semua kebutuhan Mahesh… Dan anaknya, sungguh cranky dan ngotot dengan maunya… Alhasil, anaknya pernah nangis sambil nungguin mamanya di depan rumah sambil nempelin jarinya ke lubang hidung supaya ingusnya ga meler, demi menunggu mamanya yang ngelapin. Pernah juga ketiduran di karpet ruang tamu karena nungguin mau eek sama mamanya. Atau terus menerus nangis, sampai tetangga nelponin ngabarin kondisi Mahesh.

Iya, dramanya sakit Mahesh kala itu sampai seperti itu. Sesuatu yang sangat bisa saya maklumi karena badannya yang terasa tidak nyaman. Tapi, sungguh menjadi dilema tersendiri buat saya, karena tidak bisa selalu ada di sampingnya dalam kondisi seperti itu…

Sampai akhirnya melihat kondisi Mahesh yang naik turun, sakitnya tidak kunjung benar-benar pergi… pada demam dan diarenya yang terakhir, saya memutuskan untuk mengambil cuti setelah mengambil kesimpulan bahwa Mahesh benar-benar membutuhkan saya untuk membuatnya merasa nyaman. Dimana rasa nyaman secara psikis itu pastinya adalah satu hal yang sangat membantunya untuk benar-benar sembuh 100% dan tidak sakit-sakit lagi.

Sebenarnya bukan keputusan yang bulat sih, tapi masih melihat situasi… Jadi, ceritanya Jumat sore saya membawa Mahesh ke dokter, dan mikirnya sih kalau memang nanti Minggu Mahesh sudah benar-benar sembuh dan ikhlas melepas saya ke kantor (ga rewel-rewel lagi), ya saya ga akan cuti. Tapi kalau Mahesh-nya masih belum sepenuhnya sembuh dan masih demanding sekali akan kehadiran saya, ya saya akan cuti. Maklumlah, pekerja seperti saya, cutinya cuma 12 hari setiap tahun, harus benar-benar digunakan untuk saat-saat yang penting…

💡 Berkonsultasi dengan Dokter Spesialis Anak. Seperti yang saya ceritakan sebelumnya, bisa dibilang, kami (saya dan suami) ini penganut aliran yang jarang ke dokter saat anak-anak sakit. Palingan ya saat sakitnya parah, sakitnya ga sembuh-sembuh, atau sakitnya datang dan pergi seperti kali ini, baru kami ajak anak-anak ke dokter.

Dan ikhtiar membawa anak ke dokter pun, diawali dengan pencarian dokter anak yang menurut kami kompeten dan mudah dijangkau. So, sehari sebelumnya, saya sudah hunting dokter anak yang recommended, yang buka hari Jumat dan lokasinya tidak terlalu jauh dari rumah. Yes, kami baru pindah rumah dan di Lampung sendiri sedang banyak pembangunan fly over jadi macet dimana-mana… Mau nyamperin dokter kami yang dulu, kok rasanya effortful sekali, sudah jauh, ngantrinya panjang lagi…

Dan akhirnya, setelah survey ke beberapa teman, saya yakin untuk membawa Mahesh ke dr. Sri Murni A. Ritonga, Sp.A yang katanya teman saya yang pasien dia, orangnya ramah banget… Kalau ketemu anak-anak pasiennya, pasti menyapa dengan lembut, "Adeek… hayo, kenapa ya…" dalam bayangan saya sih kaya suaranya Princess Syah**ni gitu 👸. Lokasi prakteknya juga tidak terlalu jauh dari rumah, ideal lah pokoknya.

So, sore itu, sepulang dari kantor, saya pun langsung mengangkut Mahesh dan kakaknya dengan go-car menuju rumah sakit tempat praktek dokter. Sengaja pakai taksi online, karena nanti mau ketemuan dengan papanya yang pulang kerja di sana… jadi biar bisa pulangnya barengan, soalnya tempat kerja suami jauh, bakal telat kalau nunggu minta dianterin dari rumah… Tapi kalau saya benar-benar sendirian bawa dua anak cowo satu usil dan satunya gendongan terus, kayaknya juga berat 😅. Makanya, itu sudah jalan tengah banget deh…

Nah, di sana saya berusaha menceritakan poin-poin dari sakitnya Mahesh sedetail mungkin kepada perawat untuk diberikan kepada dokter sebagai berikut:
  • Keluhannya apa? Demam, batuk pilek dan diare. 
  • Demamnya sudah berapa hari? Dua hari, kalau dikasih obat penurun panas turun, tapi kemudian naik lagi. 
  • Diarenya berapa kali sehari? Sebenarnya sih ga sering mbak… cuma dua sampai tiga kali, tapi teksturnya encer sekali dan baunya tidak seperti biasanya. 
  • Sebelum diare, makan atau minum apa? Yang agak aneh mungkin pasta di Pi**a Hut… sorenya, Mahesh langsung demam dan diare. Sementara kakaknya juga demam sehari setelahnya. 
  • Susu yang diminum apa? Susu UHT Ul**a Mimi yang rasa strawberry… Biasanya ga ada masalah kok minum susu ini. 
  • Makan dan minumnya gimana? Nah, itu dia mbak… Kalau minumnya sih banyak, tapi makannya agak susah. Sebenarnya bukan ga nafsu makan, tapi setiap kali makan terlalu banyak dia akan muntah, makanya dia jadi ngerem makannya… 
  • Oh ya mbak, dia ini sakitnya kalau dihitung-hitung udah satu bulanan lho… Demam, batuk pilek, dan juga diare… Kalau batuk pileknya selama sebulan ini belum pernah sembuh 100%, kalau demamnya, pada saat ngedrop aja sih, kalau diare baru dua hari ini. Jadi sakitnya itu, misal dua hari demam, lalu pemulihan, lima hari sehat, terus tahu-tahu demam lagi… kaya gitu mbak. *Penting ini disampaikan, karena inilah alasan utama saya akhirnya mengajak Mahesh ke dokter. 
Informasi ini kemudian digunakan dokter untuk menegakkan diagnosa setelah memeriksa Mahesh secara fisik. Oh ya, pada saat diperiksa ini Mahesh nangis tantrum menolak, padahal sebelumnya saya sudah berusaha sounding bahwa dia akan diperiksa tante dokter supaya sembuh. Tapi ya anaknya tetap nangis, ya gapapa lah… for your goodness Le…

Dari hasil pemeriksaan dan informasi yang saya berikan sebelumnya itu kemudian dokter menyimpulkan dan memberikan saran kepada kami sebagai berikut:
  • Mahesh mengalami infeksi pada saluran cerna, kemungkinan besar karena pasta yang dimakan. So, stop dulu semua jajanan, makanan yang berpewarna dan berpengawet, semua jenis junk food (mau pasta, ayam goreng, pizza, dan semuanya makanan siap saji). Makannya hanya boleh nasi putih, dengan lauk ayam, daging sapi atau tahu, jenis sop lebih baik. Jangan dulu diberikan buah kecuali pisang atau sayur dan minumnya air hanya boleh air putih… Susu UHT-nya stop dulu, ganti dengan susu soya. "Kalau minum teh boleh enggak dokter?" tanya saya. "Teh tapi tanpa gula boleh, tapi sebaiknya ga usah, karena teh itu menghambat penyerapan zat besi," demikian penjelasan dokter.
  • Mahesh juga mengalami infeksi pada saluran pernapasannya, banyak lendir di sana, makanya dia batuk dan ada suara grok-grok. Jadi, jauhkan dulu dari segala potensi debu; selimut bulu, karpet bulu, boneka bulu dan sebagainya yang dapat menyimpan debu.
  • Kemudian dokter menanyakan obat apa saja yang sudah diberikan dan meresepkan obat untuk Mahesh. "Obat turun demam masih ada?" tanyanya. "Masih ada Dok, Tempra…" jawab saya. "OK, jika demam, lanjutkan pemberian tempranya sesuai dosis… Yang lain, saya resepkan obat antibiotik yang harus dihabiskan; obat X untuk saluran napasnya diminum sampai suara grok-groknya benar-benar hilang; obat Y minimal diminumkan selama sepuluh hari; obat Z untuk batuknya, hentikan jika sudah tidak batuk…" katanya kemudian, yang benar-benar berusaha saya rekam baik-baik dalam ingatan.
💡 Merawat Fisiknya Anak Selama Sakit.  Dengan penjelasan dokter yang begitu jelas, terperinci dan logis itu, saya pun merasa sependapat dengan penanganan yang diberikannya. Dan setelah pulang ke rumah pun, saya langsung memulai pemberian obat untuk Mahesh sesuai petunjuk dan melaksanakan petunjuk-petunjuk dokter lainnya. Awalnya tentu saja Mahesh menolak… dan saya pun akhirnya harus mengeluarkan kalimat ancaman kepada Mahesh, "Adek, nanti kalau ga diminum obatnya, nanti disuruh tante dokter nginep di rumah sakit lho… Emang Adek mau sendirian di rumah sakit?" Dan dia pun akhirnya mau minum obat meskipun dengan berat hati.

Mengenai makanan dan minuman, saya juga ikutin banget sarannya dokter… Saat sakit, Mahesh cenderung ingin makan yang segar-segar, seperti mangga, jeruk dan semangka; makanya kami seringkali berdebat dulu, sampai akhirnya Mahesh menurut dan mau makan pisang saja. Sementara untuk makan berat, dia cenderung mau makan nasi saja atau nasi dengan telor dadar. Telor dadar memang tidak masuk dalam list lauk anjuran dokter sih, tapi, rasanya ga masalah lah dikasih ke Mahesh.

💡 Merawat Psikisnya Anak Selama Sakit.  Selain merawat fisiknya dengan makanan, minuman dan obat-obatan yang mendukung penyembuhannya; sebagai seorang yang melankolis, saya sadar sekali bahwa salah satu hal yang akan mempercepat penyembuhan adalah perasaan tenang dan bahagianya anak. Sebagaimana jika anak merasa cemas, gelisah dan kurang bahagia, maka penyembuhan akan lebih lambat, meskipun fisiknya telah dirawat dengan baik. Jadi, sementara saya libur dan menjaga Mahesh, saya berusaha menuruti kemauannya yang tidak bertentangan dengan anjuran dokter. Ya, ambilin minum, ya ngajak ke kamar mandi, ya ngelapin ingus, ya ngelonin tidur, sampai gendong-gendong sama mama… semua saya turutin, walaupun artinya itu saya harus selalu di samping dia dan tidak melakukan aktivitas lain. Bahkan untuk mandi dan buang air besar kecil saja harus pamitan dulu supaya anaknya ga nyariin 😅

Saat sakit, Mahesh baru bisa tertidur setelah digendong kain Mamanya…

Dan alhamdulillah, setelah dua hari perawatan full body and soul, Mahesh sudah membaik; tidak demam lagi, tidak diare lagi dan batuk pileknya sudah berkurang. Tapi, melihat kondisinya yang masih terlihat masih lemas dan kurang nafsu makan, akhirnya niat cuti pun direalisasikan. "Pokoknya, kali ini Mama ga akan lengah lagi Mahesh… Mama akan memastikan kamu benar-benar sembuh dan siap mental melepas Mama ke kantor, baru mama ke kantor lagi… Tapi, tentu saja harapannya dua hari cukup ya Nak, soalnya cuti mama tinggal sedikit… huhu…"

Untuk membuatnya lebih bahagia, saya juga mengajak Mahesh mengantar jemput kakaknya ke sekolah sementara saya cuti, toh jaraknya tidak terlalu jauh, hanya 20 menit saja. Bawa bantal, berjaga-jaga kalau anaknya capek… Tapi, Mahesh-nya sih ternyata happy-happy saja ngobrol sama kakaknya di perjalanan. Senang melihatnya seperti itu, dia bahagia, berarti tubuhnya juga akan lebih cepat pulih…

***

Daaaan… setelah semua perawatan full body and soul extended-nya Mahesh… dia terlihat sudah cukup segar, ceria dan banyak makannya, woohoo! Kemudian, Selasa sore saat pun saya bertanya padanya, "Adek, besok Mama boleh ke kantor ga? Nanti kita anterin Kakak ke sekolah… Lalu, nanti Adek anterin Mama ke kantor… Terus, Mama anterin Adek ke rumah… Adek tunggu Kakak sama Mama di rumah sama Bude sama Mbak ya…" Dan dia bilang 'iya' dengan tetap ceria.. Nyess rasanya hati saya…

Walaupun jadinya lebih rempong karena itu artinya setiap pagi harus menyiapkan tetek bengek anak-anak sebelum berangkat jam 6.45; bolak balik dari rumah - sekolah kakak - kantor - rumah - kantor, semua itu terbayar lunas dengan keikhlasan dan ketenangan hati Mahesh yang berimbas juga pada kesehatan dan mood-nya. Lalu, apa kabar kantor? Alhamdulillah, jarak dari rumah ke kantor cuma 10 menit… jadi, dengan panjangnya perjalanan itu, saya bisa mulai bekerja pukul 07.50, dimana ini masih terlambat dari seharusnya jam 07.30, jadi pe-er saya sampai saat ini adalah supaya bisa berangkat dari rumah pukul 06.30! Which is, memang agak susah karena tidak ada IRT yang menginap… tapi, tetap optimis bisaa!!

***

Hmm, long story ya… Dan kemudian, lesson learned yang saya dapatkan dari pengalaman sakit anak-anak, terutama sakit Mahesh yang terakhir yang saya ceritakan panjang lebar adalah:
  • Bagaimanapun juga, sakitnya anak itu akan membawa banyak 'kerugian' bagi anak maupun orang-tua. Bagi anak, sebut saja, salah satunya adalah kurangnya asupan nutrisi yang (dikhawatirkan) berimbas pada pertumbuhannya. Huhu, inilah yang saya rasakan pada sakit Mahesh yang terakhir, sungguh sedih melihat badannya yang menjadi kurus karena sakitnya yang datang dan pergi… So, mencegah lebih baik daripada mengobati, caranya tentu saja dengan menjaga daya tahan tubuh dengan menjaga asupan nutrisinya, menjaga kebersihan, menjauhkan anak dari potensi sumber penyakit, dan imunisasi.
  • Jika anak terlanjur sakit, untuk mempercepat penyembuhan, kita harus total dalam merawatnya; baik fisik maupun psikisnya seperti yang saya ceritakan di atas. Fisik: dengan memastikan anak tidak kekurangan cairan dan nutrisi serta istirahat cukup. Dimana dalam hal ini, jika anak mengalami demam lebih dari 38o maka anak perlu diberikan obat penurun panas seperti Tempra agar anak bisa beristirahat lebih tenang dan juga menghindari dampak lebih serius karenanya.
  • Nah, jika sakit anak berlanjut setelah semua perawatan yang kita berikan atau seperti Mahesh yang sakitnya datang dan pergi, sangat dianjurkan untuk untuk berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan diagnosa dan treatment yang lebih intensif.
Bonus… ngomong-ngomong soal obat penurun panas, sesungguhnya pada awalnya juga sedikit menghindari alias tidak memberikannya meskipun anak demam cukup tinggi (lebih dari 38o Celcius). Saya sih mikirnya waktu itu, toh demamnya masih normal, dan demam sendiri kan sesungguhnya hanyalah reaksi tubuh terhadap infeksi penyakit tertentu, bukan penyakitnya. Jadi, kalau pun diberi obat penurun panas dan panasnya turun, bukan penyakitnya yang hilang, tapi hanya simptomnya saja. Hingga perlahan-lahan, setelah memahami beberapa literatur yang ada serta terlebih lagi pengalaman akan dampak demam yang membuat anak kesulitan untuk beristirahat dan memperlambat penyembuhan, saya pun berubah pandangan…
Penggunaan obat penurun panas memang tidak menyembuhkan penyakit yang diderita tapi adalah sesuatu yang bermanfaat dan diperlukan pada kondisi dimana demam anak lebih dari sama dengan 38o Celcius; untuk menghindari gejala yang lebih buruk (kejang) atau sekedar untuk membuat anak nyaman dan dapat beristirahat dengan lebih baik.
Untuk obat penurun panasnya sendiri, kami selalu menggunakan Tempra yang selalu ada di kotak obat keluarga kami. Tempra adalah salah satu obat penurun panas untuk anak dengan kandungan aktif paracetamol dalam tiga varian yang bisa dipilih sesuai usia anak; Tempra Drops (0-1 tahun), Tempra Syrup (1-6 tahun), dan Tempra Forte (6 tahun ke atas).


Adapun alasan saya lebih memilih Tempra daripada obat penurun panas lain adalah:
  • Aman di lambung. Jadi rasanya lebih tenang memberikannya pada anak, sementara anak makannya cukup minimalis selama sakit.
  • Dosis Tempra tepat, tidak menimbulkan over dosis maupun kurang dosis. Sehingga obat ini bekerja secara efektif untuk menurunkan demam dan tidak berbahaya jika digunakan sesuai petunjuk.
  • Seringkali diresepkan oleh dokter anak yang menurut kami kompeten, sehingga kami yakin bahwa kualitas Tempra cukup terpercaya.
  • Rasanya disukai anak-anak. Rasa anggur untuk Tempra Drops dan Tempra Syrup, serta rasa jeruk untuk Tempra Forte.
  • Tidak dikocok karena larut 100%.
  • Mudah didapatkan di minimarket terdekat dan harganya relatif ekonomis.
  • Kemasannya aman (botol ulirnya tidak mudah dibuka anak-anak), serta lengkap dengan takaran yang mudah digunakan sesuai usia anak. Untuk Tempra Drops, takarannya sejenis pipet, sehingga mudah diberikan pada bayi.
Fiuhh, jadi begitu deh kira-kira pengalaman dan insight yang saya dapatkan terkait anak sakit, yang akhirnya ditulis karena sakit Mahesh terakhir yang begitu membekas alias drama banget… Semoga anak-anak kita selalu sehat ya ibu-ibu, tapi kalau sampai anak kita sakit, ya semoga saja segera sembuh dan sehat kembali. Amiin…

Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog yang diselenggarakan oleh Blogger Perempuan Network dan Tempra

With Love,
Nian Astiningrum
-end-

Monday, December 11, 2017

Catatan-Catatan 'Naive' Ganesh di Sekolah

Menjadi orang-tua itu bukan perkara mudah… 
Bukan cuma masalah merawat fisik macam menjaga asupan nutrisi dan kesehatan; tapi juga merawat psikis mereka dengan kesabaran dan memberikan pendidikan yang tepat. Ya, semua orang-tua, pasti tahu yang saya maksud, termasuk breakdown-nya hingga perkara terkecil. Juga pasti setuju jika perkara (merawat fisik dan psikis anak) itu bagaikan ombak yang datang silih berganti; kadang sekedar riak-riak kecil yang menggelitik… kadang adalah ombak besar yang membahayakan keselamatan. Dan poinnya adalah, bahwa semua itu tidak pernah berhenti, tidak pernah selesai sepenuhnya… Sampai kapan pun, selama kita hidup, peran kita sebagai orang-tua tidak akan pernah berakhir. Merdeka!!

Yep, akhirnya saya sangat sependapat dengan quote pendek yang makna penjabarannya sangat panjang itu. Bukannya dulu tidak sependapat, tapi intensitas sependapatnya lebih-lebih lagi sekarang… setelah 6 tahun 5 bulan resmi menjadi seorang ibu. Setelah pada suatu hari, akhirnya merasakan sendiri mempunyai anak sekolah dan menerima laporan dari gurunya bahwa si anak melakukan tindakan yang negatif di sekolahnya. Saya kemudian benar-benar menjiwai sepenuhnya bahwa memang menjadi orang-tua itu bukan perkara mudah…

Setelah ombak besar Ganesh mogok sekolah di usia 4,5 tahun sekitar 2 tahun yang lalu… padahal awalnya dia sendiri yang ingin sekolah… Dimana kejadian ini praktis membuat mood Ganesh kacau balau karena bosan seharian di rumah tanpa kegiatan yang menyibukkannya; sementara mamanya 'harus' bekerja dari pukul 7.00 hingga 17.00… Ombak kali ini hitungannya cukup besar juga dan membuat saya cukup shock dan was-was…

Hari itu, saya mendapat laporan akan 4 perilaku buruk Ganesh di sekolah, yang dalam hal ini wali kelas sudah kewalahan dan kehabisan akal untuk menasehatinya.


Dan perilaku ini adalah: berkata jorok, bermain berlebihan hingga temannya kesakitan, bercanda tidak sopan (berkaitan dengan daerah pribadi), dan permasalahan kepatuhan pada aturan.

💡 Berkata jorok. Berkata joroknya Ganesh sesungguhnya menurut saya sangat light sih. Tidak ada unsur kasar seperti menyebut orang lain dengan sebutan binatang atau sesuatu yang sifatnya ke arah sesuatu yang seronok. Berkata joroknya Ganesh adalah mengatakan kata-kata (yang relatif) sensitif sebagai bahan bercandaan atau di saat yang tidak tepat. Misalnya begini, pas bercanda dengan temannya kemudian dia bilang, "Pantat!" atau "Eek!" Udah, gitu aja, lalu dia tertawa keras-keras dan semakin dia ulangin semakin orang berusaha memberi tahunya.

💡 Bermain berlebihan hingga temannya kesakitan. Ganesh semacam menggelitiki temannya sampai dia kesakitan gitu. Temannya minta Ganesh udahan, eh, Ganeshnya lanjut terus… Dan juga dari cerita Ganesh sih, dia juga menarik kerah baju temannya ala-ala orang berantem gitu… Ganesh sempat memperagakannya di depan saya dengan pengakuan polosnya, "Tapi kan, Anesh juga pernah diginiin sama X (sambil memperagakan) ga apa-apa…"

💡 Bercanda tidak sopan (berkaitan dengan daerah pribadi). Hemm… jadi begini, menurut gurunya, hari itu Ganesh bercanda dengan berlari menunduk ke arah bawah pinggang temannya. Enggak sampai menempel atau menyentuh, dia cuma semacam nakut-nakutin temannya gitu. Itu yang saya tangkap dari penjelasan gurunya. Mungkin untuk kita orang dewasa, perilaku seperti ini cukup embarassing dan dipersepsikan macam-macam ya, dan saya pribadi pun sempat sedikit shock juga. Tapi, ya ini seorang anak kecil, yang saya tahu lingkungannya bisa dibilang cukup steril dari hal semacam itu, jadi saya yakin dia hanya mencoba-coba dan kemudian diulangi lagi karena teman-temannya kemudian heboh akan perilakunya ini. Tidak ada sedikit pun niat buruk, dan bahkan dia tidak paham bahwa perilakunya itu tidak baik.

💡 Tidak patuh aturan/guru. Jadi keluhan gurunya Ganesh adalah dia ini susah mengikuti aturan yang ada… misalnya merapikan buku sebelum belajar. Dan kalau dinasehatin gurunya, kemudian dia akan menurut sih, tapi dengan ogah-ogahan mengerjakannya. Lalu, misalnya diminta untuk memperhatikan ke depan misalnya… iya, sebentar dia akan memperhatikan ke depan, tapi sebentar kemudian ya balik lagi, asyik dengan kegiatannya sendiri.

Borongan kan… Pertama kali mendengar laporan itu, saya benar-benar terpukul. Muka saya sampai panas rasanya menahan rasa malu, juga rasa kesal, dan terakhir merasa gagal menjadi seorang ibu… Setelah sempat memarahi Ganesh selama perjalanan pulang sekolah, setelah Ganesh sampai di rumah, di perjalanan kembali ke kantor; saya langsung telpon suami… Cerita panjang dan emosional, lengkap dengan sesi nangis-nangis, merasa gagal mendidik Ganesh, merasa bersalah, dan sebagainya…

Yang, yah… untung saja suami saya sudah terbiasa menghadapi cuaca ekstrim hati saya, jadi tetap bisa berpikir rasional mendengar curhatan saya, yang mayoritas penuh dengan drama. Dia bilang, "Yah, namanya anak-anak… kurasa Ganesh ini sebenarnya terlalu naive aja, dia ga tahu kalau apa yang dia lakukan itu salah… Malah dikiranya keren kali, temen-temannya lalu teriak-teriak ngadu ke miss-nya…"

Kata-kata yang akhirnya setelah sekitar 30 menit kemudian baru bisa saya cerna maksudnya, merasa sependapat dan kemudian mulai berpikir jernih tentang permasalahan ini…

OK, dan sebelum saya menceritakan apa yang kemudian kami lakukan dan bagaimana hasilnya… pertama kali saya ingin menggarisbawahi bahwa:
Pada dasarnya perilaku negatif anak adalah hasil dari pendidikan yang kita berikan atau tidak kita berikan padanya (kita = orang-tua).
Jadi, buang jauh-jauh rasa kesal dan marah pada anak. Kalau ada sesuatu yang salah dari perilaku anak, ya itu adalah sepenuhnya tanggung-jawab kita. Karena kita lah yang mendidiknya, memilihkan lingkungan untuknya, atau justru tidak memberikan pendidikan yang baik untuknya… Dan yang namanya kita manusia, pasti tidak sempurna… Membesarkan dan mendidik anak itu tidak ada manual bakunya, jadi jangan lantas merasa begitu gagal dan tidak layak menjadi orang-tua karenanya…

Slow down… tarik napas panjang-panjang dan mari kita mulai dengan menganalisa satu per satu kandidat tertuduh penyebab perilaku negatif tersebut. Dirunut satu persatu… hubungannya satu sama lain… karena yang namanya perilaku, pasti fungsi dari bakat dan lingkungan. Lingkungan, ya semua hal di luar individu; lingkungan sosial tempat tinggal, sekolahnya, teman-temannya, pengasuhnya, dan termasuk juga kita orang-tuanya. Sementara bakat itu bisa jadi adalah kecenderungan kepribadian atau sebagian kepribadian… pokoknya bukan keseluruhan kepribadian, karena keseluruhan kepribadian itu juga tidak lepas dari lingkungan.

So, mari singsingkan lengan, tarik napas panjang… pasang kaca mata… 😎

ANALISA PERMASALAHAN. Berbicara mengenai lingkungan, aspek ini sudah pasti memiliki peran penting dalam menentukan perilaku seseorang. Dalam kasus Ganesh yang baru berusia 6 tahun, dimana perkembangan kognitifnya belum sampai pada terciptanya konsep moralitas yang kuat, lingkungan adalah terduga kuat referensi perilakunya. Coret TV, karena kami memang tidak memiliki TV di rumah. Juga, bacaan, karena bahan bacaan Ganesh masih terbatas pada buku-buku yang kami sediakan untuknya dan kami yakin tidak ada bagian yang bisa menjadi referensi empat perilaku yang disebutkan guru Ganesh tersebut.

Baca: We're Having Fun Without TV at Home

Dan dengan demikian, praktis kami menduga bahwa ada interaksi antara Ganesh dengan temannya di rumah atau di sekolah lah yang secara langsung atau tidak langsung menjadi referensi Ganesh. Karena menurut pengamatan saya, kami orang-tua maupun bude dan mbak pengasuhnya tidak pernah mengatakan atau berbuat seperti itu.

I was carefully checked this to make sure… dengan berbicara dengan Ganesh. Yah, berita-berita pelecehan seksual yang bersliweran di berbagai media mau tidak mau membuat kita harus waspada akan kemungkinan di sekitar kita kan. Bukannya ga percaya sama bude atau mbak yang nemenin anak-anak tiap hari, tapi kan tidak ada salahnya mencari tahu. Tentu bukan dengan langsung tembak, tapi pelan-pelan, "Anesh, tadi miss bilang sama Mama… Katanya Anesh bercandanya kurang sopan lho… (begini, dijelasin)…" Terus… ajak ngobrol terus… dengan lembut, dengan bahasa yang dipahaminya, sampai kita yakin tidak ada hal lain yang bisa dikorek dari keterangannya. Pokoknya, korek sampai habis informasi mengenai semua permasalahan terkait 4 masalah yang dihadapi Ganesh.

MENGKAITKAN DENGAN PEMIKIRAN DAN KEPRIBADIAN GANESH. Berbicara mengenai motivasi yang mendorong Ganesh berbuat buruk, dugaan kuat saya adalah sekedar untuk mendapat perhatian dari teman-temannya. Ada sisi dari Ganesh yang membuatnya menikmati menjadi pusat perhatian, atau yah, bisa dibilang anak ini sedikit banyak suka 'show of' dan 'suka pamer'. Dan dengan tindakan-tindakannya itu, yes, dia sukses mendapatkan perhatian orang-orang di sekitarnya kan… Teman-temannya kemudian kaget, terheran-heran mungkin, atau sibuk mengingatkan Ganesh untuk tidak berkata-kata jorok misalnya.

Sifat suka 'show of' atau suka pamer sendiri sesungguhnya bukan sesuatu negatif, asalkan diarahkan secara positif dan pada proporsi yang adaptif. Sifat suka pamer akan bisa diarahkan untuk mendorong seorang anak menjadi kompetitif dan berprestasi. Tapi, dengan catatan jangan sampai kebablasan juga, sampai anak menjadi sangat obsessed hingga menghalalkan segala cara atau sulit merasa puas dengan usahanya sendiri. Maka dari itu, berkaca dari kejadian ini, kami harus benar-benar mengarahkan sifat ini ke arah yang positif dan adaptif.

Selanjutnya, berbicara mengenai kemampuan kognitifnya…  Sebagai anak yang baru berusia 6 tahunan, sependapat dengan suami, saya yakin Ganesh belum sepenuhnya tahu arti dan akibat buruk dari perbuatannya. Iyah, anak seusia Ganesh konsep moralitasnya jelas belum terbangun dengan kuat dan sempurna. Itu berarti, tugas kami adalah memberikan pemahaman kepada Ganesh bahwa perbuatannya itu tidak boleh dilakukan dengan bahasa yang bisa dipahaminya.

And the last big think is… Ganesh adalah anak yang sangat sangat-sangat kritis dan rasa ingin tahunya begitu besar. He's the analyst, who always dividing every question until the questions are complete. Dia adalah anak yang akan terus bertanya sampai akhirnya bisa memahami apa yang kita maksud. Pokoknya tanya terus, sampai detail terkecil, sampai akhirnya tidak ada pertanyaan lagi di benaknya… sampai dia memperoleh gambaran yang utuh tentang apa yang kita jelaskan padanya. Dan untuk akhirnya mau menurut… itu berarti dia harus benar-benar sepakat dengan pemikiran kita… Menjelaskan saja kadang sudah susah payah, ini berusaha membuat dia sepakat, sedikit lebih sulit dan tricky

MENGKAITKAN DENGAN PEMIKIRAN DAN KEPRIBADIAN GANESH. OK, then, setelah berusaha mengumpulkan puzzle mengapa Ganesh melakukan hal-hal 'buruk' itu, kemudian saya mulai memutar otak tentang cara paling efektif membuat Ganesh sependapat untuk tidak melakukannya lagi. Dan setelah berpikir beberapa saat, saya pun seperti ini…

💡 Berkata jorok. Saya jelaskan kepada Ganesh bahwa berkata jorok atau speaking bad words itu tidak baik dilakukan karena tidak sopan dan akan menyakiti hati orang lain. Yang langsung disambar oleh Ganesh, "X pernah ngomong jorok sama Anesh, Anesh hatinya enggak sakit tuh…" Uh oh, pemilihan kata yang salah nih sepertinya, terpaksa deh muter cerita soal polisi tidur dulu, "Anesh,  sakit hati itu perumpamaan saja… Kaya polisi tidur… Itu kan sebenarnya bukan benar-benar ada pak polisi lagi tidur… tapi ada gundukan di jalan yang dibuat untuk jaga suapaya orang enggak ngebut, kaya pak polisi kan? Makanya disebut polisi tidur… Sama kaya sakit hati, itu perumpamaan kalau kita merasa sedih, kesal atau marah… Nah, Anesh ngomong jorok ke temen Anesh itu kan bikin temen Anesh ngerasa sedih, kesal atau marah kan? Itulah namanya sakit hati… Emang Anesh mau digituin sama temennya?"

Then, Ganesh pun berpikir… dan sepakat dengan pemikiran saya ini… bismillah semoga hasilnya baik…

💡 Bermain berlebihan hingga temannya kesakitan. Saya bilang pada Ganesh, "Kita tidak boleh menyakiti orang lain. Kalau kita main, Anesh dan teman Anesh harus sama-sama seneng… Jadi kalau teman Anesh sudah bilang 'sakit' atau 'jangan' ya jangan diterusin dong…" Yang kemudian ditimpali Ganesh, "Tapi kan si A pernah gituin Anesh juga…" dan saya bilang lagi, "Anesh, kan ga semua yang dilakuin temen Anesh itu boleh diikutin. Kalau itu jelek atau ga baik, ya jangan dilakuin dong… Kalau Anesh main sama temennya… Anesh dan teman Anesh harus sama-sama happy… ga goleh Anesh happy tapi temennya sedih…"

💡 Bercanda tidak sopan (berkaitan dengan daerah pribadi). Nah, jujur saja yang ini saya lumayan berpikir cukup keras untuk mencari penjelasan yang bisa dipahaminya, tapi bukan yang paling rumit dari empat hal yang saya bahas disini sih… yang paling susah dan tricky itu ada di poin empat setelah ini. Pada poin ini akhirnya saya jelaskan pada Ganesh bahwa daerah pribadi kita itu tidak boleh dijadikan bercandaan. Daerah itu hanya boleh dilihat dan disentuh oleh kita sendiri dan mama-papa saja. Daerah itu malu kalau dilihat atau disentuh orang lain… "Jadi, kalau Anesh bercanda seperti itu, itu ga sopan… temen Anesh jadi malu lho…"

Skak mat! Wih, senang banget karena Ganesh langsung sepakat!

💡 Tidak patuh aturan/guru. Yes, ini bagian yang menurut saya paling sulit dijelaskan pada Ganesh, karena menyangkut sesuatu yang efeknya tidak terlalu krusial menurut Ganesh, semacam nanti kalau disuruh ngerjain ga bisa misalnya… Sesuatu yang menurut Ganesh sama sekali bukan sesuatu yang penting. Dan kalau dijelasin lebih panjang, nanti Ganesh ga naik kelas dll, lebih lagi pikirannya belum sejauh itu… Jadi tantangan di poin ini adalah bagainama membuat Ganesh sepakat bahwa adalah hal yang penting patuh pada aturan atau guru di sekolah…

Awalnya saya coba jelaskan kalau di setiap tempat itu ada aturannya dan ada kaptennya (read: orang yang harus diikutin perintahnya), "… jadi kalau di sekolah, Anesh harus ikutin aturan dan miss, karena miss itu kapten Anesh di sekolah." Oh ya, analogi kapten ini saya dapat dari kegiatan baris berbaris sebelum masuk kelas, dimana setiap anak bergiliran mendapat tugas menjadi kapten yang memberi instruksi berbaris.

Tapi, ini belum efektif… lha nyatanya setelah dua tahun lebih sekolah, Ganeshnya masih saja mendapat catatan yang sama…

Kemudian akhirnya setelah beberapa hari, saya mendapat ide saat menonton film Cars 3! Wooho! Jadi saya terinspirasi bagaimana Lightning McQueen yang awalnya semaunya sendiri dan gagal menjadi juara, sampai akhirnya menurut pada mentornya Doc Hudson yang memang lebih ahli sehingga akhirnya bisa menjadi pemenang… yah, walaupun di Cars akhirnya dia kalah karena membantu The King. Dan di Cars 3 pun juga demikian, Cruz Ramirez akhirnya bisa menjadi pembalap dan menang karena mengikuti arahan dari mentornya, Lightning McQueen… Which is such a perfect picture for him, memberi gambaran bahwa seseorang yang hebat akan menjadi lebih hebat jika mengikuti arahan mentornya…

Saya bilang pada Ganesh, "Anesh… Anesh inget ga film Lightning McQueen? McQueen itu jago banget ya balapan… tapi, dia belum berhasil jadi juara… Sampai akhirnya dia ketemu sama mentornya Doc Hudson, belajar dan ngikutin nasehat Doc, terus dia jadi makin hebat dan jadi juara deh… Cruz juga begitu… Awalnya dia ga jago balapan walaupun bisa ngebut, eh setelah diajarin mentornya Lightning McQueen, dia jadi jago deh, terus menang deh… Anesh juga gitu ya… Anesh katanya mau jadi engineer? Mau bikin mobil balap yang kenceng banget… Anesh juga harus nurutin katanya mentor Anesh dong… Nah, mentor Anesh di sekolahan itu ya gurunya Anesh… ada miss, mister sama cece…"

Dan sepertinya penjelasan kedua ini lebih efektif dari yang pertama, walaupun tidak 100% membuat Ganesh menjadi 'anak manis' karena memang anaknya super ga bisa diem! Bukan pendapat saya saja lho, tapi semua guru dan mantan guru Ganesh… Bahasa positifnya, Ganesh itu anaknya aktif banget katanya…

SELANJUTNYA… Sebagaimana kata pepatah, "Belajar di waktu muda bagaikan mengukir di atas batu…" tentu saja bukan sekali dijelaskan kemudian Ganesh akan berubah begitu saja, hihi :D. Selanjutnya, saya pribadi selalu mengulang-ulang menjelaskan kepada Ganesh akan keempat pe-er ini setiap kali mau tidur dan dalam perjalanan ke sekolah. Guru wali kelasnya pun saya sampaikan mengenai hal ini, mengenai penjelasan saya mengenai keempat hal di atas kepadanya, supaya kami bisa satu suara dan proses internalisasi nilai-nilai tersebut kepada Ganesh lebih efektif.

Serta tak lupa, saya juga berusaha memantau perkembangan Ganesh melalui gurunya di sekolah. Alhamdulillah, guru wali kelas Ganesh sangat kooperatif dan komunikatif, sehingga saya bisa memantau perkembangan Ganesh dengan leluasa. Thanks ya miss 😊🙏. Terima-kasih juga sudah menginformasikan permasalahan Ganesh di sekolah, walau awalnya sempat shock juga…

Dan alhamdulillah, beberapa hari kemudian, saya mendapat informasi dari guru wali kelasnya bahwa perilaku Ganesh sudah membaik… Dia hanya sekali mengatakan kata-kata buruk dan itupun karena kelepasan saja, tidak diulangi lagi. Cara bermainnya dengan teman-temannya juga sudah 'normal', sudah membaik seperti sedia kala… Walaupun saya yakin untuk poin keempat anak itu masih akan fluktuatif, kadang nurut, kadang enggak… Akan sulit untuk benar-benar menjadi anak manis yang selalu menurut perkataan gurunya. Tapi, tetap saya positif thinking bahwa perilaku ini akan semakin berkurang seiring bertambahnya usia dan kedewasaannya…

CONCLUSION AND LESSON LEARNED… Dari peristiwa ini, ada beberapa pelajaran yang saya dapatkan:
  • Menjadi orang-tua itu benar-benar adalah tantangan yang terus dan terus bertambah berat. Be ready for every sureprise ya… Kaget boleh, merasa bersalah boleh, tapi jangan terlalu lama, karena kemudian kita harus menyadari bahwa hal itu adalah sesuatu yang wajar terjadi dan harus kita carikan solusi.
  • Jalin komunikasi yang baik dengan pembimbing anak kita yang lain; misalnya di sekolah adalah gurunya, mungkin juga guru tempat lesnya, dan lain-lain… karena dari sana kita bisa memperoleh informasi mengenai perilaku dan kejadian-kejadian terkait anak kita.
  • Memahami pola kepribadian anak kita, karena itu adalah modal besar untuk bisa membantunya menghadapi berbagai tantangan atau masalah yang dihadapinya.
  • Be creative! Karena untuk bisa berkomunikasi dengan baik dengan dengan anak, itu berarti kita harus pintar-pintar memilih analogi dan penjelasan yang bisa dipahami dan diterimanya.
  • Menjaga kedekatan emosional dengan anak. Ini sangat penting, karena ini akan membantu anak lebih mendengarkan dan mempercayai kita. Berkaitan dengan hal ini, saya selalu berpikir juga, dengan bertambahnya pengetahuan dan kapasitas berpikirnya bisa jadi pada satu titik kita benar-benar tidak bisa menyatukan pendapat akan suatu hal… dan kedekatan emosional itulah salah satu hal yang mungkin akan membuat anak mempertimbangkan untuk mengikuti saran kita.
  • Hmm apalagi ya… kayaknya itu aja deh…
Ya, itulah cerita saya kali ini tentang Ganesh si anak yang kayaknya baru kemarin bayinya kok tau-tau udah banyak aja ulahnya… Asli saya seringkali merasa kewalahan menghadapi pemikiran dan ulah-ulahnya sekarang, kadang bingung bagaimana menjelaskannya supaya dia bisa sepakat. Kadang juga dongkol, kenapa dikasih tahu berkali-kali masih saja diulangi… Walau kemudian kembali berpikir, "Ya, kan Ganesh ini anak-anak ya… kelihatannya aja udah jago debat, cuma sebenarnya kapasitas kognitifnya ya belum sempurna…"


Intinya… yah, inilah tantangan yang sekarang sedang di depan mata. Next, yakin deh, pasti ada tantangan-tantangan baru yang menunggu untuk dituntaskan. Akan kah kita melaluinya dengan baik? Bismillah, kita manusia hanya bisa berusaha… So, keep on learning and do our best… Semoga kita bisa menjadi orang-tua yang baik dan membimbing anak-anak kita menjadi orang-orang yang baik… amiin..

Teman-teman punya cerita juga?

With Love,
Nian Astiningrum
-end-