SOCIAL MEDIA

search

Thursday, February 21, 2019

Menguatkan Perilaku Positif Anak dengan Metode Token Ekonomi

"Metode Token Ekonomi apaan sih?" Jika teman-teman bertanya demikian, maka saya justru sebaliknya, sejak beberapa hari yang lalu berpikir, "Apalah namanya metode yang saya cobakan ke Ganesh ini ya…"

Dan akhirnya, setelah mengingat-ingat salah satu topik yang pernah dibahas di kuliah Psikologi Perkembangan bertahun-tahun lalu ini, saya pun ingat… It is 'Token Economy' atau sebut saja 'Token Ekonomi'!
'Token Economy' dalam setting edukasi adalah sistem untuk menyediakan positive reinforcement (penguatan positif) pada anak dengan memberikannya token setelah menyelesaikan suatu tugas atau bersikap seperti yang diharapkan. Setelah terkumpul, token ini kemudian dapat ditukarkan dengan reward yang lebih diinginkannya.
Jadi contohnya gini nih, misalnya si Totok kasih beberapa key behavior untuk mendapatkan token, yaitu: makan sayur, tidur siang, dan bangun tepat waktu. Maka pada saat si Totok melakukan makan sayur, dia akan mendapatkan satu token; demikian juga pada saat dia melakukan tidur siang dan bangun tepat waktu. Token-token ini, selanjutnya akan dikumpulkan dan setelah mencapai kuantitas tertentu dapat ditukarkan dengan hal yang diinginkan si Totok.


Or simpelnya, ya Totok melakukan sesuatu yang kita inginkan untuk mendapatkan yang diinginkannya.

Nah, metode itulah yang saya terapkan pada Ganesh beberapa waktu yang lalu… dengan tujuan utama sebenarnya adalah menciptakan lingkungan yang lebih jelas, sehingga less stressful, sebagai berikut:

Memberikan sasaran kinerja (key behavior) yang jelas bagi dan reward yang akan didapatkan.

Di setiap perusahaan, pasti ada tuh yang namanya penilaian kinerja kan… dimana pegawainya akan dinilai berdasarkan beberapa sasaran kinerja yang ditetapkan untuknya. Dan dari sasaran kinerja itulah kemudian akan diukur keberhasilan atau prestasi dari sang pegawai yang kemudian dari sana akan ditentukan reward untuknya.

Nah, demikian juga dengan Token Economy… Dengan metode ini, Ganesh lebih gamblang memahami sasaran kinerja dan juga reward yang akan didapatkannya jika berhasil melaksanakan sasaran kinerja tersebut.

Hal ini tentu menciptakan suasana yang fair dan jelas sehingga meminimalisir stress yang terjadi karena perasaan, "Sebenarnya apa sih yang harus kulakukan?" atau "Bagaimana sih mendapatkan yang aku inginkan?" atau juga "Aku ini sudah bagus belum sih?" dan sebagainya… akan terjawab dengan jelas.

Memberikan gambaran yang jelas, progress yang dicapai.

Metode Token Economy lebih baik diterapkan menggunakan media yang dapat memberikan visualisasi jelas terhadap pencapaian anak. Misalnya token berupa koin yang ditempatkan pada wadah transparan atau berupa papan dan token ditempelkan.

Dengan cara ini, anak akan dapat melihat dengan jelas sejauh mana pencapaiannya dan juga berapa jumlah token yang perlu dikumpulkannya untuk mendapatkan reward. Metode yang sangat tepat untuk memotivasi anak yang cenderung cepat bosan dan kurang sabaran.


Beberapa Tips dan Trik Menerapkan Metode Token Economy



Pada dasarnya, Token Economy itu ya sesimpel menentukan perilaku yang ingin dikuatkan, menyiapkan media dan juga reward yang akan diberikan. Akan tetapi, agar metode ini lebih efektif, terdapat beberapa tips yang dapat diterapkan… Yaitu:
  • Pilih tiga macam perilaku, sebagai berikut: perilaku yang sudah telah dilakukan anak dengan baik, perilaku yang membutuhkan sedikit peningkatan, dan perilaku yang menantang (jarang dilakukan anak).
  • Sampaikan perilaku yang diinginkan dengan cara yang positif. Misalnya alih-alih menyebut, "Jangan nakalin Adek," maka lebih baik disebut, "Menjaga Adek."
  • Pecah perilaku menjadi hal yang lebih kecil jika dibutuhkan. Misalnya tentang perilaku makan sayur; dapat dipecah menjadi makan sayur pada saat sarapan, makan siang, dan makan malam. Hal ini berguna untuk memecah sebuah perilaku yang cukup berat bagi anak-anak menjadi potongan-potongan yang lebih kecil dan mudah dilakukan. Ingat, tugas yang terlalu berat justru tidak akan memotivasi anak.
  • Siapkan token di tempat yang bisa dengan mudah dicapai anak. Jadi anak bisa segera mengumpulkan atau menempelkan token segera setelah suatu key behavior dilakukannya.
  • Menentukan menu reward yang bervariasi. Misalnya dengan 10 token bisa ditukar dengan jalan-jalan ke taman, 20 token dengan berenang, 30 token dengan main ke taman kelinci, dan sebagainya. Dengan demikian 'permainan' ini menjadi menarik dan anak-anak pun tetap bersemangat.

Latar Belakang Kami Menerapkan Metode Token Economy

Nah, kenapa kami menerapkan metode ini pada awalnya adalah karena mendapati bahwa Ganesh ternyata tampak jenuh dan (sebut saja) stress dengan keseharian dan lingkungannya.  Hal ini kami ketahui dari kecenderungan perubahan perilakunya menjadi mudah marah dan juga hasil ngobrol intensif dengannya.

Dari sini, kemudian ditambah dengan pengamatan kecenderungan kepribadiannya, maka saya merasa metode ini layak dicoba untuk mengurangi perasaan tertekan karena lingkungan. Dimana tertekannya anak itu sebenarnya cukup sederhana, seperti: 

Menginginkan sesuatu namun syarat yang diberikan orang-tua tidak pernah dapat dicapai

Ini lebih ke arah transparansi dan juga semacam raport mengenai progress anak mencapai hal yang diinginkannya.

Jadi begini, kami pernah menjanjikannya membelikan smart watch dengan syarat dia bisa menjadi anak baik. Nah, term 'anak baik' ini ternyata sulit sekali dicapainya; karena hal-hal kecil, seperti rebutan sama adeknya, kelepasan manjat mobil, ngegambarin tembok, dll. Setiap kali melakukan kesalahan semacam itu, ya jadi senjata kami untuk bilang, "Katanya Anesh mau jadi anak baik…" akhirnya dia patah arang dan bilang, "Ya udah, Anesh ga usah jadi anak baiklah…"

Merasa bukan anak baik, sering ditegur karena melakukan kesalahan dan bosan harus melakukan aturan tertentu, karena sesungguhnya tidak merasakan urgensi dari mengikuti aturan tersebut

Nah, loh, kok bisa begitu ya… Yup, jadi, Ganesh ini anaknya cukup kritis sehingga sulit untuk diyakinkan. Dia tidak mudah untuk menerima pendapat orang lain, adu argumen a.k.a ngeyel itu hal yang biasa terjadi.

Seringkali, kami sendiri kehabisan akal untuk menjelaskan suatu hal padanya… Misalnya begini; mengenai tentang kami melarangnya untuk bermain bergantung-gantung di pintu. Dia tidak akan terima dengan alasan bahwa itu berbahaya. "Anesh kan ga jatuh Mama, Anesh pegangan…" begitu argumennya. Dengan begitu, kami pun harus memutar otak untuk menjelaskan konsep abstrak bernama 'risiko' supaya dia bisa sepaham mengenai urgensi dari tidak bermain gantung-gantung di pintu.

Ini hanya satu hal saja… Selain itu, ya masih banyak contoh lain… Dan kami pun bukan Superman dan Wonder Woman yang bisa selalu memuaskan keskeptisan anak. So, ya cara Metode Token Economy ini bisa jadi satu hal yang menguatkan alasannya perlu melakukan suatu hal, meskipun sesungguhnya belum puas benar dengan argumen kami.

***


Dua hal itulah yang kemudian membuat saya merasa bahwa Metode Token Economy ini bisa mengurangi gejolak pikiran Ganesh ini.


Eksekusi Metode Token Economy Kami

Karena anak saya dua, walaupun sasaran utamanya Ganesh, Mahesh juga saya buatkan juga. Cuma, supaya ga panjang, disini saya cerita tentang Ganesh aja ya… Yang punya Mahesh, bisa liat fotonya aja…


Nah, berikut adalah key behavior untuk Ganesh:
  • Be a good brother! Karena Ganeshnya kadang-kadang ngusilin atau ga mau ngalah sama adeknya, jadilah key behavior ini.
  • Helping others! Yup, dalam hal ini Ganesh masih moody banget. Kalau lagi mood-nya bagus, dia akan dengan senang hati membantu kami, tapi kalo lagi biasa aja atau jelek, ya wassalam… And unfortunately dia masih jarang sih dengan inisiatif sendiri membantu orang lain.
  • Eat by yourself! Udah kelas 2 SD, makan sendiri sebenarnya gampil lah buat Ganesh… Cuma, yah, kalo lagi males, anak ini masih suka minta disuapin.
  • Go to school on time! Poin dari key behavior ini sebenarnya adalah di Ganesh bangun pagi dan kemudian cukup kooperatif untuk melaksanakan kegiatan di pagi hari hingga berangkat sekolah. Dalam praktiknya, ini berarti dia perlu bergegas mandi pagi, sarapan, ga banyak main, dan salah fokus.
  • Do not speak bad words! Nah, yang ini sebenarnya pemilihan kata yang kurang ideal sih… cuma saya belum menemukan kalimat yang lebih tepat, yah, kita pakai ini dulu saja. Berkaitan dengan key behavior ini, jadi ceritanya Ganesh nih masih sering mengucapkan kata-kata yang tidak pada tempatnya; misalnya: eek, bauk, dan sebagainya. So, kami perlu mendisiplinkan pemilihan bahasanya sehari-hari.
  • Eat veggetables two times a day! Ganesh suka kok sayur, cuma memang sedikit pemilih sih… So, yes, ini perlu diperkuat lagi…
  • Do homework or Kumon! Ini tipe perilaku yang mudah diselesaikan oleh Ganesh sih… Ditambahkan disini, untuk membuatnya bersemangat!
  • Go to bed on time! Nah, kalo yang ini, memang anaknya perlu di-oprak-oprak (Bahasa Jawa) alias diomelin dulu. Somehow, Ganesh itu susah disuruh tidur, mau siang atau malam. Kadang saya khawatir, untuk ukuran anak kecil 7,5 tahun apa tidurnya yang 8 jam sehari itu cukup.
  • Special awards. Dan yang ini adalah untuk mengakomodir perilaku-perilaku positif yang dilakukannya, tapi tidak termasuk key behavior lainnya. Hmm, tentang ini, jika anaknya kritis sekali, mungkin dipertimbangkan untuk di skip saja. Karena pengalaman saya pada Ganesh, kami jadi suka berdebat soal poin ini. Lesson learned
Selanjutnya, untuk medianya, saya sendiri menggunakan papan styrofoam dan token yang ditempelkan. Dan untuk itu, maka alat dan bahan yang saya pakai adalah: papan Styrofoam berwarna, spidol warna putih, penggaris, kertas origami warna-warni, bolpen, kain flanel, push pin, spidol hitam, gunting, dan double tip.


Adapun cara membuat adalah sebagai berikut::
  1. Buat papan token dengan media styrofoam yang digaris dengan spidol warna putih.
  2. Buat tulisan key behavior yang akan digunakan dengan menggunakan kertas origami warna-warni.
  3. Buat token dengan menggunakan kain flanel. Kalau saya sih memilih bentuk 'love' saja, karena lebih mudah dibuat.
  4. Selanjutnya tempelkan papan token pada dinding dengan menggunakan double tip dan push pin untuk menempelkan token pada dinding. Oh ya menempelkan papan tokennya di tempat yang terjangkau anak ya… jadi mereka bisa menempel sendiri dan lebih bersemangat.
Selanjutnya, setiap sore atau malam menjelang tidur, kita pun mengajak anak-anak me-review kegiatan mereka seharian. Apakah ada kegiatan yang masuk key behavior dan mendapatkan 'love' atau tidak.

Nah, lalu reward-nya apa… Ini jadi hal yang susah buat kami. Idealnya, reward itu sebisa mungkin bukan sesuatu yang sifatnya material kan, tapi ini agak susah, jadi tetap kami sertakan juga supaya lebih bervariasi. Tapi, tetap bukan dalam bentuk nominal uang tentunya, karena kalo begitu sih Ganesh tampaknya akan lebih memilih uang, secara anaknya cinta kebebasan…

Berikut daftar reward proyek Token Economy kami:
  • Kardus bekas (10 token). Believe it or not, Ganesh itu suka banget sama kardus bekas… Kalau liat kardus, udah excited banget anaknya. That's why kami jadikan reward juga, meskipun yakinnya sih dia bakal ngincer reward yang lain.
  • Bahan craft (20 token). Seperti lem, kertas origami, dll; soalnya anaknya suka banget bebikinan. Idenya itu ada aja, kadang tau-tau nelpon, minta dibeliin double tip lah, selotip lah, lem, dll. 
  • Beli mainan di *maret-maret* (40 token). Namanya anak-anak, tiap kali belanja apa, pasti nanya, "Boleh beli mainan ga?" So, yeah, kami rasa yang ini bakalan lebih menarik dari dua reward sebelumnya.
  • Beli buku (80 token). Bukan buku sekolah ya… tapi buku yang sesuai maunya anaknya. Ya buku Lego, dinosaurus, dll. Ini mahal, jadi lumayan banyak lah token yang ditukar ya…
  • Jalan-jalan (100 token). Maksudnya jalan-jalan dalam kota ya… kalau luar kota apalagi luar negri ya harus dibicarakan di luar token.

Hasilnya…

Jeng… jeng… jeng… dan hasilnya adalah… Yes! Anaknya excited banget lho dengan metode ini, even waktu itu masih trial dan reward-nya sebenarnya belum kami declare

Anaknya cukup licik sih… dia ulang-ulang kegiatan yang menurut dia mudah, misalnya di Special Awards itu dia kumpulkan dari membaca buku yang dia suka. Sementara untuk beberapa lainnya yang mungkin sulit baginya, ya dia ga terlalu ngoyo juga…

In resume, beberapa hal yang saya amati dari penerapan Metode Token Economy ini adalah:

Ganesh tampak lebih happy dan excited menjalani hari-harinya, termasuk mengerjakan hal-hal yang selama ini tidak terlalu dia minati.

Saking excited-nya, dia sampai bela-belain telpon papanya yang sedang di luar kota untuk ngabarin pencapaiannya hari itu… Apa yang sudah dia kerjakan hari itu dan juga total token yang sudah dia dapatkan. Dimana ini sesuai dengan tujuan awal dibikinnya proyek Token Economy ini, yaitu menciptakan situasi yang less stressful alias ga bikin stress.

Ganesh lebih bisa berempati dan menghargai kebaikan orang lain padanya.

Yang namanya anak kecil, pemikirannya seringkali masih egosentris sekali alias melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya sendiri. Misalnya dia minta diambilin minum, dia cuma melihat bahwa itu tidak capek baginya, tanpa berpikir bahwa bisa jadi orang lain capek karena permintaan itu.

Lha ini, beberapa hari setelah proyek ini dimulai, kok kemudian suatu hari dia minta diambilin minum dari bawah (anaknya lagi belajar di lantai atas), kok dia nyeletuk, "Mama, Mama itu bikin juga aja kaya punya Anesh biar bisa dapet love juga…"

Dan saya becandain aja… "Emang nanti kalo love Mama udah banyak, siapa dong yang kasih hadiah…"

Yang dijawabnya, "Ya Anesh lah…"

Dan dia tampaknya serius dengan kalimatnya itu, karena beberapa hari kemudian dia kembali mengingatkan saya, "Mama, Mama itu bikin aja lho kaya punya Anesh… dibikin, 'Be a good Mama gitu…' Nanti Anesh kan bisa kasih hadiah kalo udah banyak 'love'-nya…"

Wah, peningkatan banget ini… dia sekarang bisa lho menilai bahwa mamanya bantuin dia ambil minum, pijetin, dan sebagainya itu adalah sesuatu kebaikan. Cukup gimana juga rasanya dia secara implisit mengatakan bahwa apa yang saya lakukan itu adalah satu tanda mama yang baik.

So sweet kan…

Kok bisa begitu?

Menurut saya sih, karena dengan Metode Token Economy ini, kan kita memberikan penghargaan kepada anak berdasarkan key behavior yang dilakukannya. Anak merasa senang dengan penghargaan ini, dan kemudian merasa bahwa orang lain pun jika melakukan hal baik layak untuk diberikan penghargaan.

***

Jadi, menurut pengalaman saya, metode Token Economy ini recommended untuk menguatkan perilaku positif anak. Alasannya, ya bisa lihat di hasil yang sudah saya ceritain di atas ya…

So, yes, it's worth to try ya teman-teman… Jika memang teman-teman pun memiliki masalah untuk menguatkan perilaku positif pada anak. Namun, jika anaknya sangat kooperatif, mudah beradaptasi dengan aturan, mungkin urgensinya pun menjadi berkurang.

Dan sekian saja cerita saya tentang salah satu upaya saya menciptakan lingkungan yang menyenangkan (less stressful) untuk anak sekaligus menguatkan perilaku positif dalam dirinya. Berkaitan dengan tujuan membuat anak-anak lebih gembira dan tidak merasa tertekan, tentu masih ada beberapa usaha yang akan kami lakukan… dan insyaallah akan saya share di blog ini juga.

So, stay tuned ya…

And btw, teman-teman punya pengalaman juga tentang ini? Share dong…

With Love,
Nian Astiningrum
-end-

Monday, February 18, 2019

Dino #1: Pentingnya Mengobrol dengan Anak

Halo teman-teman… Selamat datang di seri fiksi pertama saya… Disini, saya akan bercerita sebuah kisah sehari-hari yang terinspirasi kejadian nyata dengan seedikit didramatisir agar lebih seru tentunya. 

Adapun mengapa saya menulis cerita ini adalah untuk dapat menuliskan pelajaran maupun insight yang terkandung di dalamnya, namun tetap menjaga privasi siapapun.

Happy reading


***

Beberapa waktu yang lalu… (lagi) Indah dipanggil ke sekolah karena ada masalah dengan anaknya, Dino. Bukan dipanggil dengan surat atau gimana untuk datang sih, tapi pas Indah jemput Dino, kemudian dia diminta untuk masuk ke sekolah.


Dipanggil seperti ini untuk kesekian kali, hati Indah sudah tidak karuan rasanya, "Ya Allah ada apa lagi dengan Dino…"

Dan ternyata, (lagi) kali ini Dino melukai temannya, seperti kejadian sebelumnya, dia mencakar temannya. Kali ini, sungguh Indah tidak bisa tenang lagi, hatinya sudah kacau balau rasanya. Apalagi menemukan Dino yang ternyata sedang dalam keadaan marah sekali. Dia hanya diam, menolak untuk bicara, atau pun jika berbicara dia hanya menjawab asal, sama sekali tidak nyambung dengan apa yang ditanyakan Indah atau gurunya.


Ya Tuhan, sedetik kemudian melihatnya, Indah merasa bahwa anaknya sedang menghadapi sesuatu yang besar hingga dia semarah ini. Indah berusaha memeluknya, berbisik, "Dino, Mama ga marah… kita pulang yuk…" Dan dia bahkan menolak pulang…

Dino menolak saat Indah berusaha mendekatinya, dia menghindar dengan berjalan di sepanjang lorong sekolah. Bahkan, beberapa kali, dia berontak saat Indah berusaha memegang tangannya… Indah benar-benar terpukul…

***

Dari gurunya, Indah mendapat informasi bahwa pada saat kegiatan ekstrakurikuler, Dino sempat beberapa kali ditegur pembimbingnya di depan kelas karena keusilannya dan sempat bertengkar dengan siswa lain. Tanpa menyalahkan siapa pun, disini Indah menggarisbawahi 'ditegur di kelas', sesuatu yang memang tidak disukai oleh Dino. Menegur Dino, atau menurutnya anak-anak pada umumnya, lebih baik dilakukan secara personal, atau minimal dengan suara yang kecil supaya tidak menjadi perhatian anak lain.

Namun, Indah pun tidak menyalahkan kejadian ini, hanya menganggapnya sebagai pemicu secara netral. Indah juga sadar kok, lingkungan di luar keluarga adalah sesuatu yang tidak mungkin diubah, so, yes, dia dan suaminya sebagai orang-tua bertanggung-jawab penuh menyiapkan anak-anak untuk beradaptasi.

Setelah kejadian itu, Dino hanya diam karena sangat marah. Dan selanjutnya, dia mencakar temannya yang menurut gurunya mendekati Dino dan bertanya, "Dino kenapa?"

Dan tanpa bermaksud defensif atau membenarkan, Indah pun bisa memahami kenapa Dino melakukan itu. Terkadang, sebagai orang dewasa pun dia melampiaskan emosi pada objek yang salah… And that's what happen to him

***

Beberapa saat membujuknya, alhamdulillah, akhirnya Dino mau pulang bersamanya…

Sepanjang jalan, di dalam mobil, Indah tidak berusaha bertanya apa yang terjadi atau apa pun. Mereka hanya diam hampir sepanjang jalan, sampai mendekati rumah, Indah bertanya kepada Dino, "Dino, kemarin ngajakin ke *ndomaret, jadi enggak?" Dan dia jawab, 'iya', jadi mampir lah mereka ke *ndomaret dekat rumah.

Disana Dino memilih beberapa snack, dan kemudian pada saat hendak pulang, melihat ada tukang balon, dia bertanya, "Mama, Dino boleh beli balon enggak?" And I said, 'yes', jadi mereka pun membeli dua balon, satu untuknya dan satu untuk adiknya.

Dia kemudian tampak ceria kembali… padahal, kurang dari sejam yang lalu saya melihatnya begitu marah, hingga sulit mengendalikan dirinya. Dari sana, kemudian saya menduga bahwa Dino sesungguhnya sedang merasa tertekan atau stress, hingga mudah tersulut amarahnya.

Stress-nya kenapa? Indah menduga salah satunya karena beberapa hari terakhir ini memang dia dan suaminya kurang memperhatian keinginannya. Dia sempat meminta jalan-jalan pas libur, tidak mereka tidak menurutinya karena sedang tukang memperbaiki rumah. Begitu juga pada saat Dino mengajak ke *ndomaret, lagi-lagi mereka tepis begitu saja. Pun di rumah, Indah maupun suaminya tidak terlalu meladeninya karena sedang sibuk ngurusin perbaikan rumah tadi.

Hal sepele sih mungkin buat orang dewasa, tapi kemudian Indah ingat bahwa Dino hanyalah anak kecil. Setelah lima hari penuh sekolah, mungkin dia jenuh, dan kemudian orang-tuanya tidak membantunya untuk melepaskan rasa penat itu. Mungkin, sebenarnya pun dia memendam marah pada orang-tuanya karena kejadian itu, who knows, ini jadi PR Indah malam ini, karena dia masih harus kembali ke kantor untuk bekerja.

Tapi, siang itu saat Indah meninggalkannya, Dino sudah kembali menjadi anak yang ceria… tanpa tersisa sedikit pun amarahnya yang membuat hati Indah kacau balau tadi…

***

Malamnya, setelah sejak sore Indah berusaha mendengar dan merespon Dino dengan lebih baik, sembari memijitnya sebelum tidur, saya mengajaknya mengobrol…

Indah: "Dino, Mama mau ngomong nih sama Dino… boleh kan?"

Dino: "Ngomong apa?"

Dan kemudian Indah bertanya tentang kejadian di kelas ekstrakurikuler…

Indah: "Tadi, Dino marah banget kanapa sih?"

Dino: "Kakak Rio…" katanya sambil hampir menangis. "Tadi Dino dilempar tempat pensil sama Kakak Rio…"

Indah: "Lalu setelah Dino dilempar, Dino gimana?"

Dino: "Ya Dino lempar lagi ke Kakak Rio… Terus Kakak Rio lempar lagi ke Dino…" 

Indah: "Emang kenapa Kakak Rio lempar Dino pake kotak pensil?"

Dino: "Ga tauk!"

Indah: "Dino, Mama nanya ini karena Mama sayang sama Dino lho… Mama enggak marah kok…" Kemudian Intan berhenti sejenak, dan kembali bertanya, "Emang Dino ngomong jorok ke Kakak Rio ya?"

Dino: "Tapi kan 'bauk' itu ga jorok Mama… Kan bisa bau wangi, bau makanan atau bau apa…" 

Dino berusaha menjelaskan… Dan yang Indah tangkap disini adalah Rio merasa tersinggung karena Dino mengatakan sesuatu yang tidak sepantasnya, sementara Dino merasa tidak bersalah dengan apa yang dikatakannya…

Kemudian, Indah pun melanjutkan pertanyaan saya tentang kejadian dengan pembimbing ekstrakurikulernya dan juga dengan teman yang dicakarnya. Namun, tidak banyak yang Indah dapatkan dari sana. Indah mendapat kesan bahwa kejadian yang membuat Dino marah adalah kejadian dengan Rio itu… Mungkin Dino berpendapat, dari kejadian itulah kemudian rentetan masalah menyerangnya…

Kemudian, Indah pun berniat menutup pembicaraan kami…

Indah: "Dino… Dino ini kan anak baik…"

Belum selesai Indah bicara, Dino memotong kalimatnya…

Dino: "Dino kan bukan anak baik Mama…" katanya hampir menangis. "Dino juga ga pinter…" lanjutnya sambil membenamkan wajahnya ke bantal.

Indah: "Eh, siapa bilang Dino itu bukan anak baik? Dino itu anak baik kok… cuma Dino belum bisa mengendalikan marahnya aja… Nanti kita sama-sama belajar mengendalikan marah ya Kak…"

Sejenak Indah diam dan berkata lagi, "Dino tau ga? Pinternya orang itu beda-beda lho… Ada yang pinternya musik, ada yang pinternya bahasa… macem-macem… Dan menurut Mama, Kakak itu pinter musik, kalau nyanyi nadanya pas… ga semua orang bisa begitu lho… Dino juga jago pelajaran Science, Math sama English… Siapa bilang Dino itu ga pinter…"

***

Indah cukup shock dengan obrolan malam itu… Indah menemukan beberapa hal yang tidak disangka sebelumnya. Dino si anak usia 7.5 tahun yang sepertinya baru kemarin masuk TK ini sekarang sudah kelas 2 SD dan punya masalah semacam ini!

Dino ternyata selama ini punya masalah dengan temannya yang mengganjal di hatinya, juga merasa dirinya BUKAN ANAK BAIK dan TIDAK PINTAR?! Dimana sepanjang ingatannya, di bangku SMP dia baru punya masalah macam ini. Ini lho, anak umur 7.5 tahun, baru duduk di bangku kelas 2 SD…

Tapi, kemudian Indah tersadar, bahwa mungkin dia kurang intens mengajak Dino yang beranjak besar mengobrol. Selama ini, obrolan mereka ya seadanya saja, datar-datar dan dangkal-dangkal saja; semacam nanya di sekolah ngapain, dan sebangsanya. Sama sekali tidak ada usaha untuk menggali lebih dalam untuk tahu cerita itu lebih dalam dan juga perasaan serta emosi yang dialami Dino.
Disini Indah pun tersadar, pemikirannya bahwa semakin anak dewasa tanggung-jawab pengasuhannya sebagai orang-tua akan berkurang itu SALAH. Justru dengan semakin besar anak, maka permasalahannya pun akan semakin kompleks. Dan untuk itu, sebagai orang-tua dia harus meluangkan waktu lebih banyak dan berkualitas untuk memahami mereka.
***

Selanjutnya, berdasarkan kisah Dino ini, menurut saya ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengobrol lebih intensif dengan anak:

Bangun kedekatan dengan anak!
Maksudnya dekat secara emosional ya… Caranya banyak… ya dengan banyak ngobrol, main bareng, memperhatikan kebutuhannya (fisik dan psikis), dan sebagainya. Ini tentu bukan hal yang instan, perlu waktu untuk menjadi sahabat anak, anak percaya dengan kita, dan kemudian terbuka.

Cari waktu yang santai dan personal! 
Misalnya pas makan berdua, atau kalau saya paling senang dengan waktu menjelang tidur. Jadi, seringkali kan anaknya minta dipijetin, nah, pas pijet itu kemudian saya sambil cerita ngalor ngidul tentang berbagai hal, termasuk menggali informasi secara lebih mendalam.

Be less judgemental!
Cerita anak itu pada umumnya ya lite-lite aja, bukan sesuatu yang berat; misalnya yang marahan sama temennya lah, dimarahin sama gurunya lah, dan sebagainya.  Tapi, jangan sampai kita menjadi judgemental misalnya dengan bilang, "Ah, Dino sih, masa gitu aja marah sama temennya…" atau "Kaya gitu aja kok dipikirin…" Big no-no! Dengan berkomentar seperti itu, anak akan merasa tidak dipahami, sehingga malas bercerita kepada kita.

Be curious dan take them seriously
Ini berkaitan dengan poin di atas juga… Jadi, selama mengobrol dengan anak, kita harus memperhatikan setiap kata yang diucapkan dan bahasa tubuhnya. Kita juga harus selalu penasaran dengan cerita-cerita anak, mencoba menggali lebih dalam dari apa yang dikatakannya. Misalnya, pada saat anak cerita kalau pas main lompat tali, talinya diambil temannya. Kemudian kita bertanya, "Lalu Dino gimana pas diambil talinya? Marah enggak? Terus temannya gimana?" dan seterusnya, supaya kita mendapatkan informasi yang lengkap mengenai cerita anak, termasuk perasaan dan emosi yang dialaminya.

Sadari bahwa seringkali anak belum memahami perasaan dan motifnya sendiri!
Maksudnya begini, ada kalanya, anak itu tau apa yang dirasakannya atau kenapa mereka melakukan sesuatu. Jadi, jika mereka menjawab, "Tidak tahu…" itu belum tentu karena mereka malas menjawab. Tapi, bisa jadi karena memang mereka tidak tahu. So, tugas kita adalah bertanya secara detail kejadian yang dialami dengan bahasa yang sederhana.

Misalnya, pada saat Dino ditanya Indah kenapa mencakar temannya (Edo) dan dia bilang tidak tahu, maka kemudian Intan dapat bertanya lebih lanjut:

"Tadi, sebelumnya, Edo lagi ngapain sama Kakak?"

"Kakak lagi kesel ya…"

"Kakak ga suka ditanyain?"

Dst.

Sehingga kita kemudian dapat menyimpulkan apa yang sebenarnya menyebabkan anak melakukan suatu tindakan dan perasaan yang dialaminya.

Tutup dengan kesimpulan berupa insight yang menguatkan mereka! 
Yup, ini bagian yang tidak kalah penting, karena ada kalanya anak-anak dengan perkembangan kemampuan kognitifnya yang belum matang tidak mampu mencerna permasalahan yang terjadi ataupun mengambil pelajaran dari suatu kejadian. Jadi, akan sangat membantu jika kita memberikan kesimpulan dan juga insight (pencerahan) agar mereka menyadari makna dari kejadian tertentu. Misalnya…

"Dino, jadi yang Kakak rasain tadi namanya marah… Dino marah karena lagi kesel, eh, malah ditanyain sama temennya…"

"Marah itu ga salah kok Kakak, setiap orang bisa mengalami yang namanya marah… Tapi, cara mengeluarkan rasa marah itu yang harus kita jaga… Kita ga boleh terus nyakar temen kita karena lagi marah atau kesal…"

"Kalau memang kita lagi marah banget, kita bisa kurangin marah misalnya dengan minum air… supaya marahnya sedikit mereda…"

Dst.

***

Yah, kurang lebih seperti itu insight dan sedikit tips yang dapat saya bagikan pada teman-teman semua. Tentu bukan tips yang sempurna ya, karena ini berdasarkan pengalaman pribadi semata. So, jika teman-teman ada yang ingin menambahkan atau sekedar sharing juga, silakan tulis di kolom komentar ya…
Meskipun ada banyak teori parenting tentang membesarkan anak yang baik, sesungguhnya tidak ada yang memberikan jaminan bahwa teori tersebut adalah yang terbaik bukan? Apalagi berlaku pada semua kasus… So, kepekaan kita sebagai orang tua terhadap sinyal-sinyal yang ditunjukkan anak, dan keterbukaan untuk selalu belajar rasanya adalah hal yang paling penting dalam hal ini.
So, tetap semangat ya… Bismillah…

With Love,
Nian Astiningrum
-end-

Thursday, February 14, 2019

'The Lego Movie 2: The Second Part': Jangan Biarkan Anak Salah Memahami tentang Armamageddon

Sebenarnya, nonton film ini bersama anak-anak rasanya ada yang mengganjal! Bukan ga bagus, sama seperti prekuelnya, ide cerita menurut saya cukup cerdas, hanya saja kemudian kurang terasa memberikan pelajaran moral yang mendalam bagi anak. Bukan ga ada ya, hanya kurang, dan salah-salah anak malahan salah paham karena terkecoh dengan pesan yang muncul di permukaan.

Hmm, bingung maksudnya? Baiklah, saya mulai dari plot cerita ini saja…

Jadi, di Film 'The Lego Movie 2: The Second Part' dikisahkan lanjutan dari film pertamanya, di mana di akhir cerita, setelah ayahnya mengijinkan Finn bermain dengan Legonya, kemudian Finn pun diminta mengijinkan adiknya, Bianca, untuk bermain bersama. Dimana hal ini berarti Bianca mulai menginvansi setting Lego yang dibuat oleh Finn dengan setting Duplo-nya.

Poster 'The Lego Movie: The Second Part'. Properti dari Warner Bros

Ingat adegan dimana setelah Emmet dan kawan-kawannya berhasil berdamai dengan President Business, dan kemudian muncullah makhluk asing? Merekalah Duplo yang dibawa oleh Bianca…

Sejak saat itu, pertempuran di dunia Lego antara Lego dan Duplo terus terjadi. Lima tahun kemudian, dunia Lego pun mengalami kehancuran (apocalyptic) dan disebut Apocalypseburg. Keadaan ini membuat warga Apocalypseburg berubah menjadi orang-orang yang keras, kecuali Emmet yang tetap adalah laki-laki manis, ceria dan berpikiran positif.

Pada suatu hari Jenderal Sweet Mayhem, pemimpin dari tentara Duplo datang dan menculik Batman, Lucy, Benny, MetalBeard, dan Unikitty untuk menghadiri pernikahan Watevra Wa'Nabi, ratu dari Systar System… Yang ternyata mempelai prianya itu ya Batman. Yang awalnya menolak, eh, dengan taktik sang ratu akhirnya mau juga.

Pernikahan ini dipercaya akan menciptakan Armamageddon (Our-Mom-Ageddon), yaitu kiamat dunia Lego.

Di tempat yang lain, Emmet kemudian berusaha menyelamatkan Lucy dan teman-temannya, dimana dalam perjalanan dia bertemu dengan Rex Dangervest yang kemudian membantunya dalam misi penyelamatan ini.

Singkat cerita kemudian, Emmet dan Rex Dangervest pun berhasil mencapai Systar System dan bertemu dengan Lucy yang tidak dicuci otaknya oleh pasukan Duplo. Mereka pun kemudian menyusun rencana untuk menggagalkan pernikahan Queen Watevra Wa'Nabi.

Semua berjalan sesuai rencana, sampai Lucy yang bertempur dengan Mayhem akhirnya menyadari bahwa Queen Watevra Wa'Nabi maupun Systar System tidak pernah memiliki niat buruk, apalagi akan memicu ternjadinya Armamageddon. Dan justru pernikahan itu akan menyelamatkan dunia Lego dari Armamageddon.

Lucy kemudian berusaha memberi tahu Emmet akan hal ini, namun Emmet tidak mempercayainya dan tetap menghancurkan kuil tempat pesta pernikahan Queen Watevra Wa'Nabi dilakukan. Dimana kejadian ini didunia nyata adalah Finn menghancurkan kuil Lego buatan Bianca. Dan hal ini kemudian membuat Mama mereka berdua marah dan meminta Finn dan Bianca mengumpulkan Legonya dan memasukkannya dalam kotak. Inilah yang disebut sebagai Armamageddon…

Ternyata tokoh antagonis dalam cerita ini adalah Rex Dangervest, yang kemudian diketahui adalah Emmet yang berasal dari masa depan. Adapun misi Rex Dangervest (Emmet dari masa depan) kembali ke masa ini adalah untuk memastikan Emmet yang manis, ceria dan berpikiran positif menjadi dirinya yang berhati keras.

Untuk itu, kemudian Rex membuang Emmet ke Galaxy Londri (di dunia nyata adalah kolong mesin cuci) dengan maksud agar hati Emmet pun mengeras sehingga eksistensi dari Rex di masa depan tetap terjaga. Dimana ini digagalkan oleh Lucy yang berhasil membebaskan dirinya dari kotak mainan. Dengan demikian keberadaan Rex pun hilang dari waktu…

Akhirnya, Queen Watevra Wa'Nabi pun menikah, dan hal ini di dunia nyata merepresentasikan Finn dan Bianca yang kemudian bermain bersama. Hal inilah yang kemudian membuat mama mereka kembali mengijinkan mereka bermain dengan Legonya, yang ini berarti bahwa Armamageddon berhasil digagalkan dan keberadaan dunia Lego tetap terjaga.

***

Cerita secara keseluruhan sih cukup smart menurut saya… Untuk konsumsi orang dewasa, kejadian paralel antara dunia nyata dan dunia Lego ini yang saya maksud. Tapi, untuk konsumsi anak-anak, kok ya saya kurang sreg jika mereka kemudian berpikir bahwa mereka harus bermain bersama dan tidak saling rebutan atau berantem itu supaya tidak dimarahin mamanya dan terjadi Armamageddon.

Ini dangkal banget lah menurut saya… Dua orang saudara bermain bersama-sama, saling berbagi, tidak menang-menangan, dan sebagainya itu bukan karena nanti kalo berantem akan dimarahin mama. Tapi, karena sebagai sesama manusia apalagi bersaudara,  sudah selayaknya mereka saling menyayangi, dan bisa lho mereka ini bermain bersama, senang-senang bersama, tanpa saling menang-menangan atau egois dengan keinginan masing-masing.

Di situ yang menurut saya harus diluruskan sih pada anak-anak. Jangan sampai pemahaman mereka jadi melenceng sependek, "Kalo aku berantem sama Adek, nanti mama marah… Jadinya ada Armamageddon deh kaya di Film Lego…" Ibu-ibu juga ga mau kan?

Saya tetap suka sih sama film ini, karena menghibur banget… dan sebenarnya tetap bisa dijadikan referensi untuk mengajarkan bahwa kakak dan adik itu bisa bermain bersama-sama tanpa saling egois dengan keinginan masing-masing. Tapi, ya itu tadi, anak-anak harus diajak ngobrol setelahnya ya ibu-ibu, bahwa mereka bermain bersama-sama itu bukan biar mama ga marah, tapi karena sebagai saudara ya sudah selayaknya saling menyayangi, mengalah sedikit biar bisa main bareng, dan sebagainya.

Jadi, bukan mengharamkan film ini ya… cuma kita sebagai orang-tua perlu meluruskan pada anak-anak saja…

***

Kurang lebih seperti itu pendapat saya… Setiap anak menonton tayangan apapun, meskipun dia sudah diberi label Semua Umur (SU), akan lebih baik kita tetap mendampingi dan memberikan pemahaman mengenai film pada anak-anak.

Kalau menurut teman-teman bagaimana?

With Love,
Nian Astiningrum
-end-

Saturday, February 9, 2019

'Idola Mama Homemade': Sebuah Proyek Idealis Makanan Sehat Keluarga

Halo 2019! Wohoo! Saya benar-benar excited dengan tahun ini, secara akhirnya mendapatkan lebih banyak kelonggaran untuk melakukan berbagai hal berkaitan dengan mimpi saya. Baiklah, saya memang seorang ibu dua orang anak, pun dengan embel-embel seorang pekerja full time. Waktu adalah sesuatu yang sungguh-sungguh sempit dan langka, namun bukan berarti pula bahwa saya kehilangan waktu untuk bermimpi. Selama beberapa lama, mereka hanya tertidur, dan begitu waktunya tepat, mereka pun berbalik membangunkan saya.

Ya, beberapa mimpi kemudian membangunkan saya sejak akhir tahun 2018 lalu… dan 2019 ini saya benar-benar bersemangat untuk mewujudkannya. Salah satunya adalah proyek bertajuk Idola Mama Homemade yang kami (saya dan suami) mulai sejak Bulan September 2018 lalu…

***


AWAL MULA TANPA RASA PERCAYA DIRI

Semua berawal dari idealisme saya sebagai seorang ibu yang berusaha memberikan nutrisi terbaik dan makanan sehat untuk anak-anaknya. Dari sana, kemudian saya menjadi sangat selektif dengan makanan yang dikonsumsi anak-anak. Bukannya, mengharamkan 100% bahan-bahan yang kurang baik untuk kesehatan; seperti MSG, pewarna, perasa, pengawet, dan sebangsanya; namun sebisa mungkin mencari alternatif makanan yang tidak mengandung bahan-bahan tersebut. Kalaupun terpaksa, maka konsumsi seminimal mungkin dan sejarang mungkin.

Yup, saya tipe ibu yang lumayan ketat nih soal makanan sehat…

Kalau saya dan suami yang notabene orang dewasa sih cincai lah ya… sudah bisa mengatur diri sendiri apa yang baik dan tidak baik untuk diri kita, soal nafsu makan juga sudah bisa menyesuaikan dengan preferensi kesehatan tadi. Tapi, untuk anak-anak kan tidak begitu… Mereka tahunya ya makan itu yang enak dan yang mereka pengen.

Kondisi itu kemudian menjadi semakin kompleks pada saat mereka mulai sekolah dan harus membawa bekal ke sekolah. Pagi hari yang sempit itu, harus menyiapkan diri ke kantor dan anak-anak ke sekolah, menyiapkan bekal jadi tidak bisa terlalu all out… dan makanan praktis pun jadi salah satu solusi pada saat kepepet. Chicken Nugget adalah salah satu solusinya…

Ya, sesungguhnya Chicken Nugget ini bukan hanya makanan favorit bagi anak-anak, tapi juga ibunya. Kenapa? Karena dia begitu praktis, tinggal goreng saja dan sebagian besar anak pun sangat menyukainya. Tapi, sejauh pengetahuan saya, Chicken Nugget yang beredar di pasaran itu tentu saja mengandung MSG (Mono Sodium Glutamat), pengawet, pewarna, dan bahkan perasa lainnya… 

Karena itulah, kemudian saya mulai mencoba-coba berbagai resep Chicken Nugget rumahan sejak kurang lebih 4 tahun lalu. Sampai akhirnya, menemukan perpaduan bumbu yang pas dari eksperimen ini dan saya ikuti sampai sekarang, karena sudah pas di lidah saya dan anak-anak. Tak lupa juga saya tambahkan wortel sebagai pelengkap nutrisi, karena ada kalanya kan anak-anak males makan sayur ya…
Saya udah super bangga lah dengan resep Chicken Nugget yang biasa saya bikin buat anak-anak. No MSG, no pengawet, bahan-bahan juga pilihan, ada wortelnya, plus anak-anak suka… sudah paling TOP lah pokoknya…
Tapi pada saat suami bilang, "Mama, nugget-nya ini enak lho, coba kita jual aja… pasti banyak yang mau…" saya tetap merasa tidak sepenuhnya setuju sih.


Saya jelas merasa tidak percaya diri kalau orang akan sependapat dengan suami saya yang notabene memang cukup sensitif dengan MSG. Padahal, sebagian besar orang ya pasti lebih menyukasi sesuatu yang gurih dan enak kan, yah, saya ga yakin lah Chicken Nugget saya bisa bersaing dengan produk serupa di pasaran.

Belum lagi kebayang ribetnya pemasaran Chicken Nugget tanpa pengawet, yang tidak tahan lama pada suhu ruangan.

Jadi, sebenarnya waktu itu saya ga terlalu setuju sih dengan pendapat suami. Tapi… karena suami keukeuh mau coba jualan di kantornya, ya baiklah, kita coba saja…


TESTIMONI POSITIF DAN LAHIRNYA 'IDOLA MAMA HOMEMADE'

Mewujudkan keinginan suami, beberapa hari kemudian sengaja saya menggoreng Chicken Nugget cukup banyak untuk dibawa suami ke kantor sebagai tester. Dipotong-potong dengan ukuran lebih kecil tentu saja, biar semua kebagian, hihi…

Dan di luar dugaan, beberapa saat kemudian suami mengirimkan Whatsapp, bercerita kalau teman-temannya di kantor bilang kalo Chicken Nugget-nya enak, sampai berhasil mendapatkan order sebanyak 2 kg! Angka yang cukup membuat saya ter-wow-wow… "Eh, ternyata Chicken Nugget saya ada yang suka lho…"

Orderan pertama kami. Waktu itu untuk berat pun belum standard dan packaging pun seadanya dengan distaples.


Dari sini, kemudian saya mulai berpikir, kalau Chicken Nugget Homemade tanpa MSG dan pengawet seperti ini memiliki pasar yang cukup luas. Dulu, saya mikirnya ya, orang cenderung tidak akan terlalu ambil pusing soal makanan sehat sampai ribet cari Chicken Nugget tanpa MSG dan pengawet. Jadi, ya dagang Chicken Nugget Homemade kaya gini itu bakalan susah cari peminatnya, ternyata enggak lho… Di lingkungan kita aja cukup banyak yang suka kok…

Yang suka makanan sehat itu banyak… yang ga suka micin tapi suka Chicken Nugget juga tidak sedikit…

Jadi, saat libur, kami eksekusilah orderan itu, sekaligus sengaja saya lebihin buat tester di kantor saya sendiri… Mulai penasaran nih ceritanya, kalau di kantor saya kira-kira bakalan ada yang pesen enggak…

Dan ternyata… wow, saya dapat pesanan sekitar 6 kg! Benar-benar tidak menyangka! Termasuk tidak menyangka rempongnya juga sebenarnya… Semua harus saya kerjakan sendiri, karena kebetulan suami dinas keluar kota dan ART pun sedang tidak ada, haha… Benar-benar libur itu diisi dengan kegiatan ngulen adonan dan melapisi Chicken Nugget dengan tepung panir. Asli capek banget… tapi senangnya sungguh tak terkira…

Penampakan kurang lebih 6 kg Chicken Nugget sebelum dipack.

Ya, banyaknya order waktu itu memang karena faktor masa promosi dan harganya juga diskon lumayan sih… Tapi, tetap, kami tidak menyangka kalau animo teman-teman bakalan sebesar ini…
Karena penerimaan dan testimoni positif beberapa konsumen pertama ini, kemudian muncul rasa percaya diri bahwa Chicken Nugget Homemade saya ini memang lumayan juga lho!
Dan selanjutnya, saya pun rutin mengadakan PO (Pre OrderChicken Nugget Homemade setiap minggu. Jadi, setiap Senin sampai Jumat saya menerima pesanan, Hari Jumat sore sampai Minggu proses produksi hingga pengepakan, dan Senin didistribusikan kepada pemesan. Ya namanya juga tanpa pengawet dan konsumen pun masih terbatas, jadi ga berani nyetok.

Dengan sistem ini, alhamdulillah order terus mengalir meskipun tidak sebanyak waktu masa promo tentu saja… Dan yang terpenting, kemudian kami pun menemukan pelanggan-pelanggan loyal yang selalu repeat order… benar-benar confidence booster!

Beberapa testimoni konsumen yang sempat diarsipkan

Dari sanalah kemudian saya mulai mantap untuk menekuni bisnis ini dan mulai memikirkan packaging dan logo untuk produk kami.

Dan setelah melalui proses berpikir dan mempertimbangkan, akhirnya saya memutuskan bahwa proyek ini akan diberi nama 'IDOLA MAMA HOMEMADE'. Frasa IDOLA MAMA dipilih karena proyek yang berawal keinginan saya untuk memberikan makanan sehat dan nutrisi terbaik bagi anak-anak ini saya harapkan dapat membantu ibu-ibu di luar sana. Yang juga memiliki keinginan sama namun terkendala waktu dan tenaga. Harapannya makanan homemade ini bisa menjadi idola ibu-ibu tersebut sebagai partner memberikan makanan sehat bagi buah hatinya.


Sedangkan kata 'HOMEMADE' sendiri sengaja dipilih karena memang proses pembuatannya rumahan atau homemade dan dalam bayangan saya, kedepannya produk kami bukan hanya Chicken Nugget saja, tapi berkembang varian rasa lain atau jenis makanan lain. Jadi, sengaja tidak menunjuk spesifik pada Chicken Nugget saja.

Untuk logonya sendiri diadaptasi dari logo blog lemonjuicestory saya, karena menurut saya gambarnya sangat representatif dengan frasa 'Idola Mama'… Doodle seorang wanita yang memegang microphone, selayaknya artis/idola hanya saja tampak begitu sederhana. Macam ibu rumah tangga biasa yang menjadi idola bagi anak-anaknya.


TANTANGAN PENGEMBANGAN BISNIS

Kepercayaan diri adalah hal yang penting dalam membangun sebuah usaha, namun bukan berarti langkah selanjutnya akan semulus jalan tol tentu saja. Sejauh ini, ada beberapa tantangan dalam pengembangan proyek makanan sehat dengan konsep homemade ini.

Chicken Nugget Homemade tanpa MSG dan pengawet ini punya sejumlah keunikan, di antaranya adalah tidak tahan lama di suhu ruangan. Disamping itu, karena bahan-bahannya (bisa dibilang) premium harganya jualnya tidak bisa ditekan demikian murah jika menggunakan bahan tambahan lainnya. Dari dua karakteristik ini, kemudian kita harus jeli menentukan strategi pemasaran yang tepat.
Untuk sebuah produk yang belum dikenal, tidak diproduksi oleh perusahaan yang punya nama, harganya tidak bisa dibilang murah, pun gerak distribusinya terbatas karena tanpa pengawet; strategi produksi dan pemasaran menjadi hal yang cukup tricky.
Dengan karakteristik produk yang semacam ini, maka beberapa hal harus diperhitungkan dengan matang berkaitan dengan pengembangannya.

Pengenalan produk dan kelebihannya pada masyarakat. Saat ini pengenalan produk telah dilakukan melalui social media Instagram dan Facebook, namun belum optimal karena terkendala waktu.

Mendapatkan bahan-bahan yang sehat dan berkualitas dengan harga yang bersaing. Karena kapasitas produksi tidak terlalu tinggi, sehingga sulit mendapatkan harga grosir. Selama ini, untuk mendapatkan bahan baku, saya harus hunting ke berbagai pasar modern maupun tradisional untuk mendapatkan harga yang terbaik. Dimana hal ini tentu saja memakan banyak waktu dan bahkan tidak leluasa dilakukan karena kesibukan lainnya.

Memastikan bahwa Chicken Nugget yang sudah diproduksi segera terjual supaya jangka kadaluarsa masih cukup lama di tangan konsumen. Karena itulah, saat ini mekanisme pemasaran masih mengandalkan sistem PO (Pre-Order), yaitu kosumen memesan dulu baru kemudian dibuat Chicken Nugget-nya dan diterima. Dengan sistem PO semacam ini, tentu membatasai juga kapasitas produksi dan pengembangannya.

Mendistribusikan Chicken Nugget pesanan teman-teman di kantor

Pengiriman dari tempat produksi kepada konsumen, karena Chicken Nugget tidak tahan lama pada suhu normal. Biasanya, jika pengiriman cukup jauh dan tidak menggunakan termos es dan Styrofoam, maka saya akan membungkus Chicken Nugget dengan kertas koran tebal untuk mempertahankan suhunya, dan ini bisa tahan sampai dengan kurang lebih 1,5 jam. Jadi jarak maksimal kurang lebih 40 km. Untuk ini, dan karena belum memiliki tempat dan jam produksi permanen, maka masih menggunakan layanan pengiriman instant yang tentu jauh lebih mahal daripada pengiriman makanan.

Kapasitas produksi yang rendah karena peralatan dan waktu yang terbatas. Sejauh ini, pengerjaan mayoritas masih saya lakukan sendiri. Adapun asisten hanya membantu pada kegiatan seperti mengupas dan memarut wortel, mencuci peralatan, dan melapisi Chicken Nugget dengan tepung panir. Praktis, untuk kegiatan produksi hanya bisa dilakukan pada Hari Jumat sepulang kerja, dilanjutkan Hari Sabtu dan Minggu untuk proses selanjutnya.

Rekor saya sejauh ini memproduksi Chicken Nugget adalah sekitar 6 kg atau sebanyak 30 bungkus dan itu cukup menguras keringat. Proses produksi juga cukup lama karena peralatan masih terbatas, sehingga masih berganti-gantian. Cuci-lap-pakai.

Varian produk yang sangat terbatas. Saat ini, jenis produk yang ditawarkan hanya satu saja, yaitu Chicken Nugget Original. Beberapa kali konsumen sempat nanya juga, ada produk lain ga dan bahkan request Chicken Nugget dengan varian tertentu. Baiklah, mengandalkan satu varian saja mungkin memang tidak terlalu mendukung pengembangan bisnis ini menjadi lebih besar, karena konsumen tidak punya pilihan lain dan belanjanya jadi tidak terlalu banyak.


RESOLUSI BISNIS 2019

Tahun 2018 telah berlalu, dan bisnis Chicken Nugget IDOLA MAMA HOMEMADE ini pun telah berjalan kurang lebih 3 bulan lamanya. Pada awalnya, bisnis ini memang tidak lebih dari proyek coba-coba, tapi seiring berjalannya waktu, semakin banyak testimoni positif dan pelanggan setia, keinginan mengembangkannya lebih besar pun muncul.

Ya, kami ingin mengembangkan IDOLA MAMA HOMEMADE agar bisa menjangkau lebih banyak pelanggan. Dan untuk itu, maka beberapa hal yang perlu dilakukan adalah:
  • Melakukan diversifikasi produk, sehingga konsumen tidak bosan dan memiliki banyak pilihan akan makanan sehat yang praktis disajikan.
  • Menemukan supplier bahan baku dengan harga yang bersaing, sehingga dapat menghemat biaya produksi dan memaksimalkan keuntungan.
  • Menambah peralatan, sehingga lebih menghemat waktu pengolahan, sehingga kapasitas produksi pun meningkat. 
  • Memiliki tempat berjualan dengan lokasi dan jam operasi yang cukup permanen untuk bisa mendaftar pada provider ojek online, sehingga dapat menjangkau pelanggan yang lebih luas.
  • Mempunyai asisten khusus yang bertanggung-jawab untuk membantu proses produksi, mengelola pemasaran (menunggu tempat usaha), serta menangani konsumen online maupun offline.
Nah, berkaitan dengan pencarian bahan baku dengan harga bersaing dan penambahan peralatan, baru-baru ini saya baru tahu bahwa ada lho solusinya secara online! Selama ini kan saya terkendala waktu untuk bisa survey ke beberapa tempat untuk membandingkan harga beberapa barang, ternyata, saya baru tahu bahwa (semacam) tempat kulakan online bernama Ralali.com. Istilahnya B2B marketplace, yaitu marketplace yang dikhususkan untuk transaksi Business to Business (B2B), jadi tempat khusus untuk mencari berbagai bahan baku atau peralatan secara grosir dengan harga yang bersaing untuk keperluan usaha. 

Namanya bisnis rumahan yang baru dirintis, kami belum bisa sih beli bahan dalam skala grosir untuk dapat potongan harga. Jadi, biasanya untuk mendapatkan harga bahan yang cukup miring, kan saya harus berburu promo ke berbagai toko, yang notabene jauh dan menghabiskan waktu juga. Jadi ya, konsep seperti ini memang solutif banget!

Mengenai kredibilitasnya, pun tidak perlu diragukan lagi, karena ternyata marketplace ini sudah hadir sejak tahun 2014 dan terus berkembang hingga menerima berbagai penghargaan sampai saat ini. Di antaranya sebagai pemenang Indonesia Rice Bowl Startup Awards dalam kategori Best Business Automation Tools 2018! Dasar saya aja yang baru mulai belajar bisnis ya, jadi belum kenal konsep begini.


Beberapa waktu yang lalu, dalam rangka menambah varian produk, saya sempat mampir juga ke website-nya untuk mendapatkan bahan baku dengan harga yang lebih masuk akal. Secara, sebelumnya, saya sempat beli ke supermarket dan dibuat kecewa karena promo salah satu bahan, yaitu keju, ternyata sudah berakhir dan harga satuannya menjadi lumayan tinggi.

Dan yuhu! Di sini, ternyata harganya lebih miring, lebih masuk akal lah buat diolah dan dijual lagi. Jaman sekarang memang luar biasa perkembangan teknologi ya, membangun sebuah usaha jadi jauh lebih mudah dan ga serumit bayangan saya sebelumnya. Saya jadi makin optimis, bisa membesarkan bisnis ini di tengah sempitnya waktu yang saya miliki.

Soalnya survey dan berbelanja bahan baku di sini benar-benar super hemat waktu, beneran sesimpel kaya belanja online biasa, hanya bedanya harganya grosir. Tinggal ketik barang yang kita cari di kolom 'search', selanjutnya akan muncul berbagai pilihan dari mitra yang ada. Oh ya, kalau misalnya ada pertanyaan pun bisa langsung chat dengan mitra, misalnya terkait pengiriman dan sebagainya. Super helpfull lah pokoknya…


Habis itu, langsung deh cari aplikasinya di App Store supaya bisa lebih praktis cek-cek bahan lain pas ada waktu luang. 

Kalau bisa sih, semua selain bahan segar beli online aja deh, supaya ga repot lagi, waktu bisa dipake buat yang lain-lain kan. Bisa buat coba resep baru, bisa buat handling socmed-nya Idola Mama Homemade, dan sebagainya; karena ya PR-nya Idola Mama Homemade masih banyak banget…

***

Dan, demikian lah cerita singkat saya tentang proyek 'IDOLA MAMA HOMEMADE' yang sedang saya geluti saat ini. Yang awalnya bisa dibilang tidak terlalu serius direncanakan, tapi pada akhirnya menjadi sangat exciting, karena menyadari bahwa dari sini tidak hanya persoalan materi yang saya dapatkan. Tapi juga rasa puas karena membantu banyak keluarga memperoleh makan sehat di tengah keterbatasan waktu dan tenaga yang dimiliki. 

Itu juga yang membuat saya bersemangat mengembangkannya menjadi lebih besar lagi, karena itu sama dengan lebih banyak keluarga yang mendapatkan makanan sehat seperti yang saya berikan untuk anak dan keluarga saya.


Begitu kira-kira teman-teman… Mohon doanya untuk IDOLA MAMA HOMEMADE ya… Semoga bisa berkembang lebih besar lagi dan menjadi solusi makanan sehat bagi lebih banyak keluarga. Amiin.

With Love,
Nian Astiningrum
-end-

Thursday, February 7, 2019

Jumat Sehat Bersama Tumpeng Enak Lampung

Hari Jumat, di berbagai kantor memang identik dengan hari bebas ya… Lebih santai sih tepatnya, karena di Hari Jumat biasanya berbagai instansi akan mengadakan kegiatan di luar rutinitas kantor, misalnya seperti bekerja bakti membersihkan lingkungan, senam pagi bersama, jalan santai di lingkungan kantor, atau pun 'Tea Morning'. Sesuatu yang bagus sekali menurut saya; karena selain berperan aktif dalam menjaga kesehatan, kebersihan atau efektifitas komunikasi antar pegawai dengan manajemen; berbagai kegiatan ini pun merupakan sarana melepas kepenatan dari berbagai rutinitas kerja.

Di kantor kami sendiri, kegiatan setiap Jumat pun sebisa mungkin divariasikan agar tidak membosankan memperoleh manfaat yang maksimal. Seperti halnya Jumat 11 Januari 2019 lalu, dimana kami mengadakan acara dengan tajuk "Friday is a Healthy Day" sebagaimana instruksi dari Unit Induk kami.

Untuk acara ini, kami telah merancang berbagai kegiatan, di antaranya senam pagi bersama dilanjutkan dengan sarapan bersama, sosialisasi mengenai program perusahaan dan pembagian doorprize kecil untuk memeriahkan suasana.

***

Sesuai jadwal, pukul 7:00 pegawai sudah berdatangan ke kantor dengan menggunakan baju olah-raga masing-masing. Dan sekitar pukul 7:20 pun acara dimulai dengan senam pagi bersama dipandu instruktur yang berbeda dari sebelumnya… 

Untuk instruktur senam memang sebisa mungkin berubah tiap acara, supaya tidak membosankan, dan ndilalahnya instruktur hari itu benar-benar baru plus gerakan-gerakannya ga seperti biasanya, jadi kami cukup excited.


Ya, gimana ga excited coba, ini instruktur ngajakin kami senam muka plus totok wajah juga… Padahal doi kan cowok, gayanya juga maskulin abis, ya lucu aja sih menurut saya… 😂 Ditambah lagi kemudian ada sesi tanya jawab kesehatan, yang… yah, boleh lah… Lumayan memberi kami pencerahan tentang kesehatan dari sisi (sebut saja) atlet senam.

Ini nih senam muka yang lumayan bikin heboh itu…

Setelah senam dan konsultasi kesehatan selesai, kemudian kami pun beralih ke acara selanjutnya, yaitu sarapan pagi bersama dan sosialisasi beberapa program perusahaan oleh manajemen.

Ada dua program perusahaan yang disampaikan oleh manajemen kali, yaitu pertama adalah mengenai Quantum Leap PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan berkaitan dengan Asset Management oleh Manager Unit Pelaksana Pembangkitan (UPDK) Bandar Lampung. Dan kedua adalah launching dan sosialisasi penggunaan tumbler menggantikan botol kemasan plastik untuk mengurangi sampah plastik.


Jadi, PLN pun sejak Januari 2019 kemarin secara bertahap melakukan program pengurangan sampah plastik melalui beberapa program, salah satunya adalah penggunaan tumbler ini. Pada awal implementasi program, tentu kami pun belum bisa menghilangkan sepenuhnya kebiasaan menggunakan kemasan plastik, tapi kami berkomitmen untuk terus melakukan pengurangan semaksimal mungkin.

Oh ya, dan yang tidak bisa ditinggalkan dari kegiatan ini sesungguhnya adalah menu sarapannya! Yes, sarapan kali ini kami memesan bento nasi tumpeng dari Tumpeng Enak Bandar Lampung. Ini kali kedua sih, kami menggunakan nasi kuning sebagai jamuan, sebelumnya pernah juga tapi dalam bentuk Tumpeng Mini (Tumini).


Seperti biasa, menu Tumpeng Enak selalu menimbulkan excitement tersendiri! Bentuknya itu lho, sangat menggugah selera! Dan jangan lupakan juga rasanya yang enak banget… Pokoknya menu ini selalu berhasil bikin teman-teman sekantor penasaran pesennya dimana, karena memang dia cocok banget digunakan untuk acara-acara spesial.

Dalam satu paket Tumpeng Mini atau Bento Nasi Kuning, juga telah diberikan stiker yang desainnya menyesuaikan request kita. Gimana ga spesial coba…


Seperti biasa, pelayanan Mbak Pipit owner Tumpeng Enak pun sangat-sangat memuaskan… Huhu, seperti biasa, kami ini sukanya dadakan kalo ada acara, dan alhamdulillah pesanan kami masih bisa di-handle oleh Mbak Pipit dan tim, padahal kami pesannya H-2…

Karena terburu-buru ini pula, kami tidak sempat meminta kemasan dikonvert ke bahan lain selain plastik, huhu… Tapi, gapapa, it's OK don't be sad… belajar dari kekurangan hari itu, next time kami ga adain acara dadakan-dadakan lagi deh… Insyaallah…

Oh ya, emang nasi kuning itu sehatkah? Ini acaranya kan Jumat Sehat, haha… 😀

Hmm, dari sisi nutrisi, ya tidak diragukan lagi menunya Tumpeng Enak ini bisa dipastikan sehat ya… Karena di dalamnya ada juga urap dan ayam goreng yang notabene adalah sumber mineral dan protein. Paling yang perlu dijaga adalah karbohidrat dari nasi kuningnya sih, karena kan dia pakai santan ya… Kebutuhan kalori tiap orang sih beda, jadi ya harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing sih. 

Kalau saya sendiri, sebagai penganut sarapan pagi buah, yah, ini disimpen dulu buat makan siang, hehe… Ya makanan enak ini, sayang bangetlah kalo ga dimakan kan… **Ga mau banget rugi…**

Oh ya, kalau mau pesen Tumpeng Enak juga, bisa cek Instagram mereka @tumpeng.enak ya…

***

Ya gitu deh, acara kami Jumat kemarin itu… Saya pribadi sebagai salah satu yang bertugas sebagai (sebut saja) panitia, puas banget dengan keseluruhan acaranya. Semua terlihat bahagia dan kegiatan pun berjalan dengan sangat lancar.

Nah, kalo di tempat teman-teman sendiri, Jumat pagi biasanya ada acara apaan nih? Share dong… 

With Love,
Nian Astiningrum
-end-