Seminggu ini, (sebut saja) Sekar dan Ratna lagi-lagi menjadi hot topic infotaintment Indonesia
(paling tidak itu pengamatan saya dari video yang di-share di social media). Masih seputar isu Sekar yang merebut Galih
dari Ratna, yang notabene adalah
orang yang melambungkan nama Sekar pertama kali di jagad hiburan. Dan kemudian,
kesan inilah yang membuat Sekar memiliki begitu banyak haters alias
pembenci, yang rajin menyatroni akun-akun social medianya dan menebarkan cacian
hingga sumpah serapah. Bahkan, konon hal ini pun akan terjadi juga pada
orang-orang yang berani mem-posting
fotonya bersama Sekar. Waktu itu berita yang sempat mencuat adalah (sebut saja)
Bagas yang mem-posting fotonya
bersama Sekar dengan caption yang menantang para haters. Dan
benar saja, foto Bagas dan Sekar itu sukses mengundang para haters berkunjung
dan meninggalkan berbagai cacian. Bagas pun kemudian menghapus foto tersebut
dari akun instagramnya. Luar biasa ya!
Baik, kembali ke topik… Hmm, bukan perseteruan Sekar dan
Ratna sih yang ingin saya bahas disini, tapi mengenai latar belakang kenapa
mereka berdua kembali menjadi buah bibir di seantero Indonesia. ‘Sebuah
permintaan maaf’ dari seorang Sekar kepada Ratna yang disampaikan melalui
wawancara dengan (sebut saja) Riko yang diunggah di youtube. Disitu Sekar
mengklaim bahwa dia sebelumnya sudah meminta maaf dan Ratna pun bilang sudah
memaafkannya, namun pada saat bertemu di rumah sakit untuk menjenguk anak Ratna
(dengan Galih yang menjadi anak tiri Sekar) dan Ratna menolak ajakannya
berpeluk-cium, saat itu Sekar merasa bahwa Ratna belum benar-benar memaafkannya
hingga akhirnya meminta maaf melalui wawancara yang diunggah di youtube
tersebut.
Nah, disini nih yang membuat saya tergelitik, memang apa sih
definisi ‘maaf’ menurutnya? Apa menurut dia itu berarti mengembalikan segala
sesuatunya seperti sedia kala sebelum apapun kejadian yang terjadi di antara
mereka? Apakah ini seperti jika dua orang sahabat kemudian kembali bersahabat
setelah salah satu dari mereka merebut suami yang lainnya? Atau dua orang
mantan kembali berpacaran setelah salah satunya ketahuan selingkuh? Atau seperti
suami istri yang bercerai kemudian kembali rujuk walaupun sang suami telah
menikah dengan selingkuhannya? Jawabannya tentu 'tidak' bukan…
Mengutip pernyataan dalam sebuah buku* yang cukup
menginspirasi saya: “…memaafkan bukan
adopsi dari posisi superior. Juga bukan menerima kekasaran orang lain dan
berpendapat hal itu dapat diterima, jika demikian berarti tidak jujur.
Memaafkan adalah melihat tidak ada landasan untuk adanya menyalahkan, berarti
ada dasar tidak berdosa. Perilaku seseorang tidak dapat dirasionalkan. Dia
melakukan dengan caranya. Mungkin motivasi lain dapat mendorong perilakunya,
seperti rasa takut atau keegoisan… Memaafkan adalah pengalihan dari apa yang
kita lihat secara fisik dan mencari kebenaran yang ada di balik ego seseorang.”
Di balik pernyataan itu terkandung makna bahwa memaafkan berarti tidak lagi
mempermasalahkan tindakan buruk seseorang kepada kita. Pasti ada alasan dibalik tindakan buruk itu;
mungkin kelemahannya, keinginannya, ambisinya, kekhilafannya atau apapun; dan kita menerimanya. Tapi, bukan berarti jika lantas kita harus
bersikap seperti sebelum kejadian buruk itu terjadi. Memaafkan tidak sama dengan kemampuan menghapus segala memori yang
menimbulkan rasa sakit. Kita hanya manusia biasa yang memiliki
keterbatasan, sehingga ada kedekatan intensitas tertentu atau perbuatan
tertentu yang mengembalikan ingatan kita pada peristiwa itu, luka yang sama. So, adalah hal yang bisa diterima jika
kemudian kita berkata, “Aku memaafkanmu,
tindakan yang kamu lakukan dengan segala alasanmu, aku tidak menghakimimu,
tidak memintamu membayar apapun atas lukaku, tidak lagi sakit hati dan
mengutukmu, tapi aku tidak ingin bertemu atau berhubungan lagi denganmu…” Manusiawi kan?