Penting
bagi wanita!!
Tidak disarankan makan bayam & tahu bersamaan,
karna jika digabungkan akan membentuk senyawa yg bisa mengakibatkan terbentuknya batu/kista dalam tubuh.
Hasil penelitian Prof. Dr. Asbudi, SPOG
Jangan makan timun saat haid karna bisa menyebabkan darah haid tersisa di dinding rahim, setelah 5-10 hari dapat menyebabkan kista & kanker rahim.
Alangkah baiknya bila info ini disebarkan ke banyak wanita sebagai tanda kepedulian kita terhadap sesama.
Jika pria yang menerima bbm ini, tolong di teruskan kepada rekan wanitanya.
Tidak disarankan makan bayam & tahu bersamaan,
karna jika digabungkan akan membentuk senyawa yg bisa mengakibatkan terbentuknya batu/kista dalam tubuh.
Hasil penelitian Prof. Dr. Asbudi, SPOG
Jangan makan timun saat haid karna bisa menyebabkan darah haid tersisa di dinding rahim, setelah 5-10 hari dapat menyebabkan kista & kanker rahim.
Alangkah baiknya bila info ini disebarkan ke banyak wanita sebagai tanda kepedulian kita terhadap sesama.
Jika pria yang menerima bbm ini, tolong di teruskan kepada rekan wanitanya.
Begitulah bunyi
sebuah broadcast message melalui Blackberry Messanger (BBM) yang marak beberapa
waktu lalu. Saya pun kala itu menerima broadcast
message yang sama dari seorang teman. Sebuah pesan yang saya abaikan,
sampai akhirnya suatu hari sebuah foto yang saya unggah di akun Facebook
mendapat komentar berkaitan isi broadcast
message tersebut. Waktu itu, saya mengunggah foto makanan berbahan dasar
bayam dan tahu, yang kemudian mendapat komentar dari seorang teman bahwa kedua
bahan tersebut sebaiknya tidak dikonsumsi bersamaan karena akan menimbulkan
reaksi kimia yang tidak baik. Sebuah komentar yang mengingatkan pada broadcast message yang konon berdasarkan penelitian Prof. Dr. Asbudi, SpOG yang
sebelumnya saya abaikan. Dan karena penasaran dengan kebenarannya, saya pun
mencari informasi pembanding dengan browsing
melalui internet.
Lalu, benarkah
bayam dan tahu jika dikonsumsi bersamaan dapat memicu timbulnya kista? Ternyata
tidak! Setidaknya itulah yang dijelaskan oleh Dr. Damar Prasmusinto, SpOG
melalui situs detikHEALTH[1]. Dimana informasi yang dipublikasikan
oleh detikHEALTH sebagai media yang dikenal memiliki reputasi baik disertai
pencantuman sumber informasi yang jelas, tentu lebih terpercaya daripada broadcast message yang tidak dapat
ditelusuri sumber rujukannya.
Gambar 1
Screenshot
post dan komentar dalam akun Facebook saya
Salah satu bukti bagaimana hoax begitu mudah menyebar secara viral
|
***
Berita bohong yang
seringkali disebut sebagai hoax, atau
didefinisikan sebagai kesalahan yang sengaja dibuat untuk menyerupai kebenaran[2];
memang begitu banyak beredar di tengah
masyarakat. Hoax ini menyebar secara masif
melalui berbagai media yang berkembang pesat dewasa ini. Misalnya melalui situs
jejaring sosial (seperti Facebook dan Twitter), email, website, blog, aplikasi instant
messaging (seperti Blackberry Messanger dan WhatsApp) serta banyak lagi.
Cukup dengan klik tombol ‘share’ (bagikan),
copy pesan kemudian paste dan post di grup BBM atau WhatsApp, atau broadcast ke seluruh kontak kedua aplikasi instant messaging tersebut; maka berita pun akan segera menyebar
secara viral.
Kondisi
merebaknya hoax seperti ini tentu saja merugikan, karena
mendorong terciptanya pemahaman yang keliru pada masyarakat. Meskipun memang
tidak akan sampai berdampak fatal, jika konten yang disebarkan cukup ringan dan
tidak mengarah pada tindakan yang negatif. Seperti broadcast message mengenai bayam dan tahu tersebut misalnya, yang hanya
membuat sebagian masyarakat percaya untuk tidak mengkonsumsinya bersamaan,
sebuah tindakan yang relatif tidak membahayakan tentunya. Tapi, tentu akan lain
ceritanya, jika hoax yang disebarkan merupakan
isu besar yang menggiring masyarakat sampai pada tingkatan kepercayaan yang
salah pada sebuah isu yang sensitif. Seperti contoh broadcast message pada gambar 2.
Gambar 2
Broadcast
message dari seorang teman
melalui BBM
|
Dukungan massa
yang terpecah menjadi dua kubu pada saat Pemilihan Presiden (Pilpres 2014)
ditambah dengan berita seperti yang disampaikan melalui broadcast message pada gambar 2 tentu sangat rawan menggiring
masyarakat pada perbedaan opini yang lebih tajam, dan menimbulkan reaksi tidak
sehat yang memperkeruh suasana. Pro dan kontra, bahkan saling tuding kesalahan sudah
pasti tidak dapat dielakkan. Padahal, jika masyarakat berusaha mencari rujukan
pembanding melalui berbagai media, maka akan ditemukan klarifikasi dari Ketua
KPU (Husni Kamil Malik) bahwa berita tersebut tidaklah benar[3]. Kemudian,
video yang disebarkan pun, terlepas dari benar tidaknya isi pesan yang
disampaikan, pada akhirnya jelas menimbulkan polemik dan perbedaan pendapat yang
mengarah pada perpecahan. Dimana hal ini secara sederhana dapat terlihat dari
komentar-komentar pada video yang diunggah tersebut.
Dua Mata Pisau Kebebasan Berpendapat dan Kemajuan Teknologi
Informasi
Bergulirnya Orde
Reformasi di Indonesia pada tahun 1998, memang benar-benar memberikan angin
segar pada kebebasan masyarakat untuk
menyampaikan pendapat. Jika pada masa Orde Baru, kehidupan pers relatif
dikekang, sehingga menghalangi rakyat untuk menyampaikan aspirasi serta
memperjuangkan hak asasinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara[4]; maka sejak Orde Reformasi, peraturan pemerintah
cenderung lebih permisif menyikapi hal ini dan kebebasan pers pun dapat
terwujud. Setiap warganegara Indonesia sejak saat itu pun dapat mengungkapkan
pendapatnya secara leluasa dengan jaminan perlindungan hukum sesuai
Undang-Undang dan peraturan yang berlaku; sehingga hal ini
merangsang pers maupun masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya secara luas.
Selanjutnya,
kebebasan mengemukakan pendapat ini didukung dengan perkembangan teknologi yang
begitu pesat, membuat berbagai informasi maupun berita dapat beredar secara
luas dalam waktu singkat. Saat ini, dengan adanya internet, siapa pun dapat
dengan mudah mempublikasikan ide, sikap atau fakta yang dilihatnya melalui
berbagai platform. Baik melalui media
jurnalistik yang sudah ada, maupun secara mandiri melalui blog, website pribadi maupun
media jejaring sosial. Dimana publikasi ini selanjutnya akan dengan
mudah menyebar secara viral melalui
internet maupun aplikasi instant
messaging yang ada. Semudah klik tombol ‘share’ atau broadcast ke
seluruh kontak, maka berita apapun dan dari sumber mana pun akan menyebar dan
diketahui publik.
Kebebasan
berpendapat dan kemudahan penyebaran informasi seperti ini, tentu
merupakan hal yang positif karena memberikan kesempatan pada masyarakat untuk menyampaikan
aspirasinya dengan leluasa, serta mengetahui berbagai berita secara transparan.
Namun, disisi lain, tanpa adanya etika dan tanggung-jawab dalam menyampaikan
pendapat dan pemikiran tersebut, serta kebijaksanaan dalam mencerna pesan yang
diterima, maka kebebasan berpendapat dan kemudahan penyebaran informasi ini berpotensi
menimbulkan kerugian secara luas. Berita yang kurang bisa
dipertanggung-jawabkan kebenarannya, namun disampaikan secara manipulatif
sehingga tampak sebagai fakta, tentu akan menggiring masyarakat pada opini yang
salah. Dan berita-berita seperti ini tidak jarang menimbulkan kebingungan pada
masyarakat, sehingga sikap saling klaim kebenaran dan saling tuding kesalahan
yang berujung pada perpecahan pun tidak dapat dielakkan.
Fenomena
kebingungan publik, saling klaim kebenaran dan saling tuding kesalahan yang
berujung pada perpecahan akibat simpang-siurnya pemberitaan ini terlihat jelas pada
momen Pemilu 2014 lalu. Waktu itu, tanpa harus mencari, setiap orang dengan
mudah mendapatkan informasi berkaitan dengan kedua pasangan Capres dan Cawapres
melalui berita yang dibagikan pada situs jejaring sosial atau aplikasi instant messaging. Berita apa pun, mulai
dari yang memiliki sumber rujukan jelas dan dapat diverifikasi kebenarannya
sampai berita ‘bodong’ yang
memutarbalikkan fakta, semudah membuka halaman situs jejaring sosial,
masyarakat pun akan mengetahuinya. Dan selanjutnya, proses penyebaran secara viral pun terus berlanjut saat
masyarakat kemudian membagikan berita tersebut kepada jaringannya
masing-masing, baik melalui interaksi langsung maupun secara online.
Melalui momen
Pemilu 2014 lalu, dapat dilihat dengan jelas adanya sinyal perpecahan akibat
peredaran hoax yang tidak terkendali;
mulai dari fenomena saling serang melalui status dan komentar berisi sinisme
pada situs jejaring sosial sampai demonstrasi yang membawa kerusakan secara
material[5]. Dimana hal tersebut tentu saja adalah pertanda bahwa
perpecahan sudah mengarah pada tingkatan yang lebih rawan dan harus segera
ditanggulangi, agar tidak sampai merusak persatuan dan kesatuan bangsa.
Menyikapi Masifnya Peredaran Hoax demi Keutuhan Bangsa
Hoax merajalela di
tengah masyarakat melalui berbagai media, terutama melalui internet sebagai
media yang menjanjikan kepraktisan serta penyebaran yang lebih luas dan cepat. Para
pencipta hoax ini berusaha meyakinkan
pembacanya dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan memalsukan
situs-situs media ternama, seperti Detik.com, Kompas.com, Tribunnews.com,
Tempo.co dan Liputan6.com. Dengan alamat-alamat domain yang dibuat menyerupai situs berita tersebut; seperti
liputan6.com--news.com, detik.com–news.com, kompas.com–news.com, tribunnews.com–news.com
dan tempo.com—new.com; oknum yang tidak bertanggung-jawab sengaja memuat hoax yang bertentangan dengan berita
aslinya untuk memperkeruh suasana. Misalnya, berita berjudul ‘Prabowo Unggul
54%, Fakta Hasil Pilpres 2014 di Tangan TNI-Polri’ atau ‘Ketua KPU Ditetapkan
Sebagai Tersangka’[6]. Menanggapi kejadian ini, beberapa pihak pun
aktif melaporkan kepada Menkominfo, dan saat tulisan ini dibuat, situs-situs
tersebut sudah tidak dapat diakses.
Usaha intervensi
terhadap sumber berita melalui tindakan pemblokiran maupun sensor oleh pemerintah
melalui pihak yang berwenang seperti ini sangatlah penting untuk menghentikan
peredaran hoax yang menyesatkan masyarakat.
Akan tetapi, pemerintah dalam hal ini Menkominfo tentu memiliki keterbatasan
untuk mendeteksi adanya pelanggaran pemberitaan serius seperti ini dengan
cepat, secepat peredaran hoax itu
sendiri. Teknologi informasi yang demikian maju menyebabkan hoax dapat menyebar begitu cepat, sehingga
kecepatan deteksi dan pemblokiran tidak sebanding dengan kecepatan penetrasi hoax pada masyarakat. Selain itu,
kenyataan bahwa hoax pun menyebar
secara laten melalui media yang sulit dilacak (seperti email, instant messaging atau bahkan dari mulut
ke mulut) membuat upaya intervensi pada sumber berita semacam ini tidak selalu
dapat dilakukan.
Perkembangan
penggunaan internet dan akses situs jejaring sosial secara massal, memang
merupakan ladang subur bagi peredaran hoax
di tanah air. Tingginya akses internet dan situs jejaring sosial ini terungkap
melalui data yang dilansir Kominfo dalam situs resminya[7]. Data ini
menyebutkan bahwa pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta
orang dan 95% di antaranya menggunakannya untuk mengakses situs jejaring
sosial. Bahkan, Selamatta Sembiring (Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik
(IKP)) menuturkan bahwa Indonesia menduduki peringkat 4 pengguna Facebook dan 5
pengguna Twitter terbesar di dunia. Dimana Webershandwick sebagai perusahaan public relations dan pemberi layanan
jasa komunikasi data lebih lanjut menyampaikan data bahwa ada 65 juta pengguna
Facebook aktif di Indonesia. Dengan total 33 juta pengguna aktif per hari dan
28 juta pengguna aktif diantaranya menggunakan perangkat mobile.
Data statistik
ini tentu cukup menggambarkan betapa besar peran masyarakat dalam penyebaran
informasi secara viral melalui
berbagai media, terutama melalui situs jejaring sosial. Bayangkan saja, jika
seorang pengguna Facebook membagikan sebuah berita kepada 1.000 temannya,
kemudian seperempatnya saja (250 orang temannya) membagikan kembali berita tersebut kepada jaringannya masing-masing dan begitu seterusnya;
tentu jumlah
pembaca berita tersebut akan menjadi sangat
fantastis. Belum lagi jika saat membagikan, pengguna tersebut menggunakan fitur
tagging teman dan juga share melalui situs jejaring sosial
lainnya, seperti Twitter atau Path, sehingga penyebaran berita tersebut tentu
menjadi semakin masif lagi.
Kekuatan publik yang
begitu besar dalam penyebaran sebuah isu ini, sesungguhnya
menyimpan kekuatan sekaligus kerawanan dalam menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa. Disatu sisi, jika kekuatan viral
masyarakat ini digunakan untuk menyebarkan berita-berita yang valid (sahih) dan ‘menyehatkan’ rasa
persatuan, tentu hoax pun akan
tersingkir dengan sendirinya. Namun, disisi lain, jika kekuatan viral masyarakat ini digunakan untuk
menyebarkan hoax yang menghasut, maka
tentu saja akan membahayakan persatuan bangsa ini. Untuk itulah, masyarakat
perlu diberikan edukasi bagaimana harus menyikapi maraknya pemberitaan yang
simpang siur melalui media, khususnya internet. Sehingga masyarakat memiliki
kesadaran (awareness) dan rasa
tanggung-jawab (responsibilities) menanggapi
berita yang dibacanya, dan selanjutnya
dapat mengambil langkah yang adekuat demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia ini. Yaitu mampu memilah pemberitaan yang sahih dan
sebaliknya, serta selanjutnya hanya menyebarkan berita-berita yang terverifikasi
kebenarannya dengan bahasa yang non-provokatif dan tidak menyebarkan hoax yang menghasut.
Dengan adanya
kesadaran bahwa tidak semua berita yang ada di media adalah benar, akan
mendorong masyarakat menjadi kritis dan melakukan langkah-langkah kroscek
kebenaran sebuah berita sebelum mempercayai dan menyebarkannya lebih luas.
Dimana hal ini diantaranya diwujudkan dalam tindakan sebagai berikut:
- Mengenali kredibilitas dan reputasi media pemuat berita. Mengingat pada dasarnya publikasi dapat dilakukan oleh siapa pun; termasuk pribadi atau kelompok tertentu; dimana tidak semuanya memiliki kredibilitas, track record dan reputasi yang baik dalam dunia jurnalistik;
- Melakukan cek sumber rujukan berita. Berita yang valid akan selalu mencantumkan sumber berita yang jelas, sehingga masyarakat patut skeptis pada berita yang tidak mencantumkan sumber rujukan dengan jelas;
- Mencari pemberitaan senada dari media lain, terutama yang memiliki reputasi baik; karena media seperti ini akan sangat berhati-hati dalam mempublikasikan suatu berita sehingga dapat digunakan sebagai rujukan. Dan jika ternyata, berita yang dimuat tidak sejalan atau bahkan bertentangan, maka masyarakat patut curiga akan kebenaran berita tersebut.
Sedangkan dengan
adanya rasa tanggung-jawab, maka masyarakat akan bijak mempertimbangkan dampak penyebaran
suatu berita atau isu. Sehingga akan melakukan tindakan-tindakan berikut dalam
menyebarkan berita:
- Memahami kepada siapa berita akan dibagikan, karena sesungguhnya tidak semua berita layak dikonsumsi dan dapat dicerna oleh semua kalangan dengan berbagai usia dan kemampuan kognitif (penalaran) yang berbeda-beda;
- Menggunakan bahasa yang sopan dan tidak provokatif sebagai kata pengantar berita yang dibagikan, sehingga mencegah ketersinggungan pihak tertentu.
Dengan adanya
kesadaran dan rasa tanggung-jawab ini, maka diharapkan masyarakat mampu memilah
pemberitaan yang valid atau sekedar hoax dan menentukan sikap yang tepat
selanjutnya (melaksanakan fungsi public
filtering). Dimana kemampuan
masyarakat untuk melaksanakan fungsi public
filtering yang adekuat terhadap pemberitaan akan berperan besar dalam
meminimalisir peredaran hoax. Dengan
demikian akan mencegah masyarakat tergiring pada sentimen pribadi yang tidak
sehat, perpecahan dapat dihindarkan, dan persatuan bangsa ini pun tetap kokoh.
Upaya Peningkatan Fungsi Public
Filtering terhadap Pemberitaan melalui Media Mobile Advertising
Fenomena
maraknya broadcast message, sharing atau update status berdasarkan berita yang belum terverifikasi kebenarannya
atau hoax merupakan sinyal nyata
masih lemahnya kemampuan masyarakat untuk melakukan penyaringan informasi yang ‘baik’ (benar) dan ‘tidak baik’ (tidak benar), sehingga perlu segera mendapatkan perhatian serius dari
pemerintah dan pihak terkait lainnya. Sosialisasi untuk menyadarkan masyarakat akan
pentingnya melakukan kroscek berita sekaligus mempertimbangkan dampak sharing berita yang akan dilakukan
merupakan hal yang krusial dalam hal ini. Sosialisasi penting dilakukan kepada
semua pihak, dengan sasaran utama adalah masyarakat pengguna internet dan
perangkat mobile, karena dari dua
sumber itulah berita paling banyak beredar; baik melalui publikasi internet
atau broadcast message melalui aplikasi instant messaging. Sehingga dengan
luasnya pengguna internet dan gadget,
maka sasaran sosialisasi pun juga sangat luas; mulai
dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Dimana dengan adanya perbedaan usia
audience ini, maka pemilihan teknik
sosialisasi dan media yang sesuai dengan level kognitif menjadi hal yang menentukan
efektifitasnya.
Sosialisasi sendiri
dapat dilakukan dengan metode tatap muka dalam berbagai setting; seperti sekolah, Organisasi Karang Taruna, ibu-ibu PKK,
kampus dan sebagainya. Selain itu, sosialisasi dapat juga dilakukan secara
tidak langsung dengan memanfaatkan berbagai media yang ada; seperti majalah,
koran, leaflet, komik, poster, televisi
maupun internet. Dimana, sosialisasi melalui media-media ini memiliki kelebihan
dalam hal fleksibilitas dan kemampuannya menjangkau kalangan yang lebih luas.
Kuncinya tinggal bagaimana mengolah aspek visual dan audio yang digunakan agar
pesan dapat ditangkap secara efektif oleh audience.
Salah satunya adalah dengan mengaplikasikan metode visual control yang banyak dimanfaatkan berbagai perusahaan untuk
meningkatkan efektifitas transfer informasi melalui rangsang visual. Metode ini
merupakan salah satu teknik dalam manajemen bisnis yang diterapkan dalam banyak
aspek, dengan cara mengkomunikasikan informasi menggunakan sinyal visual
(warna, bentuk, ukuran dan sebagainya) daripada teks mau pun instruksi tertulis
lainnya. Dimana dengan cara ini, metode visual
control ini memiliki kelebihan mempercepat rekognisi (pengenalan) informasi
yang disampaikan sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan kejelasan pesan[8].
Selanjutnya, menilik
data statistik yang menunjukkan tingginya penggunaan internet dan perangkat mobile di Indonesia, maka kedua media ini tidak boleh dilupakan
untuk digunakan dalam upaya meningkatkan kesadaran dan rasa tanggung-jawab
masyarakat menyikapi pemberitaan. Dan dalam
hal ini, provider telekomunikasi
seperti XL Axiata sebagai penyedia jasa layanan internet dan akses data yang
senantiasa berinteraksi dengan pelanggan dalam proses transfer data memiliki
kesempatan yang begitu besar untuk ikut andil dalam usaha ini.
Salah satu media
yang dapat dimanfaatkan provider
telekomunikasi adalah melalui aplikasi SMS (Short
Message System). Sosialisasi melalui media SMS ini sendiri dapat dilakukan
melalui konsep SMS massal yang dikirimkan ke semua pengguna maupun SMS yang
dikirimkan pada kondisi-kondisi tertentu, misalnya pasca aktivasi paket data. Pada
saat seseorang mengaktifkan paket data, sesuai prosedur, provider telekomunikasi akan mengirimkan SMS berkaitan dengan
aktivasi yang dilakukan. SMS ini biasanya berisi informasi keberhasilan
aktivasi paket, harga paket, kuota yang data yang didapatkan, masa berlaku,
cara deaktivasi dan beberapa informasi tambahan lainnya. Mengingat setelah
proses aktivasi ini pelanggan akan leluasa menggunakan akses data, tentu akan
sangat bermanfaat jika provider
telekomunikasi juga mengirimkan SMS pengingat (reminder) agar pengguna lebih peka dan bijak dalam menyikapi
berbagai informasi yang didapatkannya.
Selanjutnya, selain memanfaatkan aplikasi SMS, dalam upaya sosialisasi
pentingnya kesadaran dan tanggung-jawab berbagi informasi, provider telekomunikasi pun dapat memanfaatkan media iklan dalam
format mobile (mobile advertising). Dimana provider
telekomunikasi memiliki potensi yang besar dalam dunia periklanan ini (baik sosial
maupun komersial), karena kepemilikan
data profil pelanggan yang terkumpul pada saat pelanggan melakukan akses
internet; seperti data frekuensi kunjungan pelanggan ke situs tertentu[9].
Dimana data ini tentu sangat bermanfaat untuk memperkirakan sasaran dari iklan
dalam format mobile, karena
berdasarkan data tersebut, dapat diketahui tingkat kepentingan dimunculkannya suatu
iklan dalam format mobile pada suatu
pengguna. Misalnya, berdasarkan intensitas melakukan akses situs tertentu atau intensitas penggunaan internet secara keseluruhan.
Gambar 4
Contoh mobile
advertising
dalam bentuk interstitial
ads
|
Terdapat dua bentuk
mobile advertising yang populer
digunakan saat ini dan dapat dimanfaatkan sebagai media sosialisasi, yaitu interstitial ads dan off-deck ads. Interstitial ads adalah iklan ditampilkan dalam satu layar penuh
sebelum pengguna masuk ke halaman situs tertentu atau kadang dikenal sebagai
‘halaman bebas GPRS’, sedangkan off-deck
ads disisipkan di bagian atas halaman situs tertentu[10].
Sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan rasa tanggung-jawab menyikapi pemberitaan
melalui media insterstitial ads,
seperti halnya iklan komersial, dilakukan dengan
mengarahkan pelanggan selama beberapa detik ke sebuah halaman tertentu, sembari menunggu situs
yang dituju loading. Dimana meskipun hanya ditampilkan selama beberapa detik,
efektifitas penyampaian informasi dapat ditingkatkan dengan tampilan yang
menarik dengan memanfaatkan pendekatan visual
control disertai dengan tautan (link)
menuju informasi lebih detail berkaitan dengan hal tersebut. Serta yang juga penting adalah
pemberitahuan, bahwa halaman yang ditampilkan adalah iklan layanan masyarakat untuk menghindari prasangka negatif dari pengguna. Sehingga,
dengan cara ini pembaca mampu menyerap informasi yang diberikan dalam waktu
yang singkat dan terdorong untuk mencari informasi lebih lanjut dengan meng-klik tautan
yang disediakan. Hal yang sama juga diaplikasikan pada sosialisasi dalam format
off-deck ads, yaitu dengan
menampilkan informasi yang sama secara lebih sederhana
pada media kecil di bagian atas situs yang sedang dibuka.
Gambar 5
Contoh Iklan layanan masyarakat dalam format Interstitial Ads
Untuk keperluan sosialisasi dalam rangka meningkatkan fungsi public filtering
|
Gambar 6
Contoh Iklan layanan masyarakat dalam format Interstitial Ads
Untuk keperluan sosialisasi dalam rangka meningkatkan fungsi public filtering
|
Gambar 7
Contoh Iklan layanan masyarakat dalam format Off-Deck Ads
Untuk keperluan sosialisasi dalam rangka meningkatkan fungsi public filtering
|
Menilik kapasitasnya
sebagai penyedia layanan internet, yang berinteraksi dengan pengguna internet
secara langsung dan intens; maka provider
telekomunikasi dalam hal ini memang memiliki potensi strategis dalam upaya
edukasi tentang pentingnya kesadaran dan rasa tanggung-jawab menanggapi
pemberitaan pada berbagai media, khususnya melalui internet. Provider telekomunikasi sebagai penyedia
akses internet bagi pelanggannya, memiliki keunggulan dibanding media
sosialisasi lain dalam hal ketepatan waktu (timing)
sosialisasi. Interaksi antara pelanggan dan provider
telekomunikasi yang terjadi sejak awal hingga akhir terjadinya akses internet,
memungkinkan provider telekomunikasi
memberikan sosialisasi untuk mengingatkan mengenai sikap yang perlu diambil
berkaitan dengan berbagai pemberitaan yang akan ditemui melalui internet
nantinya dan pada saat melakukan akses. Sehingga memiliki peluang yang lebih
besar untuk diingat dan mempengaruhi tindakan pelanggan ini pada saat menemukan
berbagai berita nantinya.
Regulasi Praktik Mobile
Advertising untuk Memaksimalkan Potensi dan Kenyamanan Berbagai Pihak
Iklan dalam format
mobile untuk kepentingan komersial
yang marak belakangan ini memang sedang mendapatkan sorotan dari masyarakat.
Banyak pihak yang beranggapan bahwa baik interstitial
ads maupun off-deck ads bersifat intrusive (mengganggu). Dari sisi
konsumen, kedua jenis iklan ini dinilai merugikan karena mereka dipaksa untuk
menyaksikan tayangan yang tidak mereka inginkan, penilaian bahwa konten dari
beberapa iklan tidak pantas untuk usia tertentu, serta beberapa juga berpendapat
bahwa insterstitial ads yang
ditampilkan memperlama waktu loading website yang dituju. Dimana berkaitan
dengan pendapat terakhir ini sendiri menurut penjelasan GM Corporate Relations
& Communication Management XL Axiata, Tri Wahyuningsih, tidak sepenuhnya benar, karena insterstitial ads ditampilkan sekedar
memanfaatkan waktu loading website, sehingga sama sekali tidak
memperlama loading website yang dituju[10].
Sementara itu, disamping pengguna layanan akses data, pemilik nama domain dan IP address juga mersasa dirugikan karena
praktik ini dinilai menyalahi hak milik karena menumpangi tanpa ijin akses ke
nama domain atau IP address tersebut.
Selain juga dapat menimbulkan kompetisi yang tidak sehat, saat iklan yang
ditampilkan berasal dari pihak kompetitor domain yang ditumpangi[11].
Namun demikian,
dibalik sifat mengganggu yang ditudingkan berbagai pihak ini, tentu bukan
berarti bahwa media ini harus ‘dibunuh’ begitu saja. Karena media ini menyimpan
potensi yang besar dalam banyak hal, salah satunya sebagai media sosialisasi untuk
menyampaikan berbagai pesan strategis yang penting bagi masyarakat dan bangsa.
Selain juga fungsi komersial yang bermanfaat bagi produsen yang ingin
mengembangkan pemasaran produknya di Indonesia dan juga bagi provider telekomunikasi itu sendiri, yang
tentu berperan pada perekonomian Indonesia secara umum. Oleh karena itu, yang
diperlukan dalam hal ini adalah adanya sebuah aturan main (regulasi) agar
kepentingan dan hak semua pihak yang terlibat tidak dikesampingkan; baik
perusahaan pemasang iklan, provider
telekomunikasi sebagai penyedia jasa, maupun pengguna internet sebagai sasaran
dari iklan yang ditayangkan dan konsumen data. Sehingga dengan adanya regulasi yang memperhatikan
kepentingan dan hak berbagai pihak ini, maka mobile advertising dapat mencapai manfaat optimalnya secara komersial maupun sosial. Salah satunya adalah dalam upaya
mewujudkan visi dan misi Indonesia sebagai sebuah negara kesatuan untuk menjaga
persatuan rakyatnya. Dimana persatuan bangsa saat ini senantiasa berada dalam
posisi yang rawan dengan perkembangan teknologi informasi dan kebebasan
berpendapat yang seringkali ditumpangi hoax
yang menghasut; sehingga hal ini harus diimbangi dengan kesadaran dan rasa
tanggung-jawab masyarakat untuk membagikan informasi yang bermanfaat dan
mencegah menyebarnya berita yang menyesatkan tersebut.
Dimana iklan
dalam format mobile ini sangat
potensial sebagai salah satu media untuk sosialisasi meningkatkan kesadaran dan
rasa tanggung-jawab masyarakat menyikapi berbagai pemberitaan yang ada; karena jangkauannya
yang luas serta interaksinya yang intens dengan pengguna layanan internet sejak
awal (mengaktifkan paket data) hingga akhir, sehingga memiliki peluang yang
sangat besar untuk senantiasa mengingatkan dan memperingatkan pengguna akan
bahaya hoax di berbagai media.
Selanjutnya dengan adanya kesadaran dan rasa tanggung-jawab masyarakat ini,
akan menciptakan sistem public filtering
yang efektif untuk mencegah peredaran hoax
yang menyesatkan dan memecah-belah bangsa.
Jadi, bukankah
ini alasan dan saat yang tepat bagi semua pihak terkait (pemerintah,
Menkominfo, provider telekomunikasi,
pihak pengiklan dan perwakilan pihak konsumen data) untuk duduk bersama dan
mencapai kesepakatan berkaitan praktik mobile
advertising yang sehat dan penuh manfaat? Sekali agar media ini dapat
memperoleh posisi yang sepantasnya dalam dunia komersial dan sosial, serta ikut
andil dalam usaha membangun dan mengembangkan negara. Salah satunya dengan mengoptimalkan
fungsi media ini sebagai akselerator untuk membekali masyararakat dengan
pengetahuan dan kebijaksanaan untuk memanfaatkan kebebasan berpendapat dan perkembangan
teknologi informasi demi persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia.
With Love,
Nian Astiningrum
-end-
Referensi:
- detikHEALTH. (29-11-2012). Makan Bayam dan Tahu Bersamaan Bisa Picu Kista, Benarkah? http://health.detik.com/read/2012/11/29/142456/2104998/763/makan-bayam-dan-tahu-bersamaan-bisa-picu-kista-benarkah. Diakses tanggal 05 Agustus 2014.
- Wikipedia. (23-05-2014). Hoax. http://en.wikipedia.org/wiki/Hoax. Diakses tanggal 06 Agustus 2014.
- Merdeka.com. (23-07-2014). Ketua KPU: Istri Saya Orang Wonogiri. http://www.merdeka.com/peristiwa/ketua-kpu-istri-saya-orang-wonogiri.html. Diakses tanggal 06 Agustus 2014.
- Wikipedia. (06-05-2014). Media Massa. http://id.wikipedia.org/wiki/Media_massa#Masa_Orde_Baru. Diakses tanggal 22 Agustus 2014.
- detikNews. (22-08-2014). Taman Bundaran Indosat yang Hancur Karena Demo Massa Prabowo Dibersihkan. http://news.detik.com/read/2014/08/22/091435/2669463/10/taman-bundaran-indosat-yang-hancur-karena-demo-massa-prabowo-dibersihkan. Diakses tanggal 25 Agustus 2014.
- Liputan6.com. (28-07-2014). Waspadai Situs Palsu Liputan6.com. http://tekno.liputan6.com/read/2084307/waspadai-situs-palsu-liputan6com. Diakses tanggal 11 Agustus 2014.
- Kominfo. (07-11-2014). Kominfo: Pengguna Internet di Indonesia 63 Juta Orang. http://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3415/Kominfo+%3A+Pengguna+Internet+di+Indonesia+63+Juta+Orang/0/berita_satker#.U-nR3aPv9Ow. Diakses tanggal 12 Agustus 2014.
- Wikipedia. (08-04-2014). Visual Control. http://en.wikipedia.org/wiki/Visual_control. Diakses tanggal 18 Agustus 2014.
- Detik.com. (03-04-2013). Melirik ‘Tambang Emas’ di Bisnis Iklan. http://inet.detik.com/read/2013/04/03/133357/2210432/328/1/melirik-tambang-emas-di-bisnis-iklan. Diakses tanggal 20 Agustus 2014.
- Okezone.com. (10-10-2014). XL Tanggapi Isu Praktik Intrusive Advertising. http://techno.okezone.com/read/2014/09/10/54/1037115/xl-tanggapi-isu-praktik-intrusive-advertising. Diakses tanggal 27 September 2014.
- Bisnis.com. (14-09-2014). Kaji Regulasi Intrusive Advertising oleh Operator Telekomunikasi. http://industri.bisnis.com/read/20140914/105/257177/kaji-regulasi-intrusive-advertising-oleh-operator-telekomunikasi. Diakses tanggal 17 September 2014.
Halo sis, blog ini sangat membantu saya dalam mendapatkan info khususnya untuk menyusun kesimpulan skripsi saya tentang iklan intrusive.. Nice posting
ReplyDeleteYou're welcome ;)
DeleteSenang kalau tulisan saya bisa bermanfaat untuk orang lain..
Sukses skripsinya ya ;)
Nicce blog you have
ReplyDelete