Seperti apa sih
gambaran permasalahan sampah di Jakarta? Karena saya sudah cukup lama tidak
berkunjung ke Jakarta, saya menggunakan cara googling menggunakan kata kunci “Sampah
Jakarta 2013” untuk mengetahui gambaran permasalahan ini. Dan berikut adalah
beberapa hasil pencarian saya melalui Google pada 28 Juni 2013:
|
Print Screen Hasil Pencarian Melalui Google
Kata Kunci: “Sampah Jakarta 2013” Tanggal: 28 Juni 2013
|
|
Sumber: Artikel “Sampah Jakarta yang Tidak
Pernah Habis”
Publikasi: DetikNews1
|
|
Sumber: Artikel “Jokowi Cek Gunung Sampah di Kali Bakti”
Publikasi:Kompas.com2 |
|
Sumber:
Artikel “Sampah di Jakarta Membuat Celaka Ibu Kota”
Publikasi: Surya Images3 |
Gambaran di atas cukup memperlihatkan parahnya
permasalahan sampah di Jakarta. Dan tentu kita tidak perlu mempertanyakan
kembali urgensi penyelesaian permasalahan “padang, bukit atau sungai sampah” di
atas; siapa sih yang mau tinggal ditempat
seperti itu? Karena selain menyebabkan berbagai penyakit seperti diare, infeksi
saluran pernapasan atas, gatal-gatal dan leptospirosis4, sampah juga
membawa dampak psikologis. Tinggal di lingkungan dengan pemandangan penuh
sampah, dengan segala polusi yang ditimbulkannya; tentu menimbulkan ketegangan (stress)tersendiri bukan? Bayangkan jika
anak-anak harus tumbuh disana, maka akan timbul dampak jangka panjang mengingat
masa kanak-kanak adalah masa pembentukan kepribadian seorang individu5.
Bayangkan anak-anak ini tumbuh menjadi pribadi yang tidak peduli dengan lingkungan
dan mengajarkan nilai-nilai serupa pada anak-anaknya, permasalahan sampah itu
akansemakin berkembang luas. Bukan tidak mungkin sampai pada tingkatan ekstrim
yang digambarkan dalam Film Wall-E6; dimana bumi tertutup dengan
sampah dan manusia harus mengungsi ke luar angkasa.
|
“Membuang
Sampah Pada Tempatnya”
Tindakan dasar
yang harus kita lakukan Untuk memerangi permasalahan sampah
Gambar diambil dari: ttp://www.teachforindonesia.org/
|
Perhatian Pemerintah mengenai permasalahan sampah tercermin
dalam Undang-Undang No.18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan
Pemerintah No.81 tahun 2012, yang mengamanatkan perubahan paradigma pengelolaan
sampah dari “Kumpul – Angkut – Buang” menjadi “Reduce, Reuse dan Recycle (3R)”9.
Untuk mendukung program ini, pertama perlu dilakukan evaluasi terhadap konten dan
pelaksanaan sarana-prasarana pengelolaan sampah yang ada saat ini; seperti
Manajemen Sampah (Waste Management)
yang digunakan serta kebijakan dan produk hukum sebagai sistem reward dan punishment bagi masyarakat seperti
undang-undang, Peraturan Daerah (Perda) Pengelolaan Sampah8 dan penghargaan Piala
Adipura10.
Selanjutnya, yang tidak kalah penting kita harus
memperhatikan kesiapan masyarakat untuk mendukung program tersebut, dalam hal
ini “kesadaran” memegang peran penting. Pendidikan moral untuk anak-anak merupakan
keharusan, karena di masa itulah kesempatan terbesar kita untuk menanamkan berbagai
nilai kebaikan, termasuk kepedulian terhadap lingkungan. Beberapa cara yang dapat kita tempuh untuk mensiasati hal ini
adalah dengan memberikan edukasi pada orang-tua maupun memasukkan pendidikan
moral dalam kurikulumnya. Di Negara Jepang, kita tahu bahwa pendidikan moral
merupakan fokus utama dari pendidikan dasar, baik melalui kurikulum maupun
rutinitas dan interaksi sehari-hari11. Selain melalui orang-tua dan pendidikan formal di lingkungan
sekolah, kita juga dapat mengadakan berbagai program dengan tujuan melakukan
internalisasi nilai kepedulian lingkungan; misalnya dengan mengadakan kunjungan
ke tempat pengelolaan sampah, nonton bareng film berbau lingkungan (misalnya
Wall-E), Recycling Camp dan
sebagainya.
|
Sosialisasi akan
pentingnya pendidikan moral sejak dini Tempelkan di ruang tunggu dokter kandungan, RS, dsb.
|
Lalu bagaimana dengan masyarakat dewasa? Tentu mereka pun harus kita dorong untuk mendukung
program 3R, hanya saja dengan treatment
yang berbeda. Reward dan punishment merupakan salah satu cara
yang paling efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dewasa. Caranya adalah
melalui kebijakan resmi yang disebutkan di atas atau melalui Program Bank
Sampah. Program Bank Sampah merupakan suatu ide yang briliant; karena menjadi solusi permasalahan kurangnya kesadaran
masyarakat akan pengelolaan sampah, jujur saja tentu banyak di antara kita yang
merasa malas untuk melakukan pemilahan sampah atau bahkan sekedar membuang
sampah pada tempatnya. Melalui Program Bank Sampah, masyarakat akan diajarkan
bahwa sampah memiliki nilai ekonomis, sehingga mereka tergerak untuk mulai
mengelola sampah dengan baik.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup pada bulan Mei 20129;
terdapat 886 buah Bank Sampah yang berjalan dengan 84.623 nasabah, 2.001.788 kg
sampah perbulan yang dikelola dan menghasilkan uang sebesar Rp. 3.182.281.000/bulan.
Statistik tersebut meningkat dari data Februari 2012, dimana hanya terdapat 471
Bank Sampah dengan 47.125 nasabah, 755.600 kg sampah perbulan yang dikelola dan
menghasilkan uang Rp. 1.648.320.000. Berdasarkan data tersebut, berarti hanya
dalam waktu kurang lebih tiga bulan, terjadi peningkatan 100% jumlah Bank
Sampah yang beroperasi. Hal ini tentu sangat positif, selanjutnya kita perlu
bekerja lebih keras untuk merangsang pertumbuhan Bank Sampah lebih banyak dan
lebih cepat lagi. Langkah pertama adalah dengan memberikan sosialisasi kepada
masyarakat luas mengenai sistem Bank Sampah dengan cara mudah diterima, dapat
berupa booklet, buku, film, poster
dan sebagainya. Pemerintah Kota, juga bisa mensosialisasikan hal ini secara top down ke perangkat-perangkat di
bawahnya dan alangkah baiknya bila disertai suatu target untuk membangun Bank
Sampah pada lokasi-lokasi tertentu. Untuk itu, sebelumnya Pemerintah Kota perlu
melakukan survey untuk mendata, lokasi-lokasi mana yang strategis untuk
didirikan Bank Sampah (misalnya dari segi jenis pemukiman dan data volume
sampah setiap bulan).
Bank Sampah tentu akan lebih menarik bagi masyarakat menengah
ke bawah yang biasanya tinggal di perkampungan. Sedangkan untuk masyarakat
menengah ke atas yang tinggal di komplek perumahan relatif mewah, tentu nilai
ekonomi sampah tidak cukup menarik perhatian mereka. Untuk masyarakat menengah
ke atas yang tinggal di perumahan elit, kita bisa menerapkan program yang saya
sebut “Donate Your Trash”. Sama dengan
Bank Sampah, Donate Your Trash mendukung
program 3R dengan mendorong masyarakat untuk melakukan pemilahan sampah. Perbedaan
keduanya terletak pada sumber motivasinya; jika pada Bank Sampah berupa uang,
maka pada Program Donate Your Trash adalah
harga diri, kepercayaan diri, penghargaan dari lingkungan maupun moralitas. Hal
ini merujuk pada Teori Maslow12 mengenai Hirarki Kebutuhan yang
menjadi motivasi perilaku individu; (dari paling dasar ke yang paling tinggi) kebutuhan
fisiologis, keamanan, cinta dan memiliki, harga diri dan aktualisasi diri.
Secara konkret,
hal ini dapat dilakukan dengan menempatkan tempat sampah dengan beberapa label
serta tentunya slogan “Donate Your Trash”
di area-area dimaksud; misalnya perumahan elit, pusat perbelanjaan, bandara dan
sekolah. Sampah minimal dilabeli dalam empat kategori; yaitu plastik, kertas,
logam, organik dan mixed.
|
Contoh Label
yg Ditempelkan di Tempat Sampah
"Donate Your Trash"
|
Supaya hasilnya terlihat nyata, program ini perlu
direncanakan dan dilaksanakan secara profesional; dana hasil pengumpulan sampah
program ini harus dikelola dengan baik. Dokumentasikan dengan baik; melalui
website, media massa dan sebagainya, sehingga masyarakat luas merasakan makna
dari sampah yang mereka donasikan bagi masyarakat yang membutuhkan dan tergerak
untuk lebih “memperhatikan” sampah yang mereka hasilkan. Bahwa sampah itu bisa
lebih berarti dengan sedikit usaha mereka, dengan demikian akan lebih banyak
orang yang terinspirasi dan tergugah kesadarannya akan pengelolaan sampah.
Jika dirangkum, menurut pandangan saya, memang pendidikan
memegang peran penting dalam penyelesaian permasalahan sampah di Jakarta; baik
itu melalui pendidikan formal maupun melalui kegiatan-kegiatan untuk menggugah
kesadaran masyarakat. Karena jika kita berhasil menyadarkan lebih banyak orang akan
pentingnya pengelolaan sampah dan menanamkan kesadaran anak-anak akan
lingkungan; maka kita mendapatkan jaminan bahwa saat ini permasalahan sampah
akan sedikit demi sedikit berkurang, dan dalam waktu 10 atau 20 tahun mendatang
kita akan mendapatkan generasi yang mencintai lingkungan dan akan menjaga bumi
ini sebaik-baiknya.
With Love,
Nian Astiningrum
-end-
Referensi:
- http://news.detik.com/readfoto/2013/04/29/142855/2233031/157/1/sampah-jakarta-yang-tidak-pernah-habis?nd771104fvt
- http://lipsus.kompas.com/gebrakan-jokowi-basuki/read/xml/2013/01/27/10444698/Jokowi.Cek.Gunung.Sampah.di.Kali.Bakti
- http://www.suryaonline.co/images/sampah-jakarta-membuat-celaka-ibu-kota/#.UcvI96yjITE
- http://www.tempo.co/read/news/2013/01/23/214456396/Sampah-dan-Penyakit-Banjir-Belum-Berlalu
- Sigelman,
Carol K. & Rider, Elisabeth A. 2012. Life-Span
Human Development, 7th Edition. Canada: Wadsworth.
- http://en.wikipedia.org/wiki/Wall-e
- http://en.wikipedia.org/wiki/Waste_management
- http://news.liputan6.com/read/592309/berani-buang-sampah-sembarangan-di-dki-denda-rp-50-juta
- Kementerian
Lingkungan Hidup.2012.Profil Bank Sampah
Indonesia 2012. Kementerian Lingkungan Hidup
- http://id.wikipedia.org/wiki/Adipura
- http://www.education-in-japan.info/sub1.html
- http://www.psychologytoday.com/blog/hide-and-seek/201205/our-hierarchy-needs