Siang itu, sembari mendengarkan orang-orang bergantian berbicara dan mengungkapkan pendapatnya… tanpa bermaksud mengabaikan atau tidak memperhatikan, saya justru asyik dengan kertas dan bolpen. Jangan salah sangka dulu… tidak, saya tidak sedang mencatat… tapi sedang menggoreskan bolpen hitam saya ke kertas putih polos yang memang menjadi favorit membentuk gambar matahari, rintik hutan, pepohonan, dan apa saja yang ada dalam pikiran saya. Ide yang keluar begitu saja dari kepala saya dan terwujud tanpa banyak pertimbangan begitu saja…
Sesuatu yang sengaja saya lakukan untuk menjaga kesadaran dalam rapat itu… Karena jika tidak, semacam penglaman sebelumnya, dipastikan saya akan tertidur dalam situasi yang menuntut hanya mendengarkan dan berusaha mencerna stimulus-stimulus auditori itu dalam kepala saya…
Tapi, jangan salah sangka lagi… semua itu bukan semata karena rapat yang membosankan, tapi memang demikianlah kecenderungan saya sejak kecil. Semua saya sadari sejak duduk di bangku SMA, dimana saya harus memutar otak agar tidak tertidur di kelas selama guru menjelaskan pelajaran… mulai dari duduk di meja paling depan, berusaha berkonsentrasi penuh, tidak tidur larut malam, dan sebagainya. Semua usaha yang seolah tidak menunjukkan hasil berarti, karena saya tetap kesulitan mempertahankan mata saya tetap terbuka, tanpa kehilangan kesadaran beberapa detik saja. Sampai-sampai, Bu Guru mengeluhkan hal ini kepada ibu saya saat mengambil raport. "Bu, sebenarnya anaknya ini lumayan cerdas, tapi suka tidur di kelas…" Duh, tidur di kelas katanya… "Ampun Bu Guru, andai ibu tahu usaha keras saya untuk tetap terjaga… semua itu benar-benar di luar kuasa saya…"
Permasalahan klasik yang sama sampai saya menginjak bangku kuliah… Sampai akhirnya menyadari bahwa saya memang lemah dalam situasi seperti itu (baca: diam dan mendengarkan penjelasan). Somehow, dengan menggunakan pengkategorian modalitas belajar yang cukup populer beberapa waktu lalu, saya merasakan kecenderungan ke arah modalitas belajar kinesthetic dan visual yang kuat. Saya perlu bergerak (baca: menulis dan mencorat-coret) untuk membantu mempelajari sesuatu; dan saya merasa sangat terbantu dengan gambar, bagan, struktur yang harmonis serta enak dilihat.
Dan sejak saat itulah saya tahu pasti apa yang harus dilakukan saat mendengarkan penjelasan dosen di kelas atau terlibat rapat… Bukan secangkir kopi, beberapa potong kue, atau bahkan mencubit diri sendiri; tapi membiarkan tangan saya bermain dengan bolpen, pensil atau alat tulis lainnya… sekedar untuk mencorat-coret, membuat catatan atau menggambar.
Corat-Coret Saat Rapat Wali Murid di Sekolah Ganesh |
Terus dan terus… sampai akhirnya kemudian saya menyadari betapa semua itu begitu menyenangkan bagi saya… Dan kegiatan mencorat-coret itu pun terkadang bukan lagi sekedar dalam rangka mempermudah proses belajar, tapi menjadi sesuatu yang sengaja dilakukan karena saya menyukainya…
Hasil Karya pada Rapat P2K3 di Kantor |
***
Selama ini, saya memang hanya menggunakan media kertas dan bolpen untuk menyalurkan hobi ini karena praktis dan santai; sampai kemudian beberapa waktu lalu berkenalan dengan Faber Castell Colour to Life…
Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan mencoba produk yang ternyata sangat menyenangkan ini!
Faber Castell Colour to Life ini terdiri dari 20 buah connector pens dan 15 halaman augmented reality colouring book. Hmm, kedengeran canggih banget ya dari namanya? Dan memang demikianlah kenyataannya. Penasaran? Mari saya jelaskan satu persatu…
Connector pens adalah bolpen (atau lebih mirip spidol menurut saya) yang terdiri berbagai warna dan memiliki bentuk yang dapat digabungkan satu sama lain membentuk konstruksi tertentu. Selain itu, pewarna ini ternyata sangat aman untuk anak-anak, karena tidak beracun, tidak meninggalkan noda pada pakaian dan dapat dicuci!
Sedangkan 15 page Augmented Reality Colouring Book adalah lembar mewarnai yang dapat discan dan dimainkan dalam bentuk animasi 3D melalui aplikasi Colour to Life yang dapat di-download pada Play Store (Android) atau Application Store (iOS).
Untuk menemukan aplikasi colour to life ini bisa dengan search dengan kata kuncinya di Play Store maupun App Store, atau dengan scan barcode yang ada di kemasan Faber-Castell Colour to Life.
Jadi, gambar kita jadi 'hidup' dalam bentuk 3D seperti ini…
Kerennya lagi… animasi 3D ini bisa dimainkan dan juga diajak foto selfie… Sehingga benar-benar bisa menjadi alternatif kegiatan seru selain bermain gadget bagi kita maupun anak-anak. Dan bahkan bagi saya, ada keasikan sendiri tidak hanya pada saat mewarnai buku mewarnainya, tapi juga begitu excited saat gambar saya berubah menjadi animasi 3D.
Untuk saya pribadi, kegiatan mewarnai Faber-Castell Colour to Life ini benar-benar memuaskan sisi visual dan kinesthetic saya… Karena alat mewarnai ini sangat cocok digunakan untuk teknik berupa garis-garis dengan berbagai tekstur (teknik favorit saya). Juga karena hasil mewarnainya pun sungguh-sungguh indah dan eye catchy secara visual; sehingga bisa menjadi alternatif me time untuk memberikan perasaan relax, puas dan bahagia dalam diri saya.
Apalagi 'connector pens'-nya pun sangat aplicable untuk hasil corat-coret saya selama ini… Gambar-gambar saya yang selama ini monoton berwarna hitam-putih saja benar-benar tampak berbeda setelah saya warnai dengan warna-warna cerah dari 'connector pens' Faber-Castell!
Sangat recommended lah untuk teman-teman yang hobi corat-coret untuk menghasilkan suatu (sebut saja) karya yang indah dan enak dilihat.
Sangat recommended lah untuk teman-teman yang hobi corat-coret untuk menghasilkan suatu (sebut saja) karya yang indah dan enak dilihat.
Plis jangan bilang saya hanya memuji diri sendiri… ini memang benar-benar lebih indah dari versi hitam-putihnya kan…
Produk Faber-Castell Colour to Life ini sendiri bisa didapatkan secara online di Tokopedia, Gramedia dan toko buku terdekat lainnya.
Selamat mencoba 😉
With Love,
Nian Astiningrum
-end-