SOCIAL MEDIA

search

Monday, February 10, 2014

Kehamilan & Kelahiran: Just Believe in You & the Baby

Kita sudah terbiasa ‘dicekoki’ dengan gambaran bahwa hamil dan melahirkan adalah sebuah proses yang effortfull dan menyakitkan. Kehamilan sebagai proses dimana kita harus merasakan mual dan muntah, serta seringkali dipersulit dengan adanya ngidam yang aneh-aneh. Sedangkan kelahiran, selalu digambarkan sebagai prosesi yang menyakitkan. Di sinetron-sinetron kelahiran hampir selalu disertai dengan teriakan-teriakan histeris sang ibu yang sedang kesakitan. Baiklah, beberapa memang ada benarnya. Perubahan hormonal dalam tubuh kita memang ada kalanya menyebabkan morning sickness, namun kita bisa menjalaninya dengan bahagia. Menginginkan sesuatu dengan sangat (ngidam) juga hal yang wajar, namun tidak selalu berarti sesuatu yang mutlak dan menghantui. Dan melahirkan, memang pasti disertai dengan rasa sakit, tapi percayalah, tidak semenyakitkan gambaran kita selama ini. Kita bisa membuat proses sakit menjadi sesingkat mungkin dan serileks mungkin, karena kita dikaruniai pemikiran yang demikian hebat hingga mampu mensugesti diri kita untuk merasakan hal yang kita inginkan. Sangat hebatnya, hingga ada saatnya dia bisa melipatgandakan ketidaknyamanan dan rasa sakit yang kita rasakan. Itulah yang terjadi, dan itulah kenapa kita harus pandai-pandai memberikan sugesti positif pada diri kita sendiri. Berikut adalah pengalaman saya berdamai dengan rasa takut dan menjalani proses melahirkan yang lembut…

***

Debut foto anak kami ‘Ganesha Abinawa Parmana’
Diambil oleh suami saat masih di ruang bersalin
Kelihatan masih kecapekan setelah berjuang untuk 'keluar' 
bersama Mamanya :D

Kala itu, Bulan November 2010, saya dan suami merasa begitu gembira karena saya dinyatakan hamil setelah kurang lebih empat bulan pernikahan. Seorang sahabat saya yang telah memiliki momongan mengirimkan pesan, “Selamat ya Mbak, selamat menjalani sembilan bulan kebersamaan bersama buah hati…” Sebuah pesan yang sangat indah, dengan membayangkan bahwa saat itu hingga kurang lebih sembilan bulan kedepan, akan ada seorang manusia kecil dalam rahim saya. Kami akan melewatkan kurang lebih sembilan bulan itu dengan berbagi hampir segalanya. Apapun yang saya rasakan melalui indera pengecap ataupun hati akan juga dia rasakan. Benar-benar sebuah perasaan yang mengharukan untuk saya.

Ini adalah kehamilan pertama saya. Yang tentu saja bukan sekedar hanya karena kebetulan harus saya jalani bersama suami di perantauan dengan minimnya pilihan sarana kesehatan dan juga kerabat. Pada minggu kedua setelah dinyatakan hamil, seorang dokter kandungan sempat membuat kami gelisah dengan pernyataannya bahwa kemungkinan bahwa saya mengalami apa yang disebutnya ‘hamil anggur’ dan jika benar, maka saya harus dikuret. Hal itu, meskipun disebutkannnya sebagai ‘kemungkinan’, tetap saja membuat saya bingung, takut dan sedih. Namun, dari pengalaman itu akhirnya justru memberikan insight bagi saya, tentang bagaimana melepaskan perasaan negatif dan berdamai dengan perasaan itu.

Selama dua minggu setelah pernyataan dokter tersebut, saya dan suami memilih untuk ‘menyepi’ bertiga saja (bersama bayi dalam kandungan). Kami memilih untuk menunda memastikan keadaan kandungan, karena toh dari sumber yang didapatkan dari berbagai media, merekomendasikan bahwa pemeriksaan kandungan dilakukan setiap empat bulan pada trimester pertama hingga trimester kedua. Artinya, kami tidak perlu terlalu terburu-buru khawatir dan memikirkan pendapat dokter tersebut. Selama waktu dua minggu tersebut, beberapa kali saya menangis berdua saja dengan bayi dalam kandungan saya. Saya sampaikan padanya semua ketakutan saya, meminta maaf jika perasaan negatif yang saya alami itu membuatnya tidak nyaman dan akhirnya berjanji untuk berusaha memberikan yang terbaik untuknya. Oh ya, tak lupa juga saya bisikkan padanya untuk tetap berpikiran positif dan tenang.

Dua minggu pun berlalu, dan kami pun mengunjungi dokter kandungan (yang lain) untuk memeriksakan kehamilan saya. Dokter kandungan pertama sudah memberikan kesan yang kurang baik, hingga saya tidak lagi ingin mempercayakan kehamilan padanya. Dokter kedua ini lebih ramah dan meskipun sedikit pendiam, namun bersedia memberikan penjelasan akan pertanyaan-pertanyaan kami. Beliau pun menjelaskan bahwa kandungan saya baik-baik saja, sang janin sudah berkembang dan saya pun diperdengarkan detak jantungnya. Rasanya, jangan tanya lagi, benar-benar luar biasa! Lega dan bahagia. Lega karena kehamilan saya baik-baik saja dan bahagia karena merasakan kehadiran dari kehidupan dalam rahim saya, begitu nyata!

Setelah itu, kami pun rutin memeriksakan kandungan pada dokter kedua ini. Saya dan suami lebih sreg (percaya dan merasa nyaman) dengan dokter terakhir ini. Kami memang tidak selalu menerima begitu saja ucapannya ataupun menelan vitamin dan obat-obatan yang diberikannya. Baginya, mungkin kami adalah pasien yang cukup cerewet di daerah pedalaman yang hanya memiliki dua dokter kandungan ini. Seringkali kami mempertanyakan ucapannya berdasarkan informasi yang kami dapatkan dari internet atau dari manapun yang menurut kami logis dan bisa dipercaya. Resep-resepnya pun beberapa tidak tersentuh, karena alasan yang saya percayai. Misalnya, vitamin A, karena saya merasa sudah cukup mendapatkan vitamin itu dari makanan dan juga susu yang saya konsumsi. Sementara, jika dikonsumsi berlebihan, vitamin A justru bisa berbahaya bagi janin, hingga menyebabkan cacat lahir dan keracunan pada hati.

Trimester pertama dan kedua saya jalani dengan perasaan yang positif dan damai. Perasaan damai dan positif disini bukan berarti saya tidak pernah mengalami emosi negatif seperti marah atau takut. Bahkan mungkin justru emosi seperti seringkali menghampiri saya sebagai seorang yang melankolis. Ada kalanya saya marah dan sedih saat merasa tidak dipahami oleh suami atau orang dekat lainnya. Ada kalanya juga saya merasa takut dengan bayangan proses melahirkan. Menangis atau marah, seringkali saya alami dan saya pun tidak berusaha menahannya. Saya tidak berusaha mengingkari adanya perasaan-perasaan itu, tapi justru menggali sedetail mungkin dan berusaha berdamai dengan mereka.

Cara konkret yang saya lakukan adalah dengan berdialog dengan diri sendiri jika merasakan adanya ganjalan yang secara sadar saya rasakan atau sekedar terasa nyesek sehingga membuat saya serba salah dan over sensitif. Dalam proses itu, saya seringkali mengajak bayi saya berbicara. Misalnya adalah pada saat kehamilan saya menginjak trimester ketiga, dimana kelahiran semakin dekat dan secara manusiawi saya merasa takut, saya berdialog dengan diri dan bayi saya seperti ini:

Saya
:
(Berkata pada bayi saya) “Adek, Adek tau ga? Mama takut banget lho… Adek sebentar lagi lahir. Kira-kira seperti apa ya rasanya melahirkan itu? Katanya orang-orang sih sakit banget Dek…”
Sisi Logis Saya
:
(Bertanya pada diri sendiri) “Nian, apa sih yang kamu takutin?”
Saya
:
“Takut… Membayangkan dari rahim kita akan keluar bayi yang beratnya rata-rata 3 kilogram. Itu ukuran yang besar lho… Bayangkan bagaimana dia akan keluar melalui jalan lahir yang sesempit itu (Ms. V). Pasti rasanya sakit…”
Sisi Logis Saya
:
“Iya, pasti ada rasa sakitnya… Namanya juga bayi sebesar itu (ketawa sendiri). Tapi coba deh kita pikirkan. Tuhan sudah menciptakan makhluknya dengan begitu sempurna. Dia sudah memberikan semua fasilitas untuk menjalankan kodrat kita sebagai manusia dan kodratmu sebagai seorang ibu. Melahirkan mungkin lebih sakit dari pada cabut gigi, tapi yakin deh tidak sesakit yang mereka gambarkan. Coba lihat ayam yang bertelur atau kucing yang berkali-kali melahirkan. Mereka bahkan bisa melahirkan secara alami tanpa bantuan siapa pun. Demikian juga dengan manusia… Rasa takut itu manusiawi, tapi tidak perlu fokus padanya secara berlebihan. Kamu juga tahu kan bahwa kadang yang membuat semuanya lebih sulit justru adalah ketakutan kita sendiri… Jadi, tarik napas panjang, lepaskan… Berdoa, percaya dan cari informasi tentang proses melahirkan yang lembut, selebihnya yakin pada Tuhan akan memudahkan semuanya…”
Saya
:
(Tersenyum dan berkata pada bayi saya) “Adek, nanti kita sama-sama ya… Adek nanti bantu dorong dari dalam ya… Nanti mama juga berusaha… Kita pasti bisa! (sambil elus-elus perut dan ekspresi bersemangat ala komik Jepang).

Kalau dibaca memang terdengar lucu ya… Apalagi dengan membayangkan saya yang berbicara sendiri, menangis sendiri dan kemudian tertawa sendiri. Tapi itu sangat membantu mengurangi ketegangan, melepaskan rasa takut dan saya pun merasa lebih tenang dan positif.

Teknik melepaskan emosi negatif diatas sudah saya gunakan sejak menginjak bangku kuliah dan lebih terbentuk setelah berkenalan dengan buku ‘The Sedona Method’1 karya Hale Dwoskin. Sesungguhnya kita bisa menggunakan berbagai media melepaskan berbagai emosi negatif. Jika saya, setelah mencoba berbagai cara, akhirnya merasa paling pas dengan cara berdialog dengan diri sendiri. Selain itu, bisa juga mencoba dengan metode menulis buku harian atau metode imajinasi, yaitu membayangkan segala ketakutan kita dan kemudian melepaskannya. Metode terakhir tidak pernah berhasil saya lakukan, karena setiap kali memejamkan mata dan mulai membayangkan, sulit sekali fokus dengan bayangan yang saya inginkan. Sekali lagi, mungkin butuh trial and error untuk menemukan cara yang paling sesuai untuk diri kita sendiri. Dan tidak masalah apapun metode yang kita gunakan, yang jelas mendukung kita untuk mendetailkan emosi negatif atau ketakutan yang kita rasakan sejelas mungkin, menerima hal tersebut sebagai sesuatu yang manusiawi, melepaskan rasa tersebut dan mampu mendapatkan pikiran yang logis dan positif.

(Kembali pada cerita kehamilan saya). Trimester terakhir kehamilan, saya habiskan dengan beraktivitas seperti biasa, jalan-jalan pagi sebelum mandi pagi dan ke kantor dari jam 07:30 sampai kurang lebih 16:30 setiap hari. Untuk terus menjaga pikiran positif dan menguatkan keyakinan saya bahwa melahirkan adalah proses yang natural dan lembut, saya pun terus mencari berbagai informasi tentang proses melahirkan. Salah satunya adalah mengenai hypnobirthing. Berbagai metode gentle birthing memang sudah marak dibicarakan di media, namun sayang sekali di lokasi saya metode-metode tersebut belum digunakan. Di lokasi saya, hanya ada dua dokter kandungan yang lokasinya terjangkau dan setelah melakukan survey, ya cuma metode hypnobirthing inilah yang mungkin saya usahakan. Karena dalam proses intinya adalah menanamkan sugesti positif dalam diri sendiri bahwa melahirkan adalah proses yang lembut. Untuk fasilitas dan teknik melahirkan juga saya hanya bisa manut pada dokter yang nantinya akan membantu proses kelahiran.

Berbekal pengetahuan mengenai hypnobirthing dan proses melahirkan yang natural, hari itu tanggal 23 Juni 2011 saya pun berangkat ke klinik karena tanda kelahiran berupa bercak darah sudah terlihat saat saya masih berada di kantor. Hari itu, Kamis, saya sedang mengurus cuti melahirkan yang akan saya ambil mulai hari Senin. Selama hamil memang tidak ada keluhan berarti yang saya rasakan, hanya seputar punggung yang lebih cepat pegal dan perut yang terasa penuh. Karena itu, saya tetap bekerja sampai akhirnya diantar ke klinik karena akan melahirkan.


Petang hari, Kamis 23 Juni 2011
Beberapa sahabat mengunjungi saya di klinik 

Sekitar pukul 10:00 saya masuk ke klinik dan menurut bidan yang memeriksa saya sudah bukaan dua, dan tidak diijinkan untuk pulang kembali. Dari waktu itu hingga sore hari tidak terasa perubahan yang berarti pada tubuh saya. Kontraksi pun belum terasa. Menjelang malam, kontraksi mulai terasa, mulai dari yang hanya terasa perut mengencang dan melunak dengan jeda yang cukup lama, tapi tidak terasa nyeri. Sekitar pukul 00:00 kontraksi sudah cukup konstan dan dekat jaraknya, rasa nyeri juga sudah mulai terasa meskipun intensitasnya masih belum seberapa mengganggu. Sekitar pukul 02:00 tanggal 24 Juni 2014, saya meminta untuk pindah ke ruangan bersalin, karena merasa nyeri semakin meningkat dan takut nanti tidak bisa berjalan sendiri ke ruang bersalin. Di ruang bersalin, menurut bidan jaga, saya masih pembukaan enam dan diminta menunggu hingga bukaan lengkap dan air ketuban pecah. Nah, mulai pukul 04:00 nyeri itu mulai terasa lebih kuat, namun saya yakin tidak sesakit yang digambarkan sinetron. Waktu itu, saya yang ditunggui suami, memintanya untuk terus memijat pinggang bagian belakang untuk mengurangi rasa nyeri.

Sampai akhirnya sekitar pukul 4:40, ketuban saya pecah kemudian saya pun kegirangan dan memanggil bidan untuk memberi tahu dokter dan memulai proses kelahiran. Karena belum tahu cara mengejan yang benar, percobaan pertama dan kedua gagal. Mendengar bidan yang berkata, “Ibu, tangannya salah…” saya tertawa dan membalas, “Salah lagi ya…” Baru pada percobaan ketiga, akhirnya bayi saya lahir, tepat pukul 05:00, waktu adzan Subuh berkumandang, Hari Jumat tanggal 24 Juni 2011. Jujur, saya tidak akan sadar bahwa bayi saya sudah lahir sampai akhirnya dokter memberi tahu saya dan terdengar suara tangisannya. Melahirkan ternyata benar-benar tidak sesakit yang terlihat di sinetron-sinetron, dan bahkan tidak sesakit bayangan saya sebelumnya. Alhamdulillah. Saya merasa sangat beruntung dikaruaniai seorang buah hati yang sehat melalui proses melahirkan yang lembut dan damai. Tidak ada teriakan-teriakan histeris seperti yang ada di TV, tapi justru tawa di dalam ruang bersalin yang diakhiri dengan pertemuan pertama dengan buah hati yang kurang lebih sembilan bulan ada dalam rahim saya.


Beberapa saat setelah melahirkan
Kami sudah dipindahkan ke ruang perawatan dari ruang bersalin

***

Menurut pengalaman saya ada beberapa hal yang perlu kita lakukan untuk mengusahakan proses kelahiran yang lembut melalui hypnobirthing yang bisa kita lakukan sendiri. Pertama, kita harus mencari tahu sedetail mungkin mengenai proses kehamilan dan kelahiran, karena itu adalah modal awal kita untuk menjalani proses terbaik yang bisa kita usahakan dengan fasilitas yang ada. Untuk ini, kita bisa manfaatkan waktu konsultasi dengan dokter kandungan, mencari melalui internet, media cetak ataupun seperti usaha yang saya lakukan yaitu memanfaatkan sesi konsultasi via email dengan dokter yang disediakan produsen suplemen ibu hamil dan bayi. Jangan ragu untuk mencari second atau third opinion melalui media-media tersebut untuk mendapatkan informasi yang paling valid menurut kita.

Kedua, mencoba berdamailah dengan keadaan yang ada dan setting-lah suasana melahirkan senyaman yang kita bisa kita usahakan, karena rasa nyaman adalah salah satu kunci perasaan relax dan tenang. Untuk mendapatkan perasaan nyaman tersebut, bisa dilakukan dengan memilih dokter kandungan yang kita percaya, memilih tempat bersalin yang nyaman, memilih siapa saja keluarga yang akan menemani didalam ruang bersalin dan sebagainya. Jangan lupa juga untuk menyampaikan keinginan kita pada dokter kandungan atau bidan yang akan membantu proses kelahiran. Misalnya, saya yang berpesan pada dokter jika ingin berusaha melahirkan secara alami, sehingga saya merasa tenang bahwa tindakan yang akan dilakukan dokter sudah sesuai harapan saya. Semua itu akan membuat kita lebih tenang dalam menjalani proses kelahiran.

Dan ketiga, yang terpenting, adalah menjaga emosi dan pikiran positif dalam diri kita. Percayalah, pikiran kita adalah senjata yang sangat luar biasa, hingga membuat rasa sakit yang kita alami terasa berlipat-lipat, atau sebaliknya, meringankan rasa sakit itu hingga seminimal mungkin. Ingat, bahwa melahirkan adalah proses alami, dimana kita sebagai wanita telah diberikan berbagai instrumen lengkap untuk melalui proses itu. Karena itu sesungguhnya tidak ada yang perlu terlalu dikhawatirkan dalam proses melahirkan pada kehamilan normal. Untuk menjaga pikiran dan emosi positif, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyadari mereka (pikiran dan emosi negatif) sedetail mungkin. Hindari usaha untuk berusaha melupakan, mengabaikan atau mengingkari perasaan itu; karena hal itu akan mengendap dalam alam bawah sadar dan mengurangi ketenangan pikiran kita. Setelah kita menyadari dan mampu menerima adanya perasaan dan emosi negatif tersebut, bawa diri kita ke pemikiran logis dan positif. Pikiran dan emosi positif tersebut akan menjadi modal utama kita untuk mengalami kehamilan dan kelahiran yang lembut.

Selanjutnya, percayalah semuanya akan berjalan dengan lembut sebagaimana mestinya. Yakinlah pada kehebatan Tuhan yang termanifestasi dalam tubuh kita sebagai wanita yang didesain sedemikian rupa untuk melalui proses kelahiran. Dan percayalah bahwa bayi kita pun dikaruniai insting untuk mencari jalan bertemu dengan ibunya. Sesederhana dan setenang itulah prosesnya, karena Tuhan telah merancang semuanya.

With Love,
Nian Astiningrum
-end-


Readings:
  1. Dwoskin, H. (2005). The Sedona Method: Cara Dahsyat Melepaskan Belenggu Pikiran & Emosi untuk Memasuki Kebahagiaan Sejati (Terjemahan). Jakarta Selatan: Ufuk Press.
  2. Mongan, M.F. (2007). Hypnobirthing: The Mongan Method (Terjemahan). Jakarta: BIP

15 comments :

  1. uwaaaaaaaaa,,,bagus banget mbk,doain saya semoga segera diberi momongan.mensugesti dri itu penting banget ya mbk,semoga nanti saya akan baik2,lancar tentunya aminn

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih mbak Zwan ^_^
      (Seperti yg saya tulis dalam artikel) Pikiran itu sesuatu yg sangat powerfull.. dia bisa membuat sesuatu menjadi lebih nyaman, ringan dan menyenangkan atau sebaliknya menjadi sangat-sangat sulit, sakit dan berat untuk dijalani.. Jadi harus pandai-pandai menjaganya tetap positif, sehingga membuat apapun yg kita hadapi lebih indah untuk dijalani..
      Melahirkan itu pastilah ada rasa nyeri, wajar juga kalo ada rasa takut.. tapi semua akan baik-baik saja, karena kita memang sudah dibekali semua hal yang dibutuhkan untuk menjalaninya.. Dengan pikiran yang tenang dan positif, semua akan terasa lebih ringan :)
      Amiin.. semoga segera diberi momongan ya :)

      Delete
    2. Wahh. setuju banget mbak, yang penting fikiran kita harus positif dan optimis. dan jangan lupa berusaha disertai do'a yang tulus.

      Delete
  2. makasih pengalamannya loh mbak. aku juga lg nyari sugesti kalo lahiran normal itu ga sesakit yang diceritain, walau aku ud ngerasain lahiran pake induksi sih :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama mbak Quinie.. rasa takut itu wajar ada, dan menurut saya itu yg membuat terasa lebih sakit.. *bayangkan waktu kita grogi sampe sakit perut, hihi :D
      Rasa takut itu tidak perlu diingkari, itu manusiawi kok.. justru kita harus menggalinya.. curhat dengan diri sendiri, dan kemudian melepaskan perasaan itu, sehingga lebih lega dan kita bisa kembali berpikir logis dan positif :) *menurut pengalaman saya*

      Delete
  3. uwooo... iri banget bisa melahirkan dengan rileks, Mak.

    Saya mah sukses teriak2 sampe minta dirujuk ke RS, haha. Padahal selama proses kehamilan, saya terus mensugesti positif, tapi ternyata masih belum berhasil pas melahirkan. Nanti coba lagi di kehamilan kedua.

    makasih sudah berbagi pengalamannya, Mak ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya.. kuncinya di mengakui dan mendetailkan rasa takut atau emosi negatif lainnya Mak Novia.. ibarat curhat sampai lega banget.. Kadang kalo ga bener-bener menyempatkan diri untuk ini, masih ada sisa-sisa di alam bawah sadar..
      Baru setelah itu dilepaskan dengan logika-logika sehingga bisa berpikiran positif..
      Sama-sama Mak.. semoga kehamilan kedua lebih lancar.. Amiin :)

      Delete
  4. setiap ibu punya pengalaman yang berbeda di kehamilan dan kelahiran bayinya..
    sugesti positif memang sangat membantu mengurangi rasa sakit ketika melahirkan..

    salam kenal dari djogja

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener sekali mbak.. saya tidak henti-henti bersyukur karena dimudahkan pada saat melahirkan..
      Salam kenal kembali dari Tanjung Enim.. saya juga asli Jogja lho :)

      Delete
  5. sempurnanya menjadi wanita adalah ketika mempunyai anak dari rahim sendiri mbak :)

    beberapa hari lalu kakak ipar saya baru melahirkan hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ada yang bilang proses melahirkan akan membuat wanita berubah, seperti metamorfosa kupu-kupu *bener ga ya, tapi semacam itulah*
      Saya setuju sekali, menjadi ibu adalah pengalaman luar biasa, dan begitu beruntung wanita yg bisa mengalaminya..
      Salam buat kakak ipar dan dedek bayi barunya ya :)

      Delete
  6. mbk,,cerita tentang mual2 nya ada gak?? mbk ngalamin mual muntah gak pas trimester pertama??kalo ada bagi2 donk cerita nya,,gimana cara nya biar mensugesti diri melawan mual muntah nya,,hehe...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sebenarnya saya cukup beruntung karena tidak mengalami mual pada kehamilan pertama saya mbak :D
      Kalau menurut saya mual, sakit dan segala rasa tidak nyaman lainnya itu harus diajak BERDAMAI bukan DILAWAN.. artinya, ya kita berusaha membuat diri kita sendiri nyaman dengan adanya perasaan itu, mungkin hasil akhirnya bukanlah hilangnya rasa mual, tapi perasaan kita yang lebih ringan meskipun mengalami mual.. yang tentu saja sebenarnya ini juga memperingan rasa mual ya..
      Mungkin bisa dicoba dengan relaksasi sederhana (tarik napas panjang dan lepaskan), kemudian berbicara dengan diri sendiri, ajak diri sendiri bersantai, misalnya dengan tertawa pada diri sendiri dan katakan, "Hihi, ternyata rasanya mual seperti ini ya.. (elus-elus perut), sabar ya Dek.. nanti ilang mualnya Mama makan lagi deh :D"
      Intinya adalah supaya kita bisa memandang 'mual' itu sebagai sesuatu yang ringan, bukan menyiksa dan berat.. insyaallah bisa membuat kita lebih bahagia..
      *sekali lagi, ini jawaban dari orang yang belum berpengalaman, namun bisa dicoba ya.. ditunggu testimoninya.. hihi :D

      Delete
  7. iya Mbak, hamil itu memang menyenangkan dan melahirkan memang tidak seseram yang dibayangkan. Ajaibnya setelah dede bayi dan ari2nya keluar, rasa pegal itu betul2 hilang dari badan, bukan hanya karena melihat dede bayi sudah keluar ya Mbak. Kapan ya saya mendapatkan pengalaman itu lagi..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi.. berarti sudah siap untuk program punya baby lagi nih mbak Riski :D

      Delete

Hai! Terima-kasih sudah membaca..
Silakan tinggalkan komentar atau pertanyaan disini atau silakan DM IG @nianastiningrum for fastest response ya ;)