25 Maret 1985, 29 tahun yang lalu saya terlahir di dunia. Kalau menurut cerita Ibu, tepat pukul 00.25 waktu itu, saya lahir, menangis begitu keras dan anjing-anjing di sekitar RS yang belum mendapat fasilitas listrik di malam hari pun menggonggong bersahutan. Hihi, lumayan spooky ya :D.
Menurut cerita Ibu, dulu saya adalah bayi yang sangat merepotkan. Setiap hari, sudah bisa dipastikan, dari jam 21:00 saya akan menangis non-stop sampai pukul 04:00. Hmm, berarti kurang lebih 7 jam ya… 7 jam setiap hari saya nyusahin Ibu yang waktu itu ditinggal Bapak kuliah di Bandung. Nyusahin Mamak (panggilan untuk Bude) yang tinggal serumah dan membuatnya harus mendendangkan kudangan ‘Kintong-kintong’ yang legendaris dalam hidup saya. Juga nyusahin Om saya, yang katanya waktu itu sedang ujian, dan tidak bisa berkonsentrasi karena tangisan dan suara kudangan Mamak. Tapi anehnya, menurut Ibu, saya akan tidur pulas semalaman saat Bapak sedang di rumah, semacam konspirasi saja :D.
Menginjak usia kanak-kanak, saya tumbuh menjadi anak yang keras kepala, semua keinginan saya harus dituruti! Buah kesukaan saya adalah nanas, dan setiap ke pasar, saya akan minta dibelikan nanas, padahal waktu itu Ibu bercerita kalau uang belanjanya pas-pasan saja. Tapi sayang, dasar anak kecil yang keras kepala dan belum dewasa, saya pun menangis di depan si penjual nanas. Hmm, entah bagaimana perasaan Ibu waktu itu, mungkin antara sedih, marah dan kesal :(. Dan pola itu, selalu saya ulangi untuk mendapatkan keinginan saya yang lain; boneka, baju baru, tas dan sebagainya. Masih dulu, kata Ibu, saya adalah anak yang mudah sekali demam. Bukan karena infeksi virus atau bakteri, tapi karena dimarahi. Iya, saya adalah seorang yang sangat perasa sejak kecil. Masih ada dalam ingatan saya, bagaimana merasa sangat sedih dan bersalah hanya karena dimarahi atau sedikit mendapat teriakan.
Menginjak dewasa, ya, semua kepribadian yang sudah nampak sedari kecil itu pun menemukan bentuknya. Saya tumbuh menjadi gadis yang sangat keras kepala, tapi sekaligus begitu perasa. Karena itu, saya pun sering beradu pendapat dengan Bapak yang memiliki karakter serupa. Hihi, akhirnya disini saya juga menyusahkan Bapak, dan tentu saja Ibu juga yang pusing memikirkan anaknya yang tidak bisa dinasehati :D. Ah, tapi untungnya Bapak, Ibu dan orang-orang di sekitar saya berhasil menanamkan nilai-nilai kebaikan dalam diri saya. Walaupun keras kepala, saya tidak pernah berbuat negatif. Kekerasan saya hanya sampai tahap kukuh mempertahankan pendapat dan tidak mau mengikuti nasehat orang lain yang menurut saya tidak benar atau tidak efektif :D.
Karena kekerasan hati dan begitu sensitifnya perasaan saya, masa remaja terasa seperti rollercoaster penemuan jati diri. Ada banyak pertentangan dalam jiwa saya waktu itu. Ada kalanya ingin melakukan sesuatu, tapi tidak menjadi kenyataan karena takut gagal, kemudian merasa bersalah. Dan seringkali sifat perasa saya mengganggu pola pergaulan saya dengan teman-teman sebaya. Sampai akhirnya, dengan berjalannya waktu, pencarian jati diri itu pun menemukan titik terang atau lebih tepatnya titik nyaman. Yaitu titik dimana saya benar-benar mengenali siapa diri saya dan menerima komplikasi yang mungkin ditimbulkannya dalam kehidupan. Duh, berat sekali ya… Ya, proudly said, “That’s me :D.” Kalau menurut salah satu teori kepribadian sederhana Hartman, Color Code, saya ini ‘Biru’ dengan secondary color ‘Merah’. Maka dari itu, sangat wajar sering mengalami tekanan. Tertarik dengan Teori Color Code, bisa baca tulisan saya disini.
Monggo lho dinikmati
‘Brownis Kukus Pandan Coklat’ sama ‘Madu Mongso’-nya
Habis itu, jawab pertanyaan di jurnal saya ini ya :D
Dan 29 tahun itu ternyata terasa singkat sekali. Si gadis keras kepala yang perasa dan pemalu itu akhirnya lulus kuliah, merantau untuk pertama kali dalam hidupnya dan bertemu pangeran dalam mimpinya. Selanjutnya, happily ever after? Hmm, mungkin kata ‘hidup bahagia selamanya’ di dongeng-dongeng itu hanya untuk mempersingkat cerita ya :D. Iya, saya bahagia, tapi di dalamnya pasti masih tetap ada ‘riak-riak kecil’ sampai ‘gelombang besar’ yang kadang mengombang-ambingkan jiwa saya. Hanya saja, alhamdulillah, tidak sampai mengkaramkannya :). Sampai saat ini pun, saya masih sering mengkoreksi makna hidup bagi saya, apa tujuan saya di dunia dan pemikiran-pemikiran filosofis lainnya. Ada kalanya juga, saya merasa bersikap terlalu keras, terlalu sensitif dan semacamnya, sehingga kembali me-review semua itu.
Untuk itu, entah wangsit dari mana, saya mendapat ide ini! Hari ini tanggal 25 Maret 2014, tepat saat berusia 29 tahun, saya membawa kue untuk dibagikan pada teman-teman dengan syarat… Saya meminta teman-teman untuk menuliskan pendapat mereka tentang diri saya, tentang hal yang menurut mereka harus dipertahankan atau dikurangi. Jadi hasilnya apa? Yes, banyak dari mereka yang bilang kalau saya ini ‘cerewet’ :D. ‘Cerewet’ bukan dalam artian suka ngomong setelah saya gali lebih dalam dari mereka. Tapi, suka ngasih tau begini-begitu, harus ini-itu dan ngotot. Ahaha, maafkan ya, sepertinya ini bentuk lain dari sifat keras kepala saya, begitu juga dengan paket ‘cuek’-nya, yang sepertinya adalah dampak dari ‘kebandelan’ saya sehingga sering tidak terpengaruh dengan pendapat orang lain :D. Iya, saya terima semuanya, dan juga akan menjadi reminder agar saya tidak lepas dari rel normalitas sehinggag meresahkan orang di sekitar saya. Dan yang baik-baiknya, hmm, itu juga sebagai reminder untuk mempertahankan hal-hal positif yang membuat orang-orang nyaman di dekat saya :).
Hasil Penjebakan :D [hal. 1]
Hasil Penjebakan :D [hal. 2]
Hasil Penjebakan :D [hal. 3]
Hihi, jadinya terasa semacam penjebakan bagi mereka, karena saya tahu, bukan hal yang mudah untuk mengungkapkan sifat negatif seseorang pada si empunya sifat :D. So, salut dan sangat berterima-kasih buat teman-teman yang mau mengikuti permainan saya ini, hihi :D. Permainan yang membuat saya sedikit bercermin seperti apa penampakan saya bagi orang lain :). Dan inilah saya, si anak kecil yang suka panas kalo dimarahin dan hobi nangis di depan penjual nanas itu setelah 29 tahun :D.
Bagaimana dengan teman-teman? Adakah yang mendadak mempunya ide aneh-aneh untuk merayakan ulang-tahunnya? Atau ada juga yang bernostalgia seperti saya?
With Love,
Nian Astiningrum
-end-