SOCIAL MEDIA

search

Wednesday, March 30, 2016

Obat Alami yang Bersahabat untuk Bayi

Anak-anak sakit, memang adalah hal yang wajar. Bahkan para dokter (membaca dari artikel di internet) menyebutkan bahwa hingga usia 1 tahun, rata-rata anak akan mengalami sakit 8 – 12 kali pertahun dan baru kemudian turun menjadi 6-8 kali pertahun memasuki tahun kedua hidupnya. Jadi ya begitulah adanya, benar-benar sesuatu yang wajar jika anak kecil kita sering sakit sebanyak itu (karena kalau lebih mungkin ada indikasi lain). Semua itu adalah hal yang alami, yaitu karena daya tahan bayi dan anak-anak memang lebih lemah dibandingkan orang dewasa. Baiklah, berarti kita tidak perlu terlalu khawatir ya, jika anak-anak kita mengalami sakit ringan seperti batuk pilek dan diare.

Iya, mungkin seharusnya seperti itu ya, dan saya pun rasanya bukan orang yang terlalu khawatir saat anak-anak mengalami sakit ringan semacam itu. Tapi, terlepas dari kewajaran itu Bukan semata merawat anak sakit itu melelahkan. Bukan semata menggendong seharian dan semalaman yang membuat kita ingin rasa sakit itu pergi dari tubuh anak kita. Tapi, melihat dan membayangkan seorang anak kecil yang belum bisa mengeluh dan berkompromi dengan rasa sakit; yang termanifestasi dalam perilaku susah tidur, susah makan, rewel dan sejenisnya itu, tentu menerbitkan rasa iba. Kita saja, orang dewasa yang bisa batuk-batuk atau ‘sisi’ (bahasa Jawa: buang ingus) untuk mengeluarkan dahak, masih merasa batuk pilek itu sangat membuat tidak nyaman. Apalagi anak-anak, yang belum menguasai dua keterampilan itu… pasti rasanya benar-benar tidak nyaman, sementara dia belum bisa mengeluh, hingga akhirnya hanya bisa kebingungan merasakan semua itu.

Nah, lalu solusinya apa? Hmm, paling praktis tentu dibawa ke dokter dan mengkonsumsi obat yang diberikannya untuk meringankan gejala-gejala flu. Hanya meringankan, karena katanya penyebab penyakit ini adalah virus, jadi hanya imun/sistem kekebalan tubuh kitalah yang bisa melawannya. Obat, sifatnya hanya meringankan gejala-gejala yang menimbulkan rasa tidak nyaman; dimana hal ini berefek juga pada kualitas istirahat yang lebih baik, sehingga berpeluang meningkatkan ketahanan tubuh.

Thursday, March 17, 2016

Sepatu, Kejadian dan Kepribadian...

‘Sepatu’, seperti halnya jenis pakaian lainnya, pada awalnya dia hanyalah sebuah benda yang dipakai untuk menutup atau melindungi bagian tubuh tertentu; supaya tidak sakit jika berjalan dan sebagainya. Tapi, seperti halnya jenis pakaian lainnya, sepatu pun mengalami transformasi menjadi sebuah benda fashion; yang tidak hanya dipilih karena kemampuannya melindungi, tapi juga kemampuannya mempercantik sepasang kaki. Dan transformasi itu tidak berhenti sampai disitu, seperti halnya benda-benda lainnya, sepatu pun kemudian bertransformasi lebih lanjut menjadi benda yang dipilih karena ‘gengsi’; sehingga lahirlah sepatu-sepatu bermerek ‘wah’ dengan harga yang ‘aduhai’…

Hehe, stop sampai situ sajalah… Saya belum sampai ke ranah sepatu atau pakaian sebagai barang yang membawa gengsi. Asal sepatu pas, nyaman dan cantik dipakai, itu sangat cukup… apalagi kalau harganya miring, lebih bagus lagi menurut saya.


Membicarakan mengenai sepatu, seperti halnya transformasi pada diri saya, ternyata preferensi pada sebuah sepatu pun berubah, seiring pertambahan usia dan perubahan pola pikir. Dulu, semasa SD, mungkin adalah masa tersulit menemukan sepatu atau barang lainnya bagi saya. Tuntutan saya akan ‘keunikan’ itu begitu tinggi! Saat itu, saya menolak mentah-mentah sebagus apapun sepatu jika itu sama dengan milik teman saya si A, si B dan seterusnya. Ibu saya saja sampai malas mengantar saya beli sepatu. “Kowe ki mending gawe pabrik sepatu dewe kok Nian…” ujarnya. Yang artinya, “Kamu tuh mendingan bikin pabrik sepatu sendiri Nian…”, saking dongkolnya beliau saya ajak muter-muter toko, haha :D.

Wednesday, March 9, 2016

Take a Break to See the Truth and what Really Matter is

Tidur sekitar pukul 23.00 agar sebelumnya bisa menyiapkan makanan untuk dua jagoan setiap harinya. Bangun setiap pukul 05.00 untuk minimal memasak 2 menu; makanan Mahesh (13 bulan), sarapan dan bekal sekolah Ganesh (4.5 tahun). Proses masaknya sendiri, fiuh, cukup menguras fisik dan psikis karena seringkali membutuhkan ketrampilan multitasking yang luar biasa; sambil gendong Mahesh atau lirak-lirik karena dia dibiarkan mengacak-acak isi kulkas agar mau diturunkan. Iya, saya tidak punya ART yang menginap, dan membangunkan suami yang terkadang pulang tengah malam untuk saat terjadi gangguan itu, mana tega saya lakukan. Jadi, selama masih ter-handle; masak 3 menu makanan (sederhana saja), menyuapi sarapan si Kakak, memandikan 2 bocah, menyiapkan keperluan sekolah Kakak dan bersiap-siap ke kantor; itu saya lakukan sendiri. Sehingga bisa dimaklumi walau bukan pembenaran jika saya kemudian berangkat terlambat ke kantor, yang jaraknya 30 Km dan memakan waktu 1 jam perjalanan itu. Dimana itu pun menguras hati, karena rasa bersalah…

Dan kemudian, di kantor pun karena banyaknya waktu yang terpotong karena terlambat dan untuk pumping; pekerjaan harus dilakukan dengan secepat mungkin. Lupakan makan siang di luar, cukup menitip makan pada OB dan makan kilat di kantor untuk mempersingkat waktu. Agar pukul 16.00 tepat bisa segera pulang dan bertemu dengan anak-anak. Oh ya, jangan lupa, setelah menempuh perjalanan 1 jam lagi ya…

Ah, mungkin juga saya terlalu berlebihan, karena teman-teman di ibukota pasti merasakan ke-hectic-an yang berlipat. Tapi dengan ke-cemen-an saya itu, rutinitas ternyata membuat saya merasa begitu terburu-buru dan lelah; hingga kadangkala tidak cukup sabar untuk melayani pertanyaan dan kebutuhan si Kakak yang sangat kritis dan penuntut… Dan inilah bagian kedua dari ‘When Our Good Boy Gone Bad’; cerita usaha kami mengembalikan anak baik kami yang sedang bad mood berkepanjangan. Yaitu, mengambil cuti panjang :)


14 Januari 2016, akhirnya resolusi pertama di tahun 2016 terlaksana! Setelah sesungguhnya di acc sekian lama, namun tidak kunjung dilaksanakan karena beberapa pekerjaan yang tidak bisa ditunda, cuti akhirnya terealisasi! Sehingga untuk 15 hari kedepan sejak saat itu, saya bisa beristirahat sejenak dari rutinitas kerja kantoran untuk mengalihkan fokus pada hal-hal yang selama ini tidak mendapatkan perhatian sebagaimana mestinya. Ya, saya berbicara tentang Ganesha yang mood-nya benar-benar buruk saat itu. Saya berharap dengan cuti dan berkurangnya traffic kegiatan sehari-hari akan membuat saya melihat hal-hal yang selama ini terlewat dan mendapatkan insight tentang masalah penting ini. Dimana alhamdulillah hal ini terbukti benar…