SOCIAL MEDIA

search

Saturday, October 20, 2018

Pilihan Paket Wisata untuk Employee Gathering di Jogja

"OK, acara Employee Gathering kita dimajuin ya… jadi awal Bulan Oktober!" demikian preambule yang disampaikan atasan saya tengah Bulan September lalu. Preambule yang cukup saya balas dengan ringisan saja, yang kemudian diiringi dengan gempita menyiapkan kegiatan trip selama empat hari tiga malam untuk meningkatkan kebersamaan… 

Kalo boleh jujur sih, pengen bilang, "Walah kok mepet banget persiapannya sih… Awal November lah…" Tapii, iyalah, saya tahu pertimbangannya kok, sesuatu yang penting pokoknya, jadi ya mari kita usahakan… Yakin bisa sih, cuma memang agak rempong 😁

Daaan… setelah bergulat dengan waktu dan pekerjaan rutin yang juga harus tetap di-handle, akhirnya Employee Gathering kantor kami terlaksana juga di Kota Jogja. Kota penuh kenangan yang konon berhati mantan, hihi 😜. Dan berikut adalah rangkuman perjalanan kami di selama empat hari tiga malam di Kota Jogja…

Day one: Arrival…



Hari itu… Kamis, 4 Oktober 2018 dengan penerbangan direct menuju Jogja, setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 1,5 jam, kami pun sampai di Jogja.

Seperti yang kita tahu, bandara Adi Sucipto di Jogja ini memang bisa dibilang relatif kecil untuk ukuran bandara internasional lainnya di Indonesia. Dan meskipun itu bukan berarti bahwa bandara ini tidak nyaman, ini jelas berarti kalau bandara ini memang terkesan penuh karena banyaknya penerbangan dan penumpang yang dilayani.

Hmm, itu mungkin alasan kenapa kemudian dibangun sebuah bandara internasional baru di Jogja. Dimana hal ini tentu adalah sesuatu yang sangat positif mengingat… ya memang lalu lintas penerbangan di Jogja sangat padat. Banyak sekali orang yang berkunjung ke Jogja… bangganya sebagai orang Jogja asli 😎

Back to the trip, setelah kami tiba, malam pun berlalu sesederhana perjalanan ke hotel, membagi kuci kamar, briefing singkat sekaligus makan malam dan kemudian beristirahat untuk mempersiapkan hari berikutnya.

Day Two: Balkondes - Little Ubud - Klangenan Resto…

●Balkondes● Balkondes itu apa sih? Itu juga yang terlintas pertama kali di benak saya  saat berdiskusi dengan seorang teman kerja di unit lain terkait kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility) yang dimiliki PLN di seputaran Jogja. Which I finally understand dan membuat kami terkagum-kagum pada akhirnya…


Jadi Balkondes ini adalah kependekan dari 'Balai Perekonomian Desa'. Balkondes ini diprakarsai oleh beberapa BUMN, seperti BNI, Telkom, dan tentu saja PLN. Balkondes ini adalah semacam cottage yang dibangun di sekitaran Borobudur dengan tujuan untuk memperluas dampak pariwisata Candi Borobudur hingga ke desa-desa di sekitarnya, sehingga bisa meningkatkan perekonomian masyarakat sekitarnya.

Setiap Balkondes memiliki arsitektur yang unik satu sama lain dan menonjolkan nilai seni dan budaya yang tinggi. Demikian juga Balkondes PLN yang berlokasi di Ngabean, Ngadiharjo, Boroburud Magelang ini. Lierally, cottage yang diprakarsai PLN ini sungguh-sungguh membuat saya berdecak kagum. Bukan hanya arsitekturnya lebih dari sekedar unik, namun juga antik… Ya, beberapa kayu sangat terlihat adalah kayu-kayu tua yang antik dan diremajakan kembali.

Untuk fasilitas kamar (pondok) pun, tidak perlu diragukan… interiornya jempol! Setiap pondok memiliki interior dengan tema warna yang berbeda lengkap dengan fasilitas standard hotel seperti AC, TV, dan air panas! Benar-benar alternatif jika kita ingin merasakan suasana pedesaan dengan fasilitas selayaknya hotel berbintang!



●Little Ubud River Tubing● Selanjutnya, tidak jauh dari lokasi Balkondes, kami pun bergeser ke wisata yang konon masih baru bernama 'Little Ubud'. Seperti namanya, tempat wisata yang berada di Tampir Wetan, Candi Mulyo, Magelang ini memang menawarkan suasana selayaknya di Ubud Bali, dimana para pengunjung disuguhi dengan suasana persawahan yang hijau.


Tapi… di samping pemandangan persawahan yang asri ini, yang paling seru dari Little Ubud adalah wahana main airnya! Semacam body rafting gitu! Jadi, setiap peserta akan diberikan satu ban besar  dan perlengkapan (sepatu, helm dan pelindung lutut) untuk digunakan melintasi sebuah sungai yang sebenarnya sih tidak terlalu dalam, tapi memiliki jeram yang cukup deras di beberapa titik. Termasuk juga sebuah air terjun buatan dengan ketinggian kurang lebih 4 meter, di mana peserta bisa memilih untuk melompat dari ketinggian itu! Iya, 'memilih', karena bagi yang tidak mau lompat bisa juga turun dengan tangga yang sudah disediakan. Totally save but also fun lah pokoknya…




●Waroeng Klangenan● Habis main air… setelah capek-capek bonus hidung dan mulut kemasukan air plus pantat rada linu karena lupa diangkat pas ada jeram terjal, kami pun beralih ke Waroeng Klangenan untuk makan malam.


Menu-menu di resto ini sebenarnya sederhana saja, tapi unik! Waroeng Klangenan yang bertempat di Jl. Patangpuluhan No. 28, Wirobrajan, Yogyakarta ini menyajikan makanan khas angkringan dalam suasana restaurant. Ada Nasi Kucing, sate-satean (tahu, telur puyuh, ayam, dll), mendoan, dan banyak lagi. Juga wedang-wedangan khas Jogja; seperti Wedang Uwuh, Bir Jawa, dan lain-lain…

Semua makanan disajikan secara prasmanan, sehingga kita bebas untuk memilih apa dan seberapa banyak yang kita inginkan. Kemudian, bukan itu saja, kita pun bisa memesan panggangan arang lengkap dengan kipasnya di meja  untuk menghangatkan sate-satean yang akan akan kita makan. Very cozy, authentic and fun lah pokoknya…


Oh ya, selain makan malam, disini juga membagi door prize dan juga memberi kejutan seorang rekan yang sedang berulang-tahun.


See that smile? Yes, alhamdulillah hari kedua kegiatan Employee Gathering hari itu diisi dengan banyak tawa dan kebahagiaan, sehingga kami pun bersemangat melanjutkan kegiatan di hari ketiga…

Day three: Candi Prambanan - Jeep Lava Tour Merapi - Wedang Kopi Prambanan…

●Candi Prambanan● Siapa yang tidak kenal Candi Prambanan? Saya rasa sih hampir semua orang Indonesia paling tidak sudah pernah mendengar nama besar Candi Prambanan.


Candi yang terletak di Kranggan, Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta ini merupakan Candi Hindu terbesar di Indonesia dan diduga dibangun pertengahan abad ke-9 oleh raja dari Wangsa Sanjaya. Di dinding candi yang menjulang tinggi ini dipenuhi relief yang menceritakan Kisah Ramayana, yaitu kisah percintaan antara Dewi Shinta dan Rama Wijaya.

Sebagai warga asli Jogja, saya memang tidak lagi terlalu excited saat berkunjung ke sini. Tapi, bangunan-bangunan megah menjulang tinggi dengan highlight didirikan pada jaman kuno sebelum alat-alat berat dan teknik sipil tingkat tinggi ditemukan ini tidak berhenti membuat saya berdecak kagum dan bangga.

Ya coba saja bayangin, bagaimana lah caranya orang-orang jaman dulu membawa sedemikian banyak batu, memotongnya menjadi bagian-bagian untuk disatukan menjadi sebuah bangunan yang sedemikian besar, bagaimana merekatkannya tanpa semen, dan banyak lagi… Satu kata, "AMAZING!"

Namun, di luar wisata berupa bangunan candi, kini di lokasi ini sudah dilengkapi juga dengan berbagai wahana, seperti aarena panahan, Museum Prambanan, kereta wisata, dan tentu saja Sendratari Ramayana pada waktu-waktu tertentu. Untuk atraksi terakhir, informasi dari tour leader kami pada musim hujan akan dilakukan di dalam ruangan, so bagi yang berminat silakan dipersiapkan betul waktu yang tepat untuk kesini.


●Lava Tour Merapi● Siapa sangka jika pasca bencana erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010, bisnis wisata di kawasan Merapi justru semakin menggeliat.  Bencana erupsi yang menewaskan Mbah Marijan sebagai juru kunci Gunung Merapi kala itu tampaknya dimaknai oleh warga sekitar sebagai sesuatu yang menarik bagi masyarakat luas, sehingga muncullah wisata Lava Tour Merapi dengan menggunakan Jeep ataupun motor trail. Yang ternyata disambut sangat positif oleh wisatawan dengan tujuan Jogja, sehingga wisata ini pun semakin berkembang hingga saat ini.



Saat kita mengikuti perjalanan menggunakan Jeep dalam Lava Tour, kita akan dibawa melintasi track dengan beberapa tempat pemberhentian; di antaranya adalah Museum Mini Sisa Hartaku, Batu Alien dan Bunker Kaliadem.

Museum Mini Sisa Hartaku adalah adalah sebuah bangunan sangat sederhana yang dipugar dari puing-puing sisa rumah yang terkena dampak letusan Gunung Merapi. Di dalam bangunan yang dinaungi seng ini, terdapat banyak benda-benda yang tersisa pasca letusan kala itu; mulai dari tulang belulang ternak, televisi, alat musik, gelas yang meleleh, dan sebagainya.



Konon, rumah ini adalah milik seorang warga bernama Sriyanto yang kehilangan seluruh hartanya akibat letusan Merapi 2010 silam. Kala itu, pasca letusan, kemudian dia berinisiatif mengumpulkan harta-hartanya yang masih tersisa dari letusan, termasuk sebuah jam dinding yang terhenti tepat pada saat erupsi karena terkena awan panas. Dari situlah awal mula Musemum Mini Sisa Hartaku yang ada saat ini… Sebuah tempat, yang jujur membuat saya merinding membayangkan hebatnya letusan Merapi kala itu.


Selanjutnya, beralih dari Museum Mini Sisa Hartaku, masih dengan menggunakan Jeep, kami pun mengunjungi Batu Alien, sebuah batu yang berbentuk menyerupai wajah manusia dengan mata, hidung dan telinganya. Menurut pemandu Jeep Tour, batu ini ada begitu saja setelah erupsi yang terjadi di tahun 2010, sehingga masyarakat menduga bahwa batu ini adalah dikeluarkan oleh Gunung Merapi pada saat letusan dahsyat itu.


Dan terakhir, mengakhiri petualangan Lava Tour, kami pun singgah di Bunker Kaliadem. Sebuah bunker yang sejatinya dibangun sejak Jaman Belanda untuk berlindung dari lahar maupun awan panas Merapi, namun tidak berfungsi sesuai harapan pada saat letusan Merapi 2006 lalu. Dimana saat itu, ada dua orang relawan yang perperangkap dalam bungker yang suhunya menjadi berkali lipat di luar toleransi makhluk hidup. Menurut pemandu Jeep Tour, itulah kali pertama dan terakhir bungker ini digunakan. Baiklah cerita ini benar-benar yang paling mengharu biru dan membuat merinding dari kisah Gunung Merapi yang disampaikan melalui Lava Tour…

●Wedang Kopi Prambanan● Hari menjelang malam, tentu saja kami kemudian beringsut ke tempat makan untuk bersiap santap malam… Dan di hari ketiga ini, kami mendapat kesempatan untuk dinner klasik di Rumah Makan Wedang Kopi.

Terletak di Kecamatan Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, rumah makan ini menawarkan konsep jamuan yang 'ndeso'. Dimana hal ini dikuatkan oleh arsitektur khas Jawa berupa bangunan-bangunan berbentuk Joglo dan juga interior berupa meja kursi kayu dengan model yang klasik. Senada dengan menu makanan yang ditawarkan; seperti tumis bunga pepaya, tumis bunga pisang, garang asem, tempe garit, dan aneka wedang khas Jawa.




Nah, yang lebih romantis lagi ambience-nya adalah di malam hari, saat suasana remang-remang ditemani oleh lampu-lampu taman dan juga live band akustik ber-genre Jazz yang bisa juga beradaptasi dengan lagu pop dan bahkan dangdut! Alhasil, meskipun rangkaian acaranya sesungguhnya serupa dengan makan malam di Waroeng Klangenan, ada aura berbeda yang tercipta disini… Bukan cuma fun dan happy, tapi juga syahdu dan haru…




Momen yang paling mengesankan adalah pada saat seusai makan, kemudian kami mulai terpancing ajakan tour leader dan band pengiring untuk menyanyi bersama di pelataran terbuka di tengah restaurant. Saat itulah lagu-lagu kenangan dan kebersamaan mengalir begitu saja; mulai dari 'Kemesraan', 'Yogyakarta' dan deretan nomor lagu Sheila on 7. Benar-benar MAGIC! This place is totally awesome

Day 4: Bakpia Pathuk 25 - Malioboro - De Mata Trick Eye Museum - Ayam Goreng Ny. Suharti - Kembali ke Lampung

●Bakpia Pathuk 25● Pagi itu, seusai sarapan, kami pun bersinggah ke Toko Bakpia Pathuk 25 yang legendaris. Nama Bakpia, seperti yang kita tahu sesungguhnya berasal dari Bahasa China 'Bak' yang berarti babi, dan 'pia' yang berarti sejenis makanan. Namun, tenang kemudian Bakpia yang dikenal di Jogja bukan lagi Bakpia dengan isian daging bagi, tapi kumbu kacang hijau. Yang kini pun sudah berinovasi menjadi berbagai macam rasa, seperti coklat, keju, durian, dan banyak lagi…

Mungkin beberapa orang penasaran kenapa makanan bernama Bakpia ini disebut Pathuk dan nomornya macem-macem… Hmm, nama Pathuk sesungguhnya menunjuk nama jalan tempat perajin Bakpia, sedangkan angka yang mengikutinya adalah nomor rumahnya. That simple! Tapi, ya saya juga baru tau ini sih… Termasuk kalau di Bakpia Pathuk 25 ini hanya menerima pembayaran tunai alias ga bisa gesek!


●Malioboro●Kemudian, setelah belanja Bakpia dan oleh-oleh dalam bentuk makanan lainnya, kami pun bergeser ke Jl. Malioboro yang tidak kalah legendaris di Jogja. Dan kalo disini, ya sudah, kami diumbar begitu saja, ga usah lah dipandu-pandu… tanpa protokol kami pun sibuk dengan agenda sendiri di sini. Kami semua, termasuk saya…

I do very bad in navigation! So, meskipun Jl. Malioboro ini tempat main saya kala remaja, tetap saja saya ga hapal mau kemana ke arah mana… Sampai akhirnya ada seorang bapak tukang becak yang menawarkan mengantar ke toko-toko batik yang bagus tapi murah. Saya pikir ini opsi yang bagus, jadi saya setujui, tapi ternyata pencarian ini memakan waktu, hingga akhirnya saya minta pak tukang becak mengantar saya ke Batik Hamzah (dulu Mirota Batik).


Di sini, harga batik dan souvenir-souvenirnya so-so lah… Ada yang sangat terjangkau, ada juga yang sangat mahal. Tapi pas lah tempat ini buat orang-orang yang tidak terlalu tau batik karena harga sudah disesuaikan dengan kualitasnya, juga tidak pandai menawar…


●De Mata Trick Eye Museum● Menjelang tengah hari, sebelum puas berbelanja, kami terpaksa beralih ke destinasi berikutnya karena hari itu (7 Oktober 2018) bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Jogja yang ke 262 dan Malioboro akan ditutup untuk pawai. Alasan yang tidak bisa ditawar, jadi walau pun dengan 'ndungsang-ndungsang' (Bahasa Jawa artinya terburu-buru), kami pun berhasil berkumpul di bus dan berangkat ke De Mata Trick Eye Museum.

De Mata Trick Eye Museum terdiri dari tiga wahana yaitu De Mata, De Arca, dan D'WALIK. De Mata adalah wahana wisata 3D dimana pengunjung bisa berfoto dengan berbagai lukisan 3D, sehingga menimbulkan efek nyata. Susah jelasinnya, tapi yakin deh, teman-teman pasti tau yang saya maksud lah ya… Itu lho foto ala-ala kita sedang nyeberang jembatan, diserang buaya, dimakan hiu, dan sejenisnya. Tapi kami melewatkan wahana ini…

Dari ketiga wahana di De Mata Museum, kami memilih untuk berkunjung ke De Arca; yaitu museum patung dengan koleksi kurang lebih 100 buah patung 5D karya seniman lokal Jogja dengan beberapa kategori; seperti tokoh dunia, artis, dan superhero. Jadi kita bisa foto dengan patung-patung yang menyerupai aslinya ini ala-ala sedang duduk bareng, sedang salaman, dan sebagainya… tergantung kreativitas kita lah pokoknya.


Saya memang tidak berfoto dengan semua patung dan saya rasa demikian juga dengan rekan-rekan lain. Kami hanya berfoto dengan patung-patung tokoh favorit kami saja, karena itu kemudian ada jeda waktu yang cukup lama sebelum kami beralih ke Ayam Goreng Ny. Suharti sebagai destinasi terakhir. Karena itu, setelah bosan nongkrong-nongkrong di foodcourt-nya, kami pun memutuskan mencoba wahana D'WALIK bagian dari De Mata Trick Eye Museum.


Dengan membayar tiket Rp. 50.000,- kami pun bisa menjelajahi D'WALIK yang terdiri dari 27 set ruangan tematik yang propertinya tersusun terbalik. Ada yang bertemakan horor, barbershop, kamar, bengkel, angkringan, dan banyak lagi.


Pada ruangan-ruangan dengan properti yang terbalik ini, kita bisa berpose ala-ala jungkir balik dengan kemudian me-rotate foto yang dihasilkan. Pretty fun… tapi cukup melelahkan… Iya, kayaknya sih, cuma pose-pose aja ya disini, tapi coba diperhatiin deh… untuk menghasilkan gambar yang atraktif disini, kita pun harus bergaya ala-ala yoga; kaki diangkat, tangan diangkat… tahan, senyum, liat ke atas, dan seterusnya.

Main kesini, sebenarnya juga badan sudah capek, mengingat dua hari sebelumnya kami sudah melakukan banyak kegiatan… Tapi, dengan semangat kapan lagi punya kesempatan main, kami pun dengan ambisius bertekad berfoto di semua set ruangan. Yang yaah, ternyata memang tidak bisa dicapai sih, tapi meskipun begitu, paling tidak kami berhasil berfoto di kurang lebih 95% set ruangan. Sisanya gagal tereksekusi karena keterbatasan waktu dan juga sudah benar-benar sudah lesu dan kecapekan.

●Ayam Goreng Ny. Suharti● Next and last, menjelang sore, kami bergerak ke Rumah Makan Ayam Goreng Ny. Suharti yang legendaris itu.

Saya orang Jogja, tinggal di sana selama kurang lebih 24 tahun, tapi jujur saja, saya belum pernah mencoba makanan satu ini. So, fixed, saya pun tidak kalah excited dengan rekan-rekan lain dalam perjalanan ini yang notabene banyak yang baru datang pertama kali ke kota ini.

Dan ternyata, memang harus saya akui rasa ayam goreng ini memang lezat, sehingga kami pun yang sebenarnya belum terlalu lapar karena memang belum waktunya makan malam pun bersemangat menyantap hidangan yang sudah disiapkan, yang tentu saja adalah ayam goreng, tumisan, lalap, sambel, nasi putih, dan teh manis. Yumm… sajian sederhana yang benar-benar nikmat…


●Kembali ke Lampung● Dan tak terasa waktu pun berlalu begitu cepat… Waktu 4 hari 3 malam kami di Jogja pun berakhir hari itu… Segala keceriaan, keseruan, dan keharuan kegiatan Employee Gathering kami berakhir hari itu.

The A Team…

Bagi saya pribadi, apa yang kami lalui selama 4 hari dan 3 malam di Jogja ini benar-benar sesuatu yang mengesankan. Sebagai bagian dari panitia yang menyiapkan dan memastikan acara terlaksana sebagaimana mestinya, saya sangat bahagia dengan segala senyum, tawa, dan canda yang saya lihat sepanjang kegiatan ini. Dan saya rasa, seluruh kawan-kawan panitia pun merasakan hal yang sama… And I'm proudly say, "We did it!"

To Adi, Yeny, Ais, Sandy, Seera, Galuh, Iffa, Dino, Erwin, Ridho, Fahma, Mega, Fariz, Eka, Ulis, Diksa, Donni, Pak Mardi, Nopriadi, Bowo, dan panitia yang mungkin lupa saya sebutkan; "Yes, we did it guys! We did a great job!"

Juga untuk pihak event organizer, Limasan Tour and Travel; Zindy, Fida, Yulius, Rika, Vandi, Adit, dan tim yang sudah dengan sangat profesional dan friendly mengorganisir kegiatan kami di Jogja. Mulai dari perencanaan tour; meliputi pemilihan objek wisata, hotel, dan rundown acara; tim Limasan sangat-sangat mengakomodir kebutuhan dan kapasitas keuangan kami. Bukan cuma objek wisata utama yang mereka perhatikan, tapi juga wisata kulinernya; mereka memberikan opsi-opsi tempat makan yang authentic tapi masih masuk di kantong.

Satu lagi, karena dasarnya tim ini rame dan berjiwa muda, mereka bisa aja memilih lokasi dan juga membawa suasana menjadi penuh kebersamaan, entah itu seru atau haru. Sebagai klien, kami puas lah dengan servisnya. Termasuk juga foto-foto kerennya… menurut saya yang bukan fotografer profesional, tapi suka rempong dengan foto; angle foto-fotonya bagus! (Semua foto dengan watermark Limasan Tour and Travel is belong to them). Terima-kasih Limasan…

Dan demikian cerita keseruan dan keharuan kami di Jogja selama 4 hari dan 3 malam… Just another story of our employee gathering, tapi meninggalkan kenangan, kepuasan dan pembelajaran tersendiri bagi kami semua. Alhamdulillah…

With Love,
Nian Astiningrum
-end-