SOCIAL MEDIA

search

Sunday, September 28, 2014

Mencintai Jamu sejak Dini dengan Edukasi ‘TOGA’

“Suwe ora jamu, jamu godhong tela,
Suwe ora ketemu, ketemu pisan gawe gela.”

Sebagai seorang yang lahir dan tinggal di Daerah Istimewa Yogyakarta selama kurang lebih 23 tahun, wajar jika lagu ‘Suwe Ora Jamu’ di atas begitu familiar bagi saya. Dan saat akhirnya merantau ke Sumatera Selatan, saya baru menyadari bahwa lagu tersebut ternyata jauh lebih populer dari perkiraan sebelumnya. Sampai-sampai, rekan kerja saya yang notabene adalah putri daerah Sumatera Selatan asli dan belum pernah menginjakkan kakinya di Jawa sekali pun, bisa menyenandungkan lagu ciptaan R.C. Hardjosubroto tersebut. Lagu dengan lirik berima pantun ini menggunakan kebiasaan masyarakat dalam mengkonsumsi jamu sebagai ‘sampiran’ untuk menyampaikan cerita tentang sebuah pertemuan yang terjadi setelah sekian lama dan berakhir mengecewakan. Penggunaan kebiasaan minum jamu sebagai sampiran ini sendiri, bisa jadi merupakan refleksi maraknya penggunaan jamu di masa lalu, sebelum harus bersaing dengan obat-obatan modern. 


Jamu yang berasal dari bahasa Jawa Kuno, ‘jampi’ atau ‘usodo’ merupakan istilah untuk menyebut ramuan dari tanaman obat. Penggunaan jamu ini sudah dilakukan sejak ratusan tahun silam, dimana hal ini terdokumentasi dalam kitab daun lontar maupun naskah lainnya. Dalam kitab daun lontar,  terdapat Usada Ila yang berisi pengobatan untuk penyakit lepra, Usada Kurantobolong  yang berisi petunjuk pengobatan penyakit pada bayi dan anak-anak, Usada Carekan Tua yang berisi pengobatan penyakit orang-tua, dan banyak lagi. Sedangkan dalam bentuk naskah, penggunaan jamu dimasa lalu didokumentasikan dalam naskah Gatotkaca Sraya, Bhomakawya, Sumanasantaka, Lubdhaka dan banyak lagi. Selanjutnya, pencatatan jamu berkembang pesat dengan masuknya Bangsa Eropa, sehingga sejak abad ke-16 Masehi yang banyak menerbitkan publikasi tanaman obat Indonesia, seperti ‘Historia Naturalist et Medica Indiae’ yang ditulis oleh pelaut kebangsaan Portugis, Yacobus Bontius[1].

Penggunaan dan popularitas jamu di masa lalu memang tidak diragukan lagi, karena bahkan menurut sejarah rempah-rempah Indonesia sebagai bahan jamu lah yang mengundang Bangsa Barat untuk berlabuh di Kepulauan Indonesia. Namun, bagaimana dengan penggunaan dan eksistensi jamu saat ini? Apakah jamu masih bisa bertahan di tengah berkembangnya obat-obatan modern saat ini? Yang notabene tentu lebih praktis, mudah didapatkan dan banyak diresepkan oleh praktisi kesehatan (dokter) di Indonesia. Seperti halnya lagu ‘Suwe Ora Jamu’ yang masih begitu populer hingga sekarang.

Dan jawabannya adalah iya! Walaupun dengan gempuran obat-obatan modern yang begitu dahsyat, hingga detik ini pun jamu masih mempertahankan eksistensinya sebagai salah satu alternatif pengobatan tradisional. Bukan hanya di Indonesia, tapi juga di berbagai negara, dimana hal ini ditandai dengan terus meningkatnya eksport jamu hingga mencapai angka USD 9,7 juta pada periode terakhir tahun 2013 lalu[2]. Dimana hal ini tentu tidak lepas dari berbagai usaha untuk melakukan pendataan dan pengujian khasiat jamu secara klinis agar penggunaan jamu lebih aman dan tepat sasaran; sekaligus untuk mengangkat martabat jamu secara ilmiah di mata dunia internasional sebagai warisan budaya asli Indonesia yang memiliki potensi penyembuhan berbagai penyakit. Kencur misalnya, sebagai bahan utama Jamu Beras Kencur, ternyata secara empirik memiliki potensi sebagai anti-obesitas[3]. Dan juga kunyit sebagai bahan utama Jamu Kunyit Asam (Kunir Asem) yang memiliki manfaat untuk mengobati berbagai penyakit, seperti diabetes melitus, tifus, usus buntu, disentri, keputihan, haid tidak lancar, sakit perut saat haid dan banyak lagi[4].

Selain upaya melakukan uji klinis untuk mengangkat martabat jamu di dunia ilmiah dan internasional, beraneka ragam penyajian jamu saat ini pun turut mempopulerkan jamu di tengah masyarakat. Saat ini, jamu dapat ditemukan dalam berbagai bentuk; seperti kapsul, tablet atau serbuk dengan berbagai varian rasa untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan kepraktisan dan mengurangi cita-rasa pahit. Selain itu, cara menjajakan jamu pun kini tidak kalah bervariasi untuk menjangkau berbagai segmen masyarakat. Jika dulu kita hanya mengenal jamu yang dijajakan oleh penjual jamu gendong, kios-kios jamu atau diantarkan menggunakan sepeda atau alat transportasi lainnya; kini jamu bahkan bisa ditemui di cafe-cafe. ‘Reina Herbal Drink Café’, salah satunya. ‘Reina Herbal Drink Café’ merupakan sebuah cafe yang didirikan oleh Made Ayu Aryani demi menjawab tantangan untuk mengubah persepsi masyarakat yang tidak menyukai jamu karena rasanya yang pahit. Dimana hal ini diwujudkan ‘Reina Herbal Drink Cafédengan penyajian jamu dalam berbagai varian rasa di kedainya di Kota Solo[5].

Gambar 1
Pamflet ‘Reina Herbal Drink Café’
Sumber Facebook Page Resmi ‘Reina Herbal Drink Café’

Perkembangan jamu saat ini memang begitu luar biasa, baik ditilik dari pengakuan secara ilmiah maupun popularitas di kalangan masyarakat. Namun, dibalik semua prestasi jamu tersebut, terselip sebuah kenyataan yang harus disadari dan segera dicarikan solusi; yaitu bagaimana meningkatkan kecintaan masyarakat akan jamu dan terus melestarikan jamu sebagai budaya Indonesia di masa depan. Karena, pada kenyataannya konsumen jamu saat ini cenderung berasal dari kalangan khusus yang didominasi oleh generasi tua, meskipun peminat jamu dari kalangan generasi muda pun masih tetap eksis dengan kuantitas yang lebih rendah. Dimana hal ini kemungkinan disebabkan oleh maraknya penggunaan jamu sebagai pengobatan pada masa lalu sebelum tergeser oleh obat-obatan modern. Sementara generaasi muda saat ini dihadapkan dengan pilihan pengobatan modern yang lebih praktis dan mudah didapat, sehingga bahkan banyak yang tidak mengenal jamu.

Permasalahan jamu sebagai salah satu warisan budaya dan tradisi Indonesia, sama halnya dengan permasalahan yang dihadapi berbagai budaya daerah lainnya yang semakin sedikit peminatnya dan tertinggal popularitasnya dibandingkan budaya asing. Berkaitan dengan pelestarian jamu, usaha mengangkat martabat jamu secara ilmiah agar penggunaannya semakin diperhitungkan dalam dunia pengobatan klinis secara nasional dan internasional, serta upaya memasyarakatkan jamu tentu harus terus digalakkan. Namun, disamping upaya tersebut, kita pun harus melakukan tindakan agar jamu dapat dicintai seluruh kalangan masyarakat, tidak terlupa pada anak-anak. Semua itu untuk merubah trend minat terhadap jamu secara demografi yang menurun pada generasi muda. Sementara sesungguhnya di tangan merekalah kelestarian jamu di masa depan dibebankan.

Seperti halnya anak-anak yang harus diberikan informasi sejak dini mengenai berbagai kesenian tradisional agar mencintainya dan regenerasi terus terjadi. Kecintaan pada jamu sebagai warisan budaya Indonesia pun harus ditanamkan sejak dini, agar baik kesenian daerah maupun jamu sebagai warisan budaya Indonesia terus dicintai kini dan seterusnya. Dimana penanaman kecintaan dan kesadaran (awareness) akan jamu sebagai budaya daerah sejak dini ini cenderung memiliki peluang keberhasilan yang tinggi, karena anak-anak belum terkontaminasi dengan ketidakpedulian pada jamu. Bagi mereka, segala pengetahuan adalah sesuatu yang menyenangkan dan menarik, sehingga lebih mudah diberikan informasi untuk membentuk mereka menjadi pribadi yang sadar akan manfaat jamu dan mencintainya.

Menanamkan rasa cinta akan jamu sama artinya dengan memberikan pemahaman akan khasiat dan kelebihan jamu dibandingkan alternatif pengobatan lain. Namun, tentu saja, memberikan pengetahuan sekaligus menanamkan rasa cinta pada jamu untuk anak-anak harus dilakukan dengan teknik yang edukatif sekaligus menyenangkan. Salah satunya adalah dengan Program Edukasi TOGA (Tanaman Obat Keluarga) pada anak-anak. TOGA adalah tanaman hasil budidaya rumahan yang berkhasiat sebagai obat yang diwujudkan dalam bentuk sebidang tanah yang digunakan untuk membudidayakan obat untuk keperluan pengobatan keluarga[6]. Jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai TOGA sangat bervariasi; misalnya sebagai berikut[7]:

NO
NAMA TANAMAN
KHASIAT/MANFAAT
1.
Urang-Aring (Eclipta alba)
Digunakan untuk penyakit muntah darah, mimisan, kencing darah, hepatitis, diare dan keputihan
2.
Viola (Viola odorata Linn.)
Berpotensi sebagai obat gangguan syaraf, anti bakteri, anti jamur, antioksidan, anti plasmodium, obat cacing dan sitotoksik, analgesik, anti-inflamasi, diuretik dan menurunkan tekanan darah
3.
Sisik Naga (Drymoglossum piloselloides [L.] Presl.)
Berfungsi sebagai anti jamur atau anti bakteri
4.
Singkong (Manihot esculenta/Manihot utilissima)
Mengobati rematik, demam, sakit kepala, diare, cacingan, luka bernanah, luka karena panas, mengembalikan pandangan kabur dan meningkatkan nafsu makan
5.
Salvia (Salvia splendens Ker. Gawl)
Mengobati demam, bisul, luka terpukul, terkilir dan bengkak
6.
Patah Tulang (Eupharbia tirucalli L.)
Mengobati sakit lambung, rhematik, sifilis, wasir, tukak rongga hidung, nyeri saraf (akar dan ranting), serta penyakit kulit, kusta, tulang patah, sakit gigi, tahi lalat membesar dan gatal, kutil, tertusuk benda tajam (kaca), kapalan/penebalan kulit dan keseleo
7.
Mundu (Garcinia dulcis)
Sebagai antioksidan, antibaktersi, antivirus, antikanker, antiinflamasi dan pengobatan penyakit kardiovaskuler. Bagian batang sebagai antimalaria. Bagian buah mengobati luka, gondok dan sariawan
8.
Mengkudu (Morinda citrifolia)
Obat antihipertensi, sakit kuning, demam, influensa, batuk, sakit perut, menghilangkan sisik pada kaki dan anti diabetes
9.
Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata Prain.)
Mengobati demam, gatal-gatal, diabetes, wasir, influenza, batuk, radang saluran pernapasan dan kanker ganas. Selain itu digunakan sebagai obat luar untuk keseleo, luka terpukul, gigitan ular berbisa, borok, bisul penyubur rambut, antibiotik dan penghilang rasa sakit
10.
Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq)
Daun kering digunakan sebagai obat memperlancar pengeluaran air kemih (diuretik). Bermanfaat juga untuk pengobatan radang ginjal, batu ginjal, demam, kencing manis, albuminuria, penyakit syphilis, reumatik, hipertensi dan menurunkan kadar glukosa darah, serta sebagai antiinflamasai, antioksidan dan antibakteri
11.
Kompri/Kompfrey (Symphitum officinale L)
Mengobati rematik, pegal linu, diare, nyeri ulu hati, kanker payudara, bronkitis, luka memar, diabetes, patah tulang, hipertensi, radang usus, sakit lambung, amandel, kencing berdarah dan wasir berdarah
12.
Kembang Telang (Clitoria ternatea)
Mengobati sakit tenggorokan, infeksi mata, penyakit kulit, abses, bisul, radang mata merah dan sakit telinga
13.
Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia)
Dapat mencegah terjadinya kanker kolon, mencegah tumor, sebagai antibakteri, mengobati amandel, malaria, ambeien, sesak napas, influenza, batuk, sakit panas, sembelit, disentri, sakit perut, masalah datang bulan, baru badan dan keriput pada wajah
14.
Cabe Rawit (capsicum frutescens)
Sering digunakan sebagai obat antirematik, obat sakit otot, sakit gigi dan campuran obat gosok. Secara empirik digunakan untuk mengobati sakit perut, perut kembung, batuk dan asma
15.
Beluntas (Pluchea indica (L.) Lees.)
Meningkatkan nafsu makan, membantu pencernaan, peluruh keringat (difoterik), pereda demam (antipiretik) dan penyegar

Gambar 2
Contoh TOGA
Diambil dari: http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection

Program ini dilakukan dengan mengajak anak untuk bersama-sama menanam tumbuh-tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan tradisional (jamu) untuk penyakit-penyakit yang umum (tidak kronis dan perlu penanganan dokter). Melalui proses ini, anak-anak sekaligus diajarkan manfaat dari masing-masing tanaman obat. Dimana tentu saja edukasi tentang manfaat dan khasiat tanaman ini harus dilandasi dengan penelitian empirik yang telah dilakukan. Sehingga dengan cara ini, anak akan mengerti khasiat pengobatan dari tanaman-tanaman yang mungkin dapat ditemukan dengan mudah di dapur dengan cara yang menyenangkan, karena melibatkan aktivitas fisik yang menantang, yaitu bercocok-tanam.

Gambar 3
Tanaman Obat Keluarga (TOGA) atau Apotek Hidup
Milik warga RW 09, Pondokkelapa, Durensawit Jatim[8]

Program Edukasi TOGA pada anak-anak ini dapat diaplikasikan dalam berbagai setting pembelajaran; misalnya di sekolah, Kelompok Bermain atau bahkan di rumah. Dalam hal ini tentu saja pembimbing, baik guru maupun orang-tua memegang peran penting. Karena melalui para pembimbing ini, bukan hanya pengetahuan yang akan disampaikan kepada anak didik, tapi juga tentang menanamkan rasa cinta dan bangga akan jamu sebagai obat tradisional Indonesia. Sehingga dengan demikian, pembimbing selain harus memiliki pengetahuan mengenai TOGA yang memadai, juga harus mampu membimbing anak didiknya dengan ramah dan menyenangkan.

Selanjutnya, agar lebih seru dan menantang, berbagai improvisasi dan permainan dalam kegiatan Edukasi TOGA pun dapat dilakukan. Misalnya, untuk setting sekolah, Edukasi TOGA bisa dilakukan dengan mengadakan lomba Apotek Hidup atau TOGA antar kelas. Di rumah, orang-tua bisa mengajak menanam TOGA sambil bermain tebak-tebakan tentang manfaat suatu tanaman sambil bercocok-tanam, dan banyak lagi, asalkan kegiatan tersebut menyenangkan dan mendidik bagi anak-anak.

Gambar 4
Program Edukasi TOGA pada anak-anak dan manfaatnya

Dalam hal ini (Edukasi TOGA bagi anak-anak), berbagai pihak dapat ikut terlibat dan membantu. Misalnya lembaga seperti Biopharmaca Research Centre (BRC) atau Biofarmaka IPB bekerjasama dengan sekolah-sekolah untuk mengadakan kegiatan ekstrakurikuler Menanam TOGA ataupun memanfaatkan waktu yang kosong untuk kegiatan Menanam TOGA. Selain juga, dapat ikut serta memberikan penyuluhan pada para orang-tua di lingkungan kampus, agar bisa melakukan Edukasi TOGA untuk anak-anak mereka. Dengan demikian, Edukasi TOGA akan menjangkau anak-anak dalam lingkungan yang lebih luas. Dan dengan banyaknya anak-anak yang mendapatkan Edukasi TOGA ini, maka diharapkan akan lebih banyak anak Indonesia yang menyadari dan mencintai jamu sebagi alternatif pengobatan serta warisan budaya nasional. Sehingga bangsa ini memiliki penerus yang mencintai jamu dan jamu pun akan terus lestari kini dan nanti. Tidak hanya berakhir sebagai peninggalan sejarah dalam museum atau berakhir pada publikasi-publikasi jurnal ilmiah.

Anak-anak sebagai generasi penerus adalah penentu kehidupan warisan budaya bangsa di masa depan. Karena itu, mari kita tanamkan kesadaran dan kecintaan mereka pada jamu sejak dini, agar jamu tetap lestari tak lekang oleh kemajuan jaman, salah satunya melalui Edukasi TOGA pada anak-anak. Mari ajak anak-anak kita bercocok-tanam untuk kesehatan dan kelestarian budaya Indonesia!

With Love,
Nian Astiningrum
-end-

Referensi:
  1. Trubus. 2012. Herbal Indonesia Berkhasiat Bukti Ilmiah & Cara Racik Vo. 10. Depok: Trubus.
  2. Sindonews.com. (21-04-2014). Industri Jamu Makin Menjanjikan. http://ekbis.sindonews.com/read/856221/34/industri-jamu-makin-menjanjikan. Diakses tanggal 02 September 2014.
  3. Iswantini, D., Darusman, L.K. & Fitriyani, A. 2010. Uji In vitro Ekstrak Air dan Etanol dari Buah Asam Gelugur, Rimpang Lengkuas dan Kencur sebagai Inhibitor Lipase Pankreas. http://biofarmaka.ipb.ac.id/publication/journal/65-uji-in-vitro-ekstrak-air-dan-etanol-dari-buah-asam-gelugur-rimpang-lengkuas-dan-kencur-sebagai-inhibitor-aktivitas-lipase-pankreas. Diakses tanggal 29 Agustus 2014.
  4. Biopharmaca Research Center. (03-05-2013). Kunyit (Curcuma domestic Linn.). http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection/564-herbal-plants-collection-kunyit. Diakses tanggal 29 Agustus 2014.
  5. Terasolo. (18-03-2013). Reina herbal Drink Cafe, Promosikan Jamu Lewat Konsep Kafe. http://terasolo.com/kuliner/reina-herbal-drink-cafe.html. Diakses tanggal 26 Agustus 2014.
  6. Wikipedia. (01-08-2014). Tanaman Obat Keluarga. http://id.wikipedia.org/wiki/Tanaman_obat_keluarga. Diakses tanggal 01 September 2014.
  7. Biofarmaka.ipb.ac.id. (29-08-2013). BCCS Collection. http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection. Diakses tanggal 04 September 2014.
  8. Jakarta.go.id. (_________). Apotek Hidup Koleksi 100 Jenis Tanaman Obat. http://www.jakarta.go.id/v2/news/2011/02/Apotek-Hidup-Koleksi-100-Jenis-Tanaman-Obat#.VAAlMKPv9Ow. Diakses tanggal 29 Agustus 2014.

26 comments :

  1. Super-kompleeeettt, ini kandidat kuat pemenangnya niih, hehehe... Keren, mak!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi.. makasihhhh.. menang ga menang tetap senang Mak :D
      Temanya menarik, kebetulan dapat ide dan tulisannya insyaallah bermanfaat buat banyak orang + pelestarian jamu tentunya *semoga saja :).. jadi puass :D

      Delete
  2. Mantaap tulisannya Mbak, salam kenal ya. Silahkan mampir juga di http://sulistyoriniberbagi.blogspot.com/2014/08/melestarikan-jamu-memajukan-budaya.html

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih mak.. salam kenal juga ^_^
      Langsung meluncur nih.. makasih sudah berkunjung ya :D

      Delete
  3. SEmoga sukses ya Mak...tulisannya penuh manfaat :)

    ReplyDelete
  4. Beli jamunya dunk? beras kencur gak pake manis....

    Super duper deh, edukasi TOGAnya makjlebs

    ReplyDelete
    Replies
    1. Boleh.. boleh.. monggo diminum.. hihi..
      Dari dulu paling suka berhadapan dg anak-anak.. mereka cenderung terbuka dan menyukai pengetahuan baru, tinggal kitanya cariin aktivitas yg menarik n seru..
      Makasih sudah mampir mak ;)

      Delete
  5. wih... mantap, jadi terinspirasi.. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ayo mak Riski murid-muridnya diajak bercocok tanam tanaman obat :D

      Delete
  6. Jamu yang aku suka kunir asem :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo jamu yang seger-seger.. paling suka jamu Beras Kencur.. hihi :D

      Delete
  7. Mantap Mak tulisannya...sangat informatif... Ngomong2 masalah jamu aku adalah penyuka jamu sejak lama... Seingatku sejak usia SD aku sdh ikut2an mama minum jamu gendong... Kebiasaan minum jamu gendong berlanjut hingga kini... Bila aku masuk angin atau badan kurang sehat cukup minum segelas jamu gendong lalu aku akan merasakan kesegarannya... badan terasa enteng dan bugar... Aku percaya minum jamu gendong yang dibuat dan diolah sendiri oleh si embok jamu bisa menyehatkan...karena bahan2nya diracik sendiri dari tumbuh2an yang berkhasiat dan asli Indonesia... Bila ingin lebih segar lagi citarasa jamunya...aku minta pada si embok jamu utk menambahkan kuning telor ayam kampung atau madu....kesegarannya semakan terasa lho... Kebetulan di depan kantorku tiap pagi ada penjual jamu gendong... Sebelum beraktifitas dan memulai pekerjaan aku minum jamunua si embok ini....hmmm....segar deh...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih mak.. alhamdulillah bisa beneran bermanfaat..
      Pas masih kecil juga suka minum jamu, kalo yang model delivery sih yang banyak pake sepeda.. belinya ya seputar jamu Kunir Asem atau Beras Kencur..
      Kalo jamu yang bertujuan buat obat, sering juga jamu sehabis datang bulan, pilek sama bersih darah (soalnya saya jerawatan).. meskipun pahit, entah kenapa jamu jerawat ini justru yang paling manjur ngilangin jerawat..
      Kalo sekarang, sudah jarang sekali.. di Sumsel agak jarang ada penjual jamu.. kalo lagi kangen paling beli jamu Beras Kencur n Kunir Asem sachetan.. :D
      Yah, semoga nanti disini ada kafe-kafe jamu yang bisa buat hangout sekalian.. haha, berasa masih muda aja :D

      Delete
  8. baru tahu ada cafe jamu...bookmark akh siapa tahu travelling ke solo

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mak.. punya teman sealmamater waktu kuliah mak.. saya pengen mampir juga, cuma jauuh.. :D

      Delete
  9. Replies
    1. Iya.. coba aja kapan-kapan mas Adi :)
      Jamu dalam suasana cafe, pastinya lebih menarik untuk kalangan anak muda ;)
      Melestarikan jamu memang harus dengan cara-cara yang inovatif supaya efektif..
      Terima-kasih sudah mampir :)

      Delete
  10. nah itu kerjaan saya mak, mengedukasi supaya di pekarangan rumah ada toga, juga mengenalkan tanaman termasuk toga kepada anak2, tantangan berat nih mak karena gak semuanya tergerak padahal menanam itu mengasikkan

    ReplyDelete
  11. dulu suka menanam tanaman obat, tapi baru tumbuh sedikit udah dicabut *penasaran sama umbinya, alhasil ga jadi hidup XD

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi.. ya tinggal tanam lagi kalo penasarannya dahnterjawab :D
      Ayo sekarang tanam lagi.. jadi ga bingung-bingung kalo butuh.. sekalian ngajakin tetangga-tetangga boleh juga lho ;)

      Delete
  12. iya bener, mencintai jamu harus diajarkan sejak dini ya mbak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mengajarkan kebaikan pada anak-anak selalu punya poin plus.. pertama mereka belum terkontaminasi dg sikap tertentu sehingga lebih netral dengan pengetahuan yg kita berikan, kedua akan lebih menetap sepanjang hidup.. seperti kata ungkapan.. belajar dimasa muda bagai melukis di atas batu, belajar di masa tua bagai melukis di atas air..
      Dan ketiga khususnya pada pelestarian jamu, mereka inilah harapan kita akan perkembangan jamu di masa depan.. *bayangkan kita-kita ini sudah ga ada lagi :D
      Terima-kasih sudah mampir :)

      Delete

Hai! Terima-kasih sudah membaca..
Silakan tinggalkan komentar atau pertanyaan disini atau silakan DM IG @nianastiningrum for fastest response ya ;)