SOCIAL MEDIA

search

Monday, July 10, 2017

Ganesha's First Innocence Lie

Pada suatu hari…

"Anesh… Anesh tahu enggak kenapa headset Papa ini miring?" pada suatu hari suami saya bertanya pada Ganesh dengan serius sambil memperlihatkan colokan headset yang terlihat miring karena kena panas sehingga plastiknya terkena panas.

Ganesh kemudian tampak memperhatikan headset yang dimaksud suami saya sejenak dan kembali mengalihkan perhatiannya pada hal lain. 

"Anesh panasin headset Papa pake korek enggak?" lanjut suami saya bertanya, karena beberapa hari terakhir Ganesh memang terlihat asyik bermain dengan korek gas. **Iya, ini bahaya, dan kami beberapa kali memperingatkannya** 

Kemudian Ganesh tampak terdiam, lalu menjawab, "Iya. Anesh panasin pake api di kompor…" Dan kami hanya berpandangan… 

"Anesh, lalu kalo mainan Dusty kemarin sebenarnya keinjek atau digunting sih sama Anesh?" Lanjut saya bertanya pada kasus lain, dimana sebelumnya Ganesh mengaku bahwa mainan Dusty (dari film Planes) miliknya patah rodanya karena terinjak, sementara dua pengasuh kami bilang kalau itu digunting oleh Ganesh. 

Sejenak Ganesh kembali terdiam, kemudian menjawab, "Iya, Anesh gunting…" sambil nyengir ke arah saya. ***


Pada hari yang lain… Ganesh saya beri tugas untuk mengantarkan kado untuk seorang temannya yang berulang tahun. Detail tugasnya adalah,

"Anesh ketok pintu rumah Aurel ya… bilang sama om atau tante yang bukain pintu, kalo Anesh mau ketemu Aurel… terus kasih deh kadonya… Atau, kalau Aurel-nya ga ada, Anesh titipin ke om atau tante di rumah Aurel… bilang, ini kado buat Aurel sama Dave…"

Well, saya tahu… Ganesh sebenarnya segan melakukan tugas ini, karena beberapa kali dia bolak-balik lagi ke rumah. Katanya malu! Tapi, terus saya dorong hingga akhirnya dia kembali ke rumah tanpa kadonya, yang ternyata dia tinggal saja di depan rumah Aurel. Lalu saya dorong lagi, hingga kemudian dia pulang tanpa kadonya…

Saya pun bertanya untuk memastikan,

"Anesh, kadonya sudah dikasih?"

"Udah…" jawabnya.

"Dikasih sama siapa?"

"Anesh taruh di depan rumah Aurel" jawabnya.

"Anesh, kalo Anesh taroh di depan rumah aja, Aurel-nya mana tau kalo itu dari Anesh…"

Well, sebenarnya saya sudah kasih tulisan di kadonya sih, saya memintanya memberikan kadonya pada Aurel atau papa-mamanya langsung untuk mengajarinya (sebut saja) bersosialisasi dan bersopan-santun.

"Anesh balik kesana lagi ya… Anesh ketok pintu rumah Aurel, lalu kasih kadonya sama Aurel atau papa-mamanya… siapa aja deh yang bukain pintu… Bilang kalau kadonya untuk Aurel dan Dave…"

Dan setelah sesi memotivasi yang panjang, disertai sedikit pemaksaan akhirnya Ganesh mau kembali ke rumah Aurel untuk menyerahkan langsung kadonya.

Beberapa saat kemudian, dia kembali pulang ke rumah…

"Udah Anesh ketok pintunya? Terus sama siapa Anesh kasih kadonya?" Tanya saya.

"Udah. Anesh kasih sama Papa Aurel. Katanya Aurel sudah tidur. Tadi mamanya ngintip aja dari jendela." Jawab Ganesh.

Hmm, mission complete! Ganesh berhasil memberikan kadonya!

Iya, saya berpikir seperti itu. Sampai akhirnya menerima whatsapp dari Mama Aurel, bilang makasih plus cerita kalo dia kaget ada bungkusan di garasi rumahnya. Yang itu berarti, 'dibohongi' lagi sama Ganesh. Saya benar-benar shock dan terpukul 😭

***

Yes, he's getting smarter! Saya benar-benar tidak menyangka Ganesh bisa mengarang cerita yang sedemikian lengkap! Dia sudah bisa mengarang sebuah cerita yang cukup kompleks dan masuk akal, dia bisa menggabungkan antara imajinasi dan logika untuk membuat mamanya percaya.

Literally, Ganesh memang berbohong. Sesuai definisi berbohong sebagai sebuah usaha untuk membuat seseorang mempercayai sesuatu yang tidak benar. Yes he did it! Tapi saya yakin bahwa dia tidak bermaksud seperti itu, saya yakin bahkan dia belum paham sudut pandang moral dari perilaku berbohong. Itu kenapa saya sebut itu 'innocence lie'… Ganesha's first innocence lie

Sebagai seorang anak-anak, konsep dan pemahaman akan moralitas Ganesh belum lah matang dan kaya. Menurut penelitian beberapa ahli, sejak usia prasekolah, anak-anak mulai menilai sesuatu sebagai 'baik' dan 'buruk' melalui konsekuensi yang ditimbulkan dan juga intensi atau niat untuk melakukan tindakan tersebut. Tindakan memukul misalnya, adalah sesuatu yang buruk karena akan membuat anak lain kesakitan dan menangis. Namun, pada saat itu terjadi karena ketidaksengajaan, maka mereka akan membela diri, karena merasa tidak bersalah.

Dan hal 'berbohong' ini saya rasa memang sesuatu yang cukup unik dan perlu dijelaskan dari hati ke hati dengan anak. Kenapa? Karena anak tidak akan secara langsung bisa memahami konsekuensi buruk dari berbohong… Berbohong tidak akan membuat seseorang sakit atau menangis kan… Anak mungkin cenderung berpikir bahwa tidak ada hal yang salah dari tindakan berbohong, sampai kita bisa memberikan penjelasan yang bisa diterima anak, dan dia setuju bahwa berbohong itu adalah tindakan yang buruk.

Itu kenapa, pada awalnya saya mengira akan kesulitan menjelaskan pada Ganesh bahwa tindakan berbohong itu tidak baik. Tapi, ternyata saya salah!

Saat saya mengajaknya berbicara…

"Ganesh, sini deh…" kata saya sambil berusaha mempertahankan wajah serius dan menahan tawa.

"Kenapa mama?" Tanya Ganesh.

"Tadi barusan Mama Aurel SMS lho…" kata saya sambil memperhatikan mimik muka Ganesh. Dimana dia sepertinya belum tahu arah pembicaraan saya. "Anesh, tadi kadonya ditaruh di depan rumah Aurel kan? Bukan dikasih ke Papa Aurel?"

Dan kemudian Ganesh hanya cengar cengir sambil semakin mendekati saya…

"Anesh, itu namanya bohong ga boleh lho…" lanjut saya berusaha memperlihatkan mimik yang semakin serius dan sedikit 'horor'.

"Emang kenapa?" tanya Ganesh polos…

"Anesh, bohong itu kan bikin orang lain sedih lhoMama sedih lho Anesh bilang kalo kadonya sudah dikasih sama Papa Aurel padahal sama Anesh ditaruh di depan rumah ajaAnesh sedih ga, kalau misal Anesh minta tolong mama simpenin mainan Anesh di lemari, terus mama bilang 'iya', tapi ternyata mama taroh sembarangan aja?"

Ganesh terdiam.

"Anesh janji jangan bohong lagi ya sama mama… " lanjut saya sambil memeluknya, sembari juga berjanji pada diri sendiri untuk mengurangi marah-marah padanya, karena saya pikir intensitas kami marah dan mengomel padanya adalah salah satu pendorong mengapa Ganesh akhir-akhir ini suka 'berbohong'.

Saya pikir, setelah pembicaraan ini akan dibutuhkan penjelasan-penjelasan lain pada Ganesh berkaitan dengan tema 'berbohong'. Saya pikir, setelah ini dia akan masih melakukan 'kebohongan-kebohongan' karena belum benar-benar memahami bahwa berbohong adalah sesuatu yang tidak baik. Saya bahkan masih memasang kuda-kuda setiap kali Ganesh bercerita atau mengatakan sesuatu, karena berpikir bahwa dia akan 'berbohong' lagi.

Tapi, ternyata saya salah. Setelah pembicaraan itu, saya tidak lagi mendeteksi adanya kebohongan dalam perilaku Ganesh. Saya cukup yakin lah kalau Ganesh memang tidak berbohong lagi, karena kan 'bohong'-nya anak kecil itu relatif lebih mudah terdeteksi 😄.

Yah, demikianlah cerita Ganesh kali ini.

Dan dari kejadian ini, ada beberapa hal yang menjadi pembelajaran bagi kami sebagai seorang orang-tua:
  • Anak kecil, kecerdasan mereka berkembang dengan sangat-sangat pesat. Bersiaplah pada suatu saat kita akan terkaget-kaget dengan kepintaran mereka, dalam kasus kami adalah bagaimana Ganesh bisa 'berbohong' sedemikian meyakinkan. Jadi, adalah wajib kita selalu peka, waspada dan selalu update dengan informasi mengenai tumbuh-kembang anak seusia mereka. Jangan sampai lengah! 
  • Yes, anak-anak seusia Ganesh (kurang lebih 6 tahun, usia pra-sekolah) walaupun tampak telah memiliki penalaran yang baik, namun belum memilki konsep yang matang mengenai moralitas. Adapun perilaku buruk yang mungkin mereka lakukan, seringkali tidak disertai pemahaman akan dampaknya pada orang lain. Jadi, ya tugas kita sebagai orang-tua untuk memberikan pemahaman kepada mereka.
  • Saat memberikan pemahaman kepada anak pra-sekolah mengenai aspek moralitas lebih banyak sentuh pengaruh dari suatu perilaku pada orang lain, entah pada fisik atau psikis orang lain. Misalnya tindakan memukul akan membuat orang lain sakit, atau tindakan membentak akan membuat sedih orang lain. Menurut saya, konsep 'dosa' masih terlalu abstrak dan sulit mereka mengerti, jadi belum saatnya digunakan.
  • Lebih sabar… Kurangi marah-marah atau ngomel-ngomel, karena itu akan menekan mereka untuk mencari jalan pintas supaya tidak kena marah atau omel. Ya, ini sulit, kami pun merasa sangat sulit dan seringkali kelepasan. Tapi, bismillah, bisa… bisa… dan kalau gagal terus lakukan lagi dan lagi. Plus, jangan lupa minta maaf, jelaskan pada anak saat kita kelepasan marah yang sekiranya berlebihan. Stress-nya anak-anak ya salah satu sumbernya dari sana. So, finger crossed
Kira-kira seperti itu. Apakah teman-teman punya pengalaman yang sama?

With Love,
Nian Astiningrum
-end-

4 comments :

  1. duuhh... rasanya gemes2 gmn gitu ya.
    masih terus belajar juga soal ini.
    thx for sharing :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama-sama mbak..
      iya.. campur-campur rasanya.. kaget, sedih, was-was, tapi juga lucunya ada rasa kagum, kok dia bisa nalarnya sejauh itu :D

      Delete
  2. punya anak seusia anesh juga. jadi bisa belajar dari cerita mbak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siap-siap terkaget-kaget dengan ulah dan kecerdasan anak usia segini mbak.. mereka jelas bukan anak bau kencur lagi *bayi maksudnya :D

      Delete

Hai! Terima-kasih sudah membaca..
Silakan tinggalkan komentar atau pertanyaan disini atau silakan DM IG @nianastiningrum for fastest response ya ;)