SOCIAL MEDIA

search

Wednesday, December 26, 2018

Belajar Biologi dengan Film Free Willy: Escape From Pirates Cove (2010)

Fiuh, akhirnya… setelah berjibaku sekian lama dengan pekerjaan yang 'mendadak rame' kurang lebih enam bulan kebelakang, Sabtu (22 Desember 2018) lalu menjadi tonggak kelegaan yang tidak terkira dalam rutinitas saya. Libur panjang, teman-teman… tanpa cuti pun, ditambah dengan cuti bersama di tanggal 24 Desember 2018, total saya bisa menghirup napas lega selama empat hari! Empat hari tanpa harus bangun jam 5:00 pagi, tanpa harus mandi pagi dan menyiapkan anak-anak ke sekolah, menyiapkan bekal, tergesa-gesa mengantar ke sekolah, atau memikirkan pengasuh, karena mbak Susi sedang sakit.

"Yesss!" Tak terkira senangnya… Saya mungkin kelihatan tenang di luar, tapi dalam hati rasanya guling-guling saking hapy-nya…

Dan liburan panjang yang jadi panjang banget karena cuti saya selama tujuh hari di-acc oleh atasan ini sesungguhnya mengandung dua misi. Pertama, untuk menjenguk Bapak (Mbah Akung-nya anak-anak) yang kemarin sempat dirawat di rumah sakit. Kedua, untuk 'bermain bersama anak-anak'. Iya, saya pakai istilah bermain saja daripada 'menebus kesalahan' kan… padahal memang sebenarnya memang demikian. Setelah kurang lebih enam bulan ini saya banyak menyisipkan kebutuhan mereka di antara kesibukan mereka, selama liburan ini saya ingin menjadikan mereka prioritas utama saya…

Bukan berarti kemudian selama 24 jam sehari kesibukan saya hanya akan tentang duo cemplon ini sih… Karena saya masih harus sibuk beberes rumah (ingat, mbak sedang tidak di rumah), masih mau curi waktu buat nulis blog juga seperti malam ini, masih mau update instagram juga, dan banyak lagi… Tapi, ya saya akan lebih pay attention dan involved dalam kegiatan anak-anak. Misalnya, lagi cuci piring, eh tiga-tiba ada panggilan, "Mama, itu kok mobilnya berubah jadi traktor… sini dulu deh…" Yah, saya dengan sukacita akan segera datang menjelaskan, "Oh… itu si Cruz lagi inget pas latihan sama McQueen sama Smokey aja… pas latihan kan sama traktor…" Walaupun, ini cerita 'Cars 3' sebenarnya sudah belasan kali diputar. Dan sebagainya… akan panjang kalau diceritakan semua…

Nah, berkaitan dengan misi kedua ini, saya pun terlintas untuk membuat satu kegiatan utama setiap harinya untuk dikerjakan bersama anak-anak. Bayangan kegiatannya apa saja sudah ada sih di kepala saya, tapi memang sengaja tidak dijadwal, alias biar saja situasi dan kondisi yang menentukan kegiatan mana yang akan dilakukan. Yah, tau sendiri lah, namanya kita berempat, apalagi papanya masih harus stand by di kantornya, hari-hari terlalu di jadwal itu ga akan seru dan akan lebih banyak bikin stress malahan… Teman-teman tau maksudnya lah ya…

***


Kemudian, kembali ke judul post ini… Singkat cerita, sebelum cuti, seperti weekend-weekend sebelumnya, kali ini saya sudah mempersiapkan beberapa film untuk ditonton setiap hari Jumat atau Sabtu. Salah satunya adalah film berjudul 'Free Willy: Escape From Pirates Cove' yang dirilis dalam format DVD dan Blu-Ray pada tahun 2010. Yes, ini film tidak diputar di bioskop ya, jadi mungkin kurang familiar, cuma ya sebagaimana film 'Free Willy' lainnya, film ini bercerita tentang penyelamatan anak ikan paus bernama Willy.

Dalam cerita ini dikisahkan tentang seorang anak perempuan bernama Kirra yang dikirim untuk tinggal bersama kakeknya di Afrika Selatan, karena ayahnya yang mengalami kecelakaan tidak dapat merawatnya. Pada awalnya, Kirra tidak terlalu senang berada di rumah kakeknya yang memiliki sebuah taman hiburan yang hampir bangkrut itu, sampai akhirnya seekor ikan paus yang terpisah dari kumpulannya terdampar di laguna milik kakeknya yang kemudian diberi nama Willy.

Setelah kedatangan Willy, Kirra kemudian terlibat dalam misi merawat anak ikan paus yang mogok makan karena stress ini. Sehari-hari, Kirra berusaha mengajak Willy ngobrol dan membujuknya makan, hingga akhirnya mereka berdua (Kirra dan Willy) menjadi sahabat.

Kedekatan Kirra dan Willy ini kemudian menjadi perhatian masyarakat luas dan menambah ramai taman hiburan milik kakeknya.

Hal ini tentu sebuah hal yang menguntungkan sang kakek, kerenanya dia berusaha menahan Willy tetap di taman bermainnya dan tidak segera memanggil tim penyelamat. Pun akhirnya tim penyelamat datang, diketahui bahwa kemampuan echolocation Willy belum berkembang, sehingga diprediksi tidak akan mampu bertahan hidup di laut luas sendirian tanpa kumpulannya.

Kondisi ini kemudian membuat sang kakek sedikit putus asa akan kemungkinan Willy kembali ke laut, sementara penghasilan dari taman hiburannya tampak tidak akan mencukupi kebutuhan makan Willy selanjutnya. Sementara Kirra justru berusaha melatih Willy untuk mengembangkan kemampuan echolocationnya dengan melatih Willy menangkap ikan hidup dalam kondisi mata tertutup.

Di tengah putus asanya kakek Kirra akan masa depan Willy, kemudian dia menjual ikan paus ini kepada temannya yang juga memiliki taman hiburan, dengan harapan Willy akan mendapat perawatan yang lebih baik.

Dan singkat cerita, cerita selanjutnya adalah bagaimana Kirra dibantu oleh temannya Sifiso, Mansa (pekerja kakeknya) dan (akhirnya juga) kakeknya menyelamatkan Willy dengan mengembalikannya kepada kumpulannya… yang tentu saja berakhir bahagia…

***

Saya pribadi, sebenarnya merasa bahwa alur film ini cukup monoton dan tidak banyak gejolak, bahkan konfliknya pun terasa kurang nendang… Tapi, Ganesh dan Mahesh ternyata sangat excited menonton film ini, bahkan ikut bersorak-sorak pada saat Willy akhirnya bertemu dengan kumpulannya.

Dan, di sepanjang cerita ternyata ada banyak hal berbau biologi yang menjadi perhatian Ganesh dan Mahesh…
  • Ganesh: "Mama, kok ikannya bisa terdampar?"
  • Saya: "Kan itu badai Anesh, terus mungkin dia dikasih tau papa-mamanya buat jangan berenang jauh-jauh, eh, tetep berenang jauh-jauh… jadinya pas ombaknya gede, dia terdampar di pantai deh…" (Yes! sisipkan sedikit nasehat supaya nurut sama papa-mamanya ✌)
  • Mahesh: "Mama, kok ikannya ga mau makan?"
  • Saya: "Iya Adek, soalnya ikannya ga suka di kolam kaya gitu, dia pengennya ke laut… jadi ga mau makan deh…"
  • Ganesh: "Mama, itu om-omnya pada ngapain? Kok Willy-nya ga jadi dibawa ke laut?"
  • Saya: "Anesh, itu om-omnya lagi ngecek Willy ini sudah bisa dilepas di laut belum. Willy kan masih kecil, harus dicek, dia sudah bisa cari makan sendiri belum, sudah bisa cari mama-papanya belum…"
  • Ganesh: "Mama, kok Willy-nya ngeluarin suara kaya gitu sih?
  • Saya: "Itu bahasa ikan paus Anesh, kaya pas Dori ngajak ngomong ikan paus, kan suaranya mirip begitu juga kan…
  • Ganesh: "Mama, kok Willy-nya ditutup matanya?"
  • Saya: "Iya, itu Kirra lagi ngelatih Willy biar bisa cari makan sendiri… Biar bisa dilepas ke laut luas… biar dia bisa bertahan, sementara papa-mamanya belum ketemu.
  • Ganesh: "Mama, kok papa, mama sama sodara-sodara Willy bisa tau kalo Willy dideketnya?"
  • Saya: "Iya, kan mereka denger suaranya Willy… Makanya, tadi kan om-nya masukin rekaman ke air kan… itu biar papa, mama, sama sodara-sodara Willy bisa tau kalo Willy di deketnya…"
Kurang lebih begitulah pertanyaannya anak-anak selama menonton film ini…

Like always… menurut pengalaman saya menonton film bersama seperti ini, mengikuti alur pertanyaan anak-anak… selalu memberikan pengetahuan baru bagi mereka. **Ya, kan kalo mereka udah ngerti, ga akan tanya ya…** Selain tentu saja, menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dengan jawaban yang logis juga akan mengasah kemampuan mereka berlogika.

So, yes-yes-yes, despite it is funwe're learn a lot of thing too

***

Nah, begitulah kira-kira salah satu kegiatan yang saya lakukan bersama anak-anak di hari #1 liburan. Not so bad lah ya, walaupun cuma di rumah saja…

With Love,
Nian Astiningrum
-end-

Sunday, December 16, 2018

Menulis 'Knowledge Capturing' For Novice…

Baiklah… setelah sekian lama tidak merangkai kata-kata di blog ini, akhirnya hari ini sengaja banget menyempatkan waktu untuk 'corat-coret'. Mau nulis apa, juga awalnya belum jelas… tapi, setelah kalimat pertama, akhirnya saya memutuskan untuk menulis hal berkaitan dengan vakumnya saya dari dunia blogging

Kata vakum kaya apa aja ya kedengarannya, lha wong selama ini juga saya ga terlalu aktif juga. Paling banter tahun-tahun terakhir ini ya satu-dua post aja tiap bulan… Tapiii, ya emang ini sebulan lebih saya ga merapat kesini. Alasannya sih tepat, 'ga ada waktu', karena memang begitu adanya. Beberapa waktu ini saya terjebak dengan sebuah project kantor yang sudah terlanjur saya 'iya' kan. Sebuah proyek, yang jujur saja, kemudian membuat saya terjebak karena pada saat yang bersamaan saya mendapat sebuah tugas yang demikian menyita waktu saja. Sehingga, akhirnya si proyek pun terbengkalai hingga benar-benar dekat dengan deadline…

Stress? Itu pasti… tapi, untuk menyerah dan mengerjakan seadanya juga rasanya tidak ikhlas. Karena somehow, saya begitu mencintai dunia tulis-menulis… Dan setiap karya, sekecil apapun bentuknya itu bukankah adalah jendela orang-orang menilai siapa kita? Jadi, at least walaupun bukan sebuah mahakarya yang kita hasilkan, paling ga kita menunjukkan usaha terbaik kita dan tidak ada penyesalan…

And then back to my (office) project… ini adalah sebuah proyek menulis buku Knowledge Capturing. Jadi kita berusaha mendokumentasikan suatu pengetahuan yang ada dalam sebuah organisasi dalam bentuk tulisan. Suatu proses dimana pengetahuan dikonversikan dari tacit (dalam pikiran seseorang) menjadi eksplisit. Nah, dari sini kebayang kan pentingnya proses ini… Bayangkan sebuah organisasi yang sudah menjalani berbagai asam garam kehidupan, dengan berbagai pengalaman pelakunya menghadapi semua itu; akan sayang sekali jika semuanya hilang begitu saja karena tidak tidak didokumentasikan dengan baik. Mengingat terbatasnya ingatan manusia dan juga pegawai atau manusia itu sendiri pun tidak kekal adanya dalam perusahaan atau dunia. So, you have to agree the importance of this phase

Mundur ke belakang… Project ini sebenarnya sudah ditawarkan ke saya pada Bulan April 2018 lalu. Awalnya sih saya mikir juga, "Apa bisa?" karena pekerjaan saya sendiri sudah cukup hectic di kantor dan jika saya terima, itu berarti kemungkinan besar saya harus mengorbankan waktu saya untuk mengerjakan hobi saya. Tapiii, somehow, lamaran langsung ke saya itu sungguh rasanya seperti sebuah pengakuan loh… dan mau menolak kok rasanya gimana gitu… Apalagi kemudian beliau ini mengupayakan saya untuk mengikuti sebuah writing camp, makin mengudara lah perasaan itu. Dan walaupun si writing camp tidak terealisasi, akhirnya saya pun menerima project ini… Dengan pikiran positif bahwa ini tidak akan sesulit kelihatannya…

Sedikit maju dari Bulan April, tepatnya Bulan Mei 2018… Nah loh, kok saya malah diitugasin jadi PLH (Pelaksana Harian) menggantikan bos saya yang mendapat promosi ke unit lain. Dan dari sini lah kemudian pekerjaan-pekerjaan saya mulai ngantri seperti berhenti di lampu lalu lintas, yang merahnya lama banget, ijonya sekejap saja šŸ˜†. Jangan kan untuk punya waktu khusyuk untuk menulis, pekerjaan saya yang deadline-nya lebih pendek saja mulai keteteran… Itu bukan bearti project Knowledge Capturing ini terbengkalai sama sekali sih, tapi serius deh, saya kerjain sekedarnya saja pada awalnya… just to meet the deadline

Sampai akhirnya, eng-ing-eng… akhir Oktober 2018, satu tugas sedikit berkurang… Tetep sih jadi PLH, cuma ini akan segera berakhir, karena ada peraturan baru bahwa suami-istri di perusahaan kami, tidak boleh berada dalam unit induk yang sama. Jadi ya, saya sudah mulai siap-siap untuk pindah unit induk kan… So, semangat itu kembali membara… This book is my reputation, mungkin peninggalan terakhir saya di unit induk lama ini… Jadi, ya gimana sih rasanya, no I don't want to give up yet kan…

November 2018, mulailah saya intensif menggeber penulisan buku ini lagi, setelah minta ijin dengan bos saya. Hari-hari udah ga kenal waktu dan tempat lagi; ga di kantor, ga di kantor; laptop terus yang dihadepin. Di kantor pun, meski harus ikut rapat, tetep aja pilih tempat duduk deket colokan dan mantengin laptop. Di rumah, gitu juga, anak-anak minta temenin nonton, hayuk aja… tapi, tetep sayanya sambil ngadepin laptop juga. Sungguh, sebulan penuh November kemarin mengingatkan saya pada saat membuat skripsi, tidur malam, cari data, pulang malam… everyday on repeat. Tapi, ya ga se-epic pas bikin skripsi sih, dulu pas bikin skripsi itu saya tidur di atas jam 3.00 malam, baru terlelap sebentar pas lagi nge-print karena lama, lalu jam 6.00 pagi langsung siap-siap ke kampus lagi minta koreksi dari dosen pembimbing, hahaha… Ya, kalau sekarang ga mampu lagi sih kaya gitu, karena masih mikirin suami dan anak yang harus diurusin šŸ˜†.

Sebulan itu… saya juga rutin meneror orang-orang yang jadi narasumber tulisan saya untuk menggali data dan juga sudut pandang. Kadang pagi, kadang siang, kadang malem; ga tentu, karena saya nanyanya sambil jalan nulis. Ibaratnya begitu kejedot ada yang perlu diperjelas, baru saya tanya mereka.


Byuh… Bulan November 2018 yang berat pun terlewati dan menjadi pembuktian bahwa usaha memang tidak pernah mengkhianati hasil, hihi šŸ˜„. No, no, it's not about that I make such kind of masterpiece… atau mendapat apreasiasi yang wow atau bagaimana… tapi RASA PUAS. Pada akhirnya melihat tulisan saya selesai paling tidak 98% sesuai standard pribadi (2% nya karena waktu tidak memungkinkan untuk memoles lebih lanjut); dimana saya handle semua dari penulisan, lay out, hingga desain cover-nya… itu kepuasan tersendiri buat saya šŸ˜Š.

***

Nah, selanjutnya, sebelum tulisan ini berakhir menjadi ajang curhat saja… mungkin teman-teman ada yang juga sedang mengerjakan project serupa dan bisa menjadikan pengalaman saya sebagai, hmm, referensi kali ya… here it is

  • Tulisan Knowledge Capturing adalah tulisan non-fiksi yang kekuatan dari kontennya adalah bagaimana kita bisa mengumpulkan data-data selengkap mungkin dan menuliskannya kembali untuk dipahami banyak orang.
  • Untuk itu, langkah awal yang saya lakukan adalah mencari tahu sendiri apa yang akan saya tulis (dalam kasus saya adalah mengenai Program CSR Penglolaan DAS untuk PLTA dengan memberdayakan masyarakat bertajuk PEDAS Besai).
  • Setelah mendapatkan sedikit gambaran mengenai hal yang akan kita tulis, buat semacam mind map sebagai bahan kita menggali data lebih lanjut kepada narasumber. Semacam panduan wawancara gitu…
  • Tahap selanjutnya adalah melakukan wawancara dengan narasumber untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam mind map kita sekaligus memancing pertanyaan baru yang akan memperluas dan mendetailkan tulisan kita. Jangan lupa, wawancaranya direkam ya… juga jangan lupa untuk minta data terkait apa yang disampaikan narasumber.
  • Setelah itu, ditulis dulu… Pada saat menulis inilah menurut pengalaman saya, muncul berbagai pertanyaan lanjutan yang mengembangkan tulisan ini. Misalnya, pada saat menulis mengenai PEDAS Besai Tahap I dan tercetus peran ICRAF (kepanjangannya googling aja ya), kemudian saya browsing dan menemukan beberapa artikel dan paper dari ICRAF terkait pelaksanaan program ini. Bahwa sistem imbal jasa ini hanya satu dari tiga sistem yang direkomendasikan dari ICRAF dan kemudian saya pun menuliskannya juga untuk memperjelas tulisan saya. Dan sebagainya…
  • Tentukan dan perbaiki alur. Jadi, pada awalnya, tulis saja dulu sesuai data dan pemahaman yang kita dapatkan, seiring berkembangnya tulisan kita, tidak menutup kemungkinan alur dari tulisan kita akan berubah. Misalnya, dalam kasus saya; saya membayangkan bahwa tulisan ini akan sesederhana Latar Belakang, PEDAS Besai I, PEDAS Besai II dan Penghargaan. Tapi, ternyata seiring berkembangnya tulisan, kemudian saya merasa perlu menjelaskan mengenai sebelum program PEDAS Besai dilaksanakan dan juga mengenai keberlanjutan program. So, alurnya berubah menjadi: Latar Belakang, Sebelum PEDAS Besai, Awal Mula PEDAS Besai, PEDAS Besai I, PEDAS Besai II, PEDAS Besai III, Keberlanjutan Program, Penghargaan yang Diraih dan Penutup. Just write what you got, keep digging, and let it flow lah pokoknya…
  • Kadang, pada saat menulis ini kemudian juga disertai wawancara lanjutan kepada narasumber dan juga meminta beberapa data. Dalam kasus saya, kemudian saya harus bertanya tentang apa itu 'rorak' atau 'cek dam' kepada narasumber saya. Yes, saya menulis tentang tema yang kental dengan Teknik Sipil Hidro, padahal basic pendidikan saya Psikologi… jelas ga nyambung, tapi ada poin plusnya, yaitu saya selalu menggunakan kacamata awam dalam menulis, jadi insyaallah orang yang ga paham tentang Teknik Sipil Hidro pun mengerti isi buku ini.
  • Nah, seperti disinggung pada poin sebelumnya… Penguasaan kita pada materi itu penting, meskipun tidak mutlak. Maksudnya begini, seperti kasus saya dengan background pendidikan Psikologi dan selama ini berkecimpung dengan dunia pengelolaan SDM, sebenarnya kemudian saya menulis mengenai Pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai) itu kurang ideal sih. Tapi, masih bisa lah, karena temanya tidak melulu tentang teknisnya tapi lebih ke histori-nya. Jadi, ketidaktahuan saya masih bisa ditutup dengan bertanya atau membaca buku. Tapi, beda cerita jika saya harus menulis tentang hal mengenai produksi listrik dengan teknologi nuklir misalnya, waduh, rasanya butuh kuliah dulu sampai bisa memahami rumus-rumus fisika yang bagi saya sulit dilogika itu šŸ˜‚.
  • Udah selesai tulisnya, tinggal dibaca ulang… mungkin ada yang typo, mungkin ada yang perlu ditambah kurang, dikonfirmasi, dan sebagainya… Juga koreksi penggunaan bahasanya, jangan sampai terlalu ilmiah dan sulit dipahami oleh orang pada umumnya… pokoknya baca lagi semuanya!
  • Udah fixed di kita, lalu minta validasi ke narasumber ada yang salah ga dengan tulisan kita. Bisa jadi kan kita salah nangkep atau gimana, jadi perlu dikoreksi sama orang yang memang jadi sumber tulisan kita.
That's it and done… Selanjutnya tinggal dicetak dan disosialisasikan deh… Begitu teman-teman… tidak ribet kan?

Tulisan semacam ini tidak perlu daya imajinasi tinggi, yang lebih penting justru rasa ingin tau dan kegigihan mencari informasi. Karena karekateristik yang harus kuat dalam Knowledge Capturing adalah kelengkapan informasi yang berhasil di-capture. Selanjutnya, tinggal membahasakan hasil 'investigasi' kita dengan menggunakan bahasa yang luwes dan mudah dipahami. Begitu menurut saya…

Dan sekali lagi, tips yang saya tulis ini murni hasil pengalaman dan pendapat pribadi ya… jadi jelas ga baku ya…

With Love,
Nian Astiningrum
-end-