Versi video disini:
"Calistung alias Baca Tulis Hitung itu tidak boleh diajarkan pada anak sebelum usia 7 tahun!"
Hmm, jujur, pada awalnya saya mengamini statement ini begitu saja. Saya merasa bahwa di usia kurang dari 7 tahun, ada banyak hal lain yang lebih penting untuk diajarkan pada anak selain calistung. Saya pun merasa bahwa calistung sendiri tidak termasuk dalam tugas perkembangan anak-anak di bawah usia 7 tahun.
Yang sebenarnya tidak sepenuhnya salah sih, tapi perlu dikaji lebih dalam tentang beberapa hal, terutama mengenai definisi mengajarkan calistung yang dimaksud itu seperti apa. Simpelnya, kalo ngajak anak nyanyi 'Satu Satu Aku Sayang Ibu' aja masa iya ga boleh? Padahal jelas disitu juga ada muatan hitungannya lho... Iya apa iya?
Ini yang saya rasakan pada saat si Ganesh mulai masuk TK di sebuah sekolah yang menggunakan Metode Montessori. Disana saya melihat bagaimana anak-anak mulai dikenalkan pada bunyi dan huruf dengan metode bermain, misalnya main tebak huruf sebelum masuk kelas. Juga menyiapkan anak-anak untuk belajar menulis dengan kegiatan meremas, mewarnai, dan sebagainya.
Yes, ternyata belajar baca-tulis-hitung itu bisa banget dikemas dalam bentuk permainan yang jauh dari kata stressing (atau membuat stress), dan bahkan sangat menyenangkan untuk anak-anak. Well, dengan metode seperti ini sangat tidak ada salahnya untuk 'mengajarkan' calistung pada anak dari usia dini pun kan?
Jadi, dulu pun saya santuy aja dan sepakat pada saat Ganesh mulai diajarkan calistung sejak TK dengan Metode Montessori tersebut. Dan meskipun pada saat masuk SD dia belum lancar baca, tidak lama kemudian dia sudah bisa baca.
Tapi, kemudian pandemi pun melanda saat adiknya, Mahesh, duduk di bangku TK A... kegiatan belajar online membuat peran saya sebagai orang-tua dan pendidik menjadi jauh lebih besar dari sebelumnya. Kalau dulu, ya cukup antar jemput anak sekolah sambil sedikit-sedikit mengamati perkembangannya. Setelah pandemi, saya merasa punya beban untuk memastikan Mahesh bisa membaca, sehingga tidak kesulitan pada saat masuk SD nanti.
Dari sana kemudian saya mencari lebih banyak mengenai pengajaran baca tulis melalui Metode Montessori yang minim stress. Karena yang saya tahu belajar membaca itu yang dengan mengeja, saya tidak tahu bagaimana cara mengajarkan anak membaca dan menulis dengan Metode Montessori ini.
Dan gayung bersambut, saat itu kemudian saya menemukan Buku 'Montessori: Keajaiban Membaca Tanpa Mengeja' karya Ibu Vidya Dwina Paramita.
BACA TULIS DALAM METODE MONTESSORI
Dalam Metode Montessori, anak dikategorikan mampu membaca jika mampu mengorelasikan rangkaian huruf yang dia 'baca' (bunyikan) dengan maknanya.
Jadi, jika seorang anak mampu 'membaca' sebuah kata atau kalimat misalnya, tapi tidak memahami makna dari kata atau kalimat yang baru saja dibacanya itu, maka dia baru masuk pada tahap 'membunyikan huruf'.
Karena itu, mengajarkan anak bahwa membaca itu adalah kegiatan yang menyenangkan kemudian menjadi hal yang sangat penting. Karena dari rasa menyenangkan itu, anak akan lebih mudah untuk memahami makna dari rangkaian huruf yang dia baca. Bukan sekedar buru-buru membunyikan huruf dan skip proses memaknainya.
So, belajar membaca harus jauh-jauh dari aktivitas yang justru membuat anak merasa tertekan.
TAHAP PRA-MEMBACA
Yup, dalam Metode Montessori ada dua tahapan pengajaran baca dan tulis pada anak, yaitu tahap pra-membaca dan teknis membaca.
Pada tahap pra-membaca, anak belum dikenalkan dengan huruf, namun lebih ke kegiatan yang membuat anak tertarik untuk membaca juga kegiatan mengenal bunyi, kata, kalimat, serta makna. Misalnya dengan berbincang, membacakan cerita, maupun bernyanyi. Kegiatan ini bisa dimulai pada usia yang sangat dini, bahkan sejak dalam kandungan.
Selanjutnya anak-anak juga perlu diajak mengenal bentuk, tekstur, ukuran, berat dan arah benda, yang akan berguna nantinya untuk mengenali huruf. Termasuk juga kegiatan fisik seperti makan sendiri, menuang, memasukkan benda ke wadah, meronce, memukulkan palu pada paku, dan sebagainya yang akan melatih koordinasi tangan serta matanya.
TAHAP TEKNIS MEMBACA
Nah, lalu kapan saatnya anak diajarkan untuk mengenal huruf (mengorelasikan huruf, bunyi, dan makna)?
Berikut adalah checklist untuk menilai kesiapan anak memasuki tahap teknis membaca yang dapat digunakan sebagai pedoman:
- Anak memahami minimal 100 kata,
- Anak dapat berkomunikasi dua arah,
- Anak dapat memahami jalan cerita dalam kisah pendek yang dibacakan,
- Anak dapat membedakan bentuk segitiga, persegi, dan lingkaran,
- Anak dapat mengklasifikasikan objek berdasarkan kesamaan dan perbedaannya serta menyebutkan alasan pengelompokan,
- Anak dapat memahami konsep sebab akibat sederhana.
So, menjawab pertanyaan, 'kapan sebaiknya mengajari anak membaca', jika maksudnya adalah tahap teknis membaca, maka jawabannya bukanlah usia ataupun jenjang pendidikan, tapi kesiapan anak. Dimana kesiapan anak ini akan berbeda-beda satu sama lain, ada yang bahkan di usia empat tahun sudah bisa membaca dengan sendirinya, ada juga yang mulai siap pada usia pra-sekolah (TK).
Potensi anak berkaitan dengan literasi tentu berbeda-beda yang juga mempengaruhi kapan kesiapan ini muncul. Dan tugas pendidik maupun orang-tua adalah mengoptimalkan potensi ini, yaitu menyiapkan anak pada tahap pra-membaca. Sebuah tahap yang sangat krusial supaya anak mencintai kegiatan belajar dan membaca.
Begitu kira-kira teman-teman jawabannya dari berbagai sumber yang saya baca.
***
Nah, selanjutnya gimana gambaran tahapan pra-membaca dan teknis membaca ini? Hmm, ini juga lumayan seru dan rada bikin bingung awalnya. Dalam Metode Montessori ada istilah 'writing before reading' atau 'menulis sebelum membaca'. Nah loh, gimana tuh ceritanya? Kita bahas di post dan video berikutnya ya teman-teman.
Stay tuned dan tetap semangat!
With Love,
Nian Astiningrum
-end-