SOCIAL MEDIA

search

Monday, December 11, 2017

Catatan-Catatan 'Naive' Ganesh di Sekolah

Menjadi orang-tua itu bukan perkara mudah… 
Bukan cuma masalah merawat fisik macam menjaga asupan nutrisi dan kesehatan; tapi juga merawat psikis mereka dengan kesabaran dan memberikan pendidikan yang tepat. Ya, semua orang-tua, pasti tahu yang saya maksud, termasuk breakdown-nya hingga perkara terkecil. Juga pasti setuju jika perkara (merawat fisik dan psikis anak) itu bagaikan ombak yang datang silih berganti; kadang sekedar riak-riak kecil yang menggelitik… kadang adalah ombak besar yang membahayakan keselamatan. Dan poinnya adalah, bahwa semua itu tidak pernah berhenti, tidak pernah selesai sepenuhnya… Sampai kapan pun, selama kita hidup, peran kita sebagai orang-tua tidak akan pernah berakhir. Merdeka!!

Yep, akhirnya saya sangat sependapat dengan quote pendek yang makna penjabarannya sangat panjang itu. Bukannya dulu tidak sependapat, tapi intensitas sependapatnya lebih-lebih lagi sekarang… setelah 6 tahun 5 bulan resmi menjadi seorang ibu. Setelah pada suatu hari, akhirnya merasakan sendiri mempunyai anak sekolah dan menerima laporan dari gurunya bahwa si anak melakukan tindakan yang negatif di sekolahnya. Saya kemudian benar-benar menjiwai sepenuhnya bahwa memang menjadi orang-tua itu bukan perkara mudah…

Setelah ombak besar Ganesh mogok sekolah di usia 4,5 tahun sekitar 2 tahun yang lalu… padahal awalnya dia sendiri yang ingin sekolah… Dimana kejadian ini praktis membuat mood Ganesh kacau balau karena bosan seharian di rumah tanpa kegiatan yang menyibukkannya; sementara mamanya 'harus' bekerja dari pukul 7.00 hingga 17.00… Ombak kali ini hitungannya cukup besar juga dan membuat saya cukup shock dan was-was…

Hari itu, saya mendapat laporan akan 4 perilaku buruk Ganesh di sekolah, yang dalam hal ini wali kelas sudah kewalahan dan kehabisan akal untuk menasehatinya.


Dan perilaku ini adalah: berkata jorok, bermain berlebihan hingga temannya kesakitan, bercanda tidak sopan (berkaitan dengan daerah pribadi), dan permasalahan kepatuhan pada aturan.

💡 Berkata jorok. Berkata joroknya Ganesh sesungguhnya menurut saya sangat light sih. Tidak ada unsur kasar seperti menyebut orang lain dengan sebutan binatang atau sesuatu yang sifatnya ke arah sesuatu yang seronok. Berkata joroknya Ganesh adalah mengatakan kata-kata (yang relatif) sensitif sebagai bahan bercandaan atau di saat yang tidak tepat. Misalnya begini, pas bercanda dengan temannya kemudian dia bilang, "Pantat!" atau "Eek!" Udah, gitu aja, lalu dia tertawa keras-keras dan semakin dia ulangin semakin orang berusaha memberi tahunya.

💡 Bermain berlebihan hingga temannya kesakitan. Ganesh semacam menggelitiki temannya sampai dia kesakitan gitu. Temannya minta Ganesh udahan, eh, Ganeshnya lanjut terus… Dan juga dari cerita Ganesh sih, dia juga menarik kerah baju temannya ala-ala orang berantem gitu… Ganesh sempat memperagakannya di depan saya dengan pengakuan polosnya, "Tapi kan, Anesh juga pernah diginiin sama X (sambil memperagakan) ga apa-apa…"

💡 Bercanda tidak sopan (berkaitan dengan daerah pribadi). Hemm… jadi begini, menurut gurunya, hari itu Ganesh bercanda dengan berlari menunduk ke arah bawah pinggang temannya. Enggak sampai menempel atau menyentuh, dia cuma semacam nakut-nakutin temannya gitu. Itu yang saya tangkap dari penjelasan gurunya. Mungkin untuk kita orang dewasa, perilaku seperti ini cukup embarassing dan dipersepsikan macam-macam ya, dan saya pribadi pun sempat sedikit shock juga. Tapi, ya ini seorang anak kecil, yang saya tahu lingkungannya bisa dibilang cukup steril dari hal semacam itu, jadi saya yakin dia hanya mencoba-coba dan kemudian diulangi lagi karena teman-temannya kemudian heboh akan perilakunya ini. Tidak ada sedikit pun niat buruk, dan bahkan dia tidak paham bahwa perilakunya itu tidak baik.

💡 Tidak patuh aturan/guru. Jadi keluhan gurunya Ganesh adalah dia ini susah mengikuti aturan yang ada… misalnya merapikan buku sebelum belajar. Dan kalau dinasehatin gurunya, kemudian dia akan menurut sih, tapi dengan ogah-ogahan mengerjakannya. Lalu, misalnya diminta untuk memperhatikan ke depan misalnya… iya, sebentar dia akan memperhatikan ke depan, tapi sebentar kemudian ya balik lagi, asyik dengan kegiatannya sendiri.

Borongan kan… Pertama kali mendengar laporan itu, saya benar-benar terpukul. Muka saya sampai panas rasanya menahan rasa malu, juga rasa kesal, dan terakhir merasa gagal menjadi seorang ibu… Setelah sempat memarahi Ganesh selama perjalanan pulang sekolah, setelah Ganesh sampai di rumah, di perjalanan kembali ke kantor; saya langsung telpon suami… Cerita panjang dan emosional, lengkap dengan sesi nangis-nangis, merasa gagal mendidik Ganesh, merasa bersalah, dan sebagainya…

Yang, yah… untung saja suami saya sudah terbiasa menghadapi cuaca ekstrim hati saya, jadi tetap bisa berpikir rasional mendengar curhatan saya, yang mayoritas penuh dengan drama. Dia bilang, "Yah, namanya anak-anak… kurasa Ganesh ini sebenarnya terlalu naive aja, dia ga tahu kalau apa yang dia lakukan itu salah… Malah dikiranya keren kali, temen-temannya lalu teriak-teriak ngadu ke miss-nya…"

Kata-kata yang akhirnya setelah sekitar 30 menit kemudian baru bisa saya cerna maksudnya, merasa sependapat dan kemudian mulai berpikir jernih tentang permasalahan ini…

OK, dan sebelum saya menceritakan apa yang kemudian kami lakukan dan bagaimana hasilnya… pertama kali saya ingin menggarisbawahi bahwa:
Pada dasarnya perilaku negatif anak adalah hasil dari pendidikan yang kita berikan atau tidak kita berikan padanya (kita = orang-tua).
Jadi, buang jauh-jauh rasa kesal dan marah pada anak. Kalau ada sesuatu yang salah dari perilaku anak, ya itu adalah sepenuhnya tanggung-jawab kita. Karena kita lah yang mendidiknya, memilihkan lingkungan untuknya, atau justru tidak memberikan pendidikan yang baik untuknya… Dan yang namanya kita manusia, pasti tidak sempurna… Membesarkan dan mendidik anak itu tidak ada manual bakunya, jadi jangan lantas merasa begitu gagal dan tidak layak menjadi orang-tua karenanya…

Slow down… tarik napas panjang-panjang dan mari kita mulai dengan menganalisa satu per satu kandidat tertuduh penyebab perilaku negatif tersebut. Dirunut satu persatu… hubungannya satu sama lain… karena yang namanya perilaku, pasti fungsi dari bakat dan lingkungan. Lingkungan, ya semua hal di luar individu; lingkungan sosial tempat tinggal, sekolahnya, teman-temannya, pengasuhnya, dan termasuk juga kita orang-tuanya. Sementara bakat itu bisa jadi adalah kecenderungan kepribadian atau sebagian kepribadian… pokoknya bukan keseluruhan kepribadian, karena keseluruhan kepribadian itu juga tidak lepas dari lingkungan.

So, mari singsingkan lengan, tarik napas panjang… pasang kaca mata… 😎

ANALISA PERMASALAHAN. Berbicara mengenai lingkungan, aspek ini sudah pasti memiliki peran penting dalam menentukan perilaku seseorang. Dalam kasus Ganesh yang baru berusia 6 tahun, dimana perkembangan kognitifnya belum sampai pada terciptanya konsep moralitas yang kuat, lingkungan adalah terduga kuat referensi perilakunya. Coret TV, karena kami memang tidak memiliki TV di rumah. Juga, bacaan, karena bahan bacaan Ganesh masih terbatas pada buku-buku yang kami sediakan untuknya dan kami yakin tidak ada bagian yang bisa menjadi referensi empat perilaku yang disebutkan guru Ganesh tersebut.

Baca: We're Having Fun Without TV at Home

Dan dengan demikian, praktis kami menduga bahwa ada interaksi antara Ganesh dengan temannya di rumah atau di sekolah lah yang secara langsung atau tidak langsung menjadi referensi Ganesh. Karena menurut pengamatan saya, kami orang-tua maupun bude dan mbak pengasuhnya tidak pernah mengatakan atau berbuat seperti itu.

I was carefully checked this to make sure… dengan berbicara dengan Ganesh. Yah, berita-berita pelecehan seksual yang bersliweran di berbagai media mau tidak mau membuat kita harus waspada akan kemungkinan di sekitar kita kan. Bukannya ga percaya sama bude atau mbak yang nemenin anak-anak tiap hari, tapi kan tidak ada salahnya mencari tahu. Tentu bukan dengan langsung tembak, tapi pelan-pelan, "Anesh, tadi miss bilang sama Mama… Katanya Anesh bercandanya kurang sopan lho… (begini, dijelasin)…" Terus… ajak ngobrol terus… dengan lembut, dengan bahasa yang dipahaminya, sampai kita yakin tidak ada hal lain yang bisa dikorek dari keterangannya. Pokoknya, korek sampai habis informasi mengenai semua permasalahan terkait 4 masalah yang dihadapi Ganesh.

MENGKAITKAN DENGAN PEMIKIRAN DAN KEPRIBADIAN GANESH. Berbicara mengenai motivasi yang mendorong Ganesh berbuat buruk, dugaan kuat saya adalah sekedar untuk mendapat perhatian dari teman-temannya. Ada sisi dari Ganesh yang membuatnya menikmati menjadi pusat perhatian, atau yah, bisa dibilang anak ini sedikit banyak suka 'show of' dan 'suka pamer'. Dan dengan tindakan-tindakannya itu, yes, dia sukses mendapatkan perhatian orang-orang di sekitarnya kan… Teman-temannya kemudian kaget, terheran-heran mungkin, atau sibuk mengingatkan Ganesh untuk tidak berkata-kata jorok misalnya.

Sifat suka 'show of' atau suka pamer sendiri sesungguhnya bukan sesuatu negatif, asalkan diarahkan secara positif dan pada proporsi yang adaptif. Sifat suka pamer akan bisa diarahkan untuk mendorong seorang anak menjadi kompetitif dan berprestasi. Tapi, dengan catatan jangan sampai kebablasan juga, sampai anak menjadi sangat obsessed hingga menghalalkan segala cara atau sulit merasa puas dengan usahanya sendiri. Maka dari itu, berkaca dari kejadian ini, kami harus benar-benar mengarahkan sifat ini ke arah yang positif dan adaptif.

Selanjutnya, berbicara mengenai kemampuan kognitifnya…  Sebagai anak yang baru berusia 6 tahunan, sependapat dengan suami, saya yakin Ganesh belum sepenuhnya tahu arti dan akibat buruk dari perbuatannya. Iyah, anak seusia Ganesh konsep moralitasnya jelas belum terbangun dengan kuat dan sempurna. Itu berarti, tugas kami adalah memberikan pemahaman kepada Ganesh bahwa perbuatannya itu tidak boleh dilakukan dengan bahasa yang bisa dipahaminya.

And the last big think is… Ganesh adalah anak yang sangat sangat-sangat kritis dan rasa ingin tahunya begitu besar. He's the analyst, who always dividing every question until the questions are complete. Dia adalah anak yang akan terus bertanya sampai akhirnya bisa memahami apa yang kita maksud. Pokoknya tanya terus, sampai detail terkecil, sampai akhirnya tidak ada pertanyaan lagi di benaknya… sampai dia memperoleh gambaran yang utuh tentang apa yang kita jelaskan padanya. Dan untuk akhirnya mau menurut… itu berarti dia harus benar-benar sepakat dengan pemikiran kita… Menjelaskan saja kadang sudah susah payah, ini berusaha membuat dia sepakat, sedikit lebih sulit dan tricky

MENGKAITKAN DENGAN PEMIKIRAN DAN KEPRIBADIAN GANESH. OK, then, setelah berusaha mengumpulkan puzzle mengapa Ganesh melakukan hal-hal 'buruk' itu, kemudian saya mulai memutar otak tentang cara paling efektif membuat Ganesh sependapat untuk tidak melakukannya lagi. Dan setelah berpikir beberapa saat, saya pun seperti ini…

💡 Berkata jorok. Saya jelaskan kepada Ganesh bahwa berkata jorok atau speaking bad words itu tidak baik dilakukan karena tidak sopan dan akan menyakiti hati orang lain. Yang langsung disambar oleh Ganesh, "X pernah ngomong jorok sama Anesh, Anesh hatinya enggak sakit tuh…" Uh oh, pemilihan kata yang salah nih sepertinya, terpaksa deh muter cerita soal polisi tidur dulu, "Anesh,  sakit hati itu perumpamaan saja… Kaya polisi tidur… Itu kan sebenarnya bukan benar-benar ada pak polisi lagi tidur… tapi ada gundukan di jalan yang dibuat untuk jaga suapaya orang enggak ngebut, kaya pak polisi kan? Makanya disebut polisi tidur… Sama kaya sakit hati, itu perumpamaan kalau kita merasa sedih, kesal atau marah… Nah, Anesh ngomong jorok ke temen Anesh itu kan bikin temen Anesh ngerasa sedih, kesal atau marah kan? Itulah namanya sakit hati… Emang Anesh mau digituin sama temennya?"

Then, Ganesh pun berpikir… dan sepakat dengan pemikiran saya ini… bismillah semoga hasilnya baik…

💡 Bermain berlebihan hingga temannya kesakitan. Saya bilang pada Ganesh, "Kita tidak boleh menyakiti orang lain. Kalau kita main, Anesh dan teman Anesh harus sama-sama seneng… Jadi kalau teman Anesh sudah bilang 'sakit' atau 'jangan' ya jangan diterusin dong…" Yang kemudian ditimpali Ganesh, "Tapi kan si A pernah gituin Anesh juga…" dan saya bilang lagi, "Anesh, kan ga semua yang dilakuin temen Anesh itu boleh diikutin. Kalau itu jelek atau ga baik, ya jangan dilakuin dong… Kalau Anesh main sama temennya… Anesh dan teman Anesh harus sama-sama happy… ga goleh Anesh happy tapi temennya sedih…"

💡 Bercanda tidak sopan (berkaitan dengan daerah pribadi). Nah, jujur saja yang ini saya lumayan berpikir cukup keras untuk mencari penjelasan yang bisa dipahaminya, tapi bukan yang paling rumit dari empat hal yang saya bahas disini sih… yang paling susah dan tricky itu ada di poin empat setelah ini. Pada poin ini akhirnya saya jelaskan pada Ganesh bahwa daerah pribadi kita itu tidak boleh dijadikan bercandaan. Daerah itu hanya boleh dilihat dan disentuh oleh kita sendiri dan mama-papa saja. Daerah itu malu kalau dilihat atau disentuh orang lain… "Jadi, kalau Anesh bercanda seperti itu, itu ga sopan… temen Anesh jadi malu lho…"

Skak mat! Wih, senang banget karena Ganesh langsung sepakat!

💡 Tidak patuh aturan/guru. Yes, ini bagian yang menurut saya paling sulit dijelaskan pada Ganesh, karena menyangkut sesuatu yang efeknya tidak terlalu krusial menurut Ganesh, semacam nanti kalau disuruh ngerjain ga bisa misalnya… Sesuatu yang menurut Ganesh sama sekali bukan sesuatu yang penting. Dan kalau dijelasin lebih panjang, nanti Ganesh ga naik kelas dll, lebih lagi pikirannya belum sejauh itu… Jadi tantangan di poin ini adalah bagainama membuat Ganesh sepakat bahwa adalah hal yang penting patuh pada aturan atau guru di sekolah…

Awalnya saya coba jelaskan kalau di setiap tempat itu ada aturannya dan ada kaptennya (read: orang yang harus diikutin perintahnya), "… jadi kalau di sekolah, Anesh harus ikutin aturan dan miss, karena miss itu kapten Anesh di sekolah." Oh ya, analogi kapten ini saya dapat dari kegiatan baris berbaris sebelum masuk kelas, dimana setiap anak bergiliran mendapat tugas menjadi kapten yang memberi instruksi berbaris.

Tapi, ini belum efektif… lha nyatanya setelah dua tahun lebih sekolah, Ganeshnya masih saja mendapat catatan yang sama…

Kemudian akhirnya setelah beberapa hari, saya mendapat ide saat menonton film Cars 3! Wooho! Jadi saya terinspirasi bagaimana Lightning McQueen yang awalnya semaunya sendiri dan gagal menjadi juara, sampai akhirnya menurut pada mentornya Doc Hudson yang memang lebih ahli sehingga akhirnya bisa menjadi pemenang… yah, walaupun di Cars akhirnya dia kalah karena membantu The King. Dan di Cars 3 pun juga demikian, Cruz Ramirez akhirnya bisa menjadi pembalap dan menang karena mengikuti arahan dari mentornya, Lightning McQueen… Which is such a perfect picture for him, memberi gambaran bahwa seseorang yang hebat akan menjadi lebih hebat jika mengikuti arahan mentornya…

Saya bilang pada Ganesh, "Anesh… Anesh inget ga film Lightning McQueen? McQueen itu jago banget ya balapan… tapi, dia belum berhasil jadi juara… Sampai akhirnya dia ketemu sama mentornya Doc Hudson, belajar dan ngikutin nasehat Doc, terus dia jadi makin hebat dan jadi juara deh… Cruz juga begitu… Awalnya dia ga jago balapan walaupun bisa ngebut, eh setelah diajarin mentornya Lightning McQueen, dia jadi jago deh, terus menang deh… Anesh juga gitu ya… Anesh katanya mau jadi engineer? Mau bikin mobil balap yang kenceng banget… Anesh juga harus nurutin katanya mentor Anesh dong… Nah, mentor Anesh di sekolahan itu ya gurunya Anesh… ada miss, mister sama cece…"

Dan sepertinya penjelasan kedua ini lebih efektif dari yang pertama, walaupun tidak 100% membuat Ganesh menjadi 'anak manis' karena memang anaknya super ga bisa diem! Bukan pendapat saya saja lho, tapi semua guru dan mantan guru Ganesh… Bahasa positifnya, Ganesh itu anaknya aktif banget katanya…

SELANJUTNYA… Sebagaimana kata pepatah, "Belajar di waktu muda bagaikan mengukir di atas batu…" tentu saja bukan sekali dijelaskan kemudian Ganesh akan berubah begitu saja, hihi :D. Selanjutnya, saya pribadi selalu mengulang-ulang menjelaskan kepada Ganesh akan keempat pe-er ini setiap kali mau tidur dan dalam perjalanan ke sekolah. Guru wali kelasnya pun saya sampaikan mengenai hal ini, mengenai penjelasan saya mengenai keempat hal di atas kepadanya, supaya kami bisa satu suara dan proses internalisasi nilai-nilai tersebut kepada Ganesh lebih efektif.

Serta tak lupa, saya juga berusaha memantau perkembangan Ganesh melalui gurunya di sekolah. Alhamdulillah, guru wali kelas Ganesh sangat kooperatif dan komunikatif, sehingga saya bisa memantau perkembangan Ganesh dengan leluasa. Thanks ya miss 😊🙏. Terima-kasih juga sudah menginformasikan permasalahan Ganesh di sekolah, walau awalnya sempat shock juga…

Dan alhamdulillah, beberapa hari kemudian, saya mendapat informasi dari guru wali kelasnya bahwa perilaku Ganesh sudah membaik… Dia hanya sekali mengatakan kata-kata buruk dan itupun karena kelepasan saja, tidak diulangi lagi. Cara bermainnya dengan teman-temannya juga sudah 'normal', sudah membaik seperti sedia kala… Walaupun saya yakin untuk poin keempat anak itu masih akan fluktuatif, kadang nurut, kadang enggak… Akan sulit untuk benar-benar menjadi anak manis yang selalu menurut perkataan gurunya. Tapi, tetap saya positif thinking bahwa perilaku ini akan semakin berkurang seiring bertambahnya usia dan kedewasaannya…

CONCLUSION AND LESSON LEARNED… Dari peristiwa ini, ada beberapa pelajaran yang saya dapatkan:
  • Menjadi orang-tua itu benar-benar adalah tantangan yang terus dan terus bertambah berat. Be ready for every sureprise ya… Kaget boleh, merasa bersalah boleh, tapi jangan terlalu lama, karena kemudian kita harus menyadari bahwa hal itu adalah sesuatu yang wajar terjadi dan harus kita carikan solusi.
  • Jalin komunikasi yang baik dengan pembimbing anak kita yang lain; misalnya di sekolah adalah gurunya, mungkin juga guru tempat lesnya, dan lain-lain… karena dari sana kita bisa memperoleh informasi mengenai perilaku dan kejadian-kejadian terkait anak kita.
  • Memahami pola kepribadian anak kita, karena itu adalah modal besar untuk bisa membantunya menghadapi berbagai tantangan atau masalah yang dihadapinya.
  • Be creative! Karena untuk bisa berkomunikasi dengan baik dengan dengan anak, itu berarti kita harus pintar-pintar memilih analogi dan penjelasan yang bisa dipahami dan diterimanya.
  • Menjaga kedekatan emosional dengan anak. Ini sangat penting, karena ini akan membantu anak lebih mendengarkan dan mempercayai kita. Berkaitan dengan hal ini, saya selalu berpikir juga, dengan bertambahnya pengetahuan dan kapasitas berpikirnya bisa jadi pada satu titik kita benar-benar tidak bisa menyatukan pendapat akan suatu hal… dan kedekatan emosional itulah salah satu hal yang mungkin akan membuat anak mempertimbangkan untuk mengikuti saran kita.
  • Hmm apalagi ya… kayaknya itu aja deh…
Ya, itulah cerita saya kali ini tentang Ganesh si anak yang kayaknya baru kemarin bayinya kok tau-tau udah banyak aja ulahnya… Asli saya seringkali merasa kewalahan menghadapi pemikiran dan ulah-ulahnya sekarang, kadang bingung bagaimana menjelaskannya supaya dia bisa sepakat. Kadang juga dongkol, kenapa dikasih tahu berkali-kali masih saja diulangi… Walau kemudian kembali berpikir, "Ya, kan Ganesh ini anak-anak ya… kelihatannya aja udah jago debat, cuma sebenarnya kapasitas kognitifnya ya belum sempurna…"


Intinya… yah, inilah tantangan yang sekarang sedang di depan mata. Next, yakin deh, pasti ada tantangan-tantangan baru yang menunggu untuk dituntaskan. Akan kah kita melaluinya dengan baik? Bismillah, kita manusia hanya bisa berusaha… So, keep on learning and do our best… Semoga kita bisa menjadi orang-tua yang baik dan membimbing anak-anak kita menjadi orang-orang yang baik… amiin..

Teman-teman punya cerita juga?

With Love,
Nian Astiningrum
-end-



6 comments :

  1. Hufft, aku msh blm ngerasain gini sih krn 2 anakku msh kecil2. Si kaka sbnrnya udh 5 thn, tp mungkin krn dia cewe ya mba, jd lebih kalem hahaha. Nah cuma adeknya udh nunjukin tanda2 bakal aktif kalo diliat dr hobinya gangguin si kaka :p. Pokoknya skr ini, aku berusaha jd temen yg bisa dipercaya anak2. Jd mereka ttp mau cerita apapun ke aku dan kalo ada masalah, aku jg bisa enak nasehatinnya krn mereka mau dengar :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau aku perhatiin anak-anak temanku yang cewe emang relatif kalem mbak.. aku juga gitu dulu.. :D

      Delete
  2. wah terima kasih sudah sharing, aku niat juga nih buat tulisan tentang Kanda karenakemarin pas ambil rapornya banyak nasehat hehe

    ReplyDelete
  3. Wah makasih sharingnya. Ini anakku suka mengeluarkan kata yang agak gmn gtu, sbnrnya gak jorok sih, cuma "kentut" trus itu diulang gtu tiap ada kesempatan, kyknya perlu juga menrapkan pendekatan kyk gtu TFS

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama mbak.. Semoga berhasil.. pokoknya yg penting diulang-ulang setiap waktu..

      Delete

Hai! Terima-kasih sudah membaca..
Silakan tinggalkan komentar atau pertanyaan disini atau silakan DM IG @nianastiningrum for fastest response ya ;)