SOCIAL MEDIA

search

Thursday, May 8, 2014

Merancang Cita Rasa Anak (Menghindari/Mengatasi GTM)

Ganesh itu kecil, di usianya yang hampir 3 tahun, beratnya baru 10 kg saja. Berbeda dengan seorang temannya yang baru berusia 2.5 tahun tapi beratnya sudah 18 kg (sebut saja Riko). Duh, kadang kalau mereka berdua bermain bersama, ada perasaan iri juga dalam diri saya, hehe :D. Yah, tapi tidak terlalu berlebihan juga, karena kami (saya dan suami) sadar sepenuhnya kalau kami juga tidak terlalu tinggi besar (baca: mungil), tinggi saya hanya 153 cm dan suami 156 cm, hihi:D. Dan kenyataan betapa Ganesh sangat doyan makan (4 sehat), diimbangi dengan perkembangan kognitif yang baik dan aktifitas yang bejubel, itu cukup membuat kami tenang.

Lain lagi dengan Riko, ternyata papa-mamanya pun merasa iri dengan pola dan nafsu makan Ganesh. Riko memang tumbuh tinggi besar, karena faktor genetis (papa-mamanya tinggi besar :D) yang didukung dengan nutrisi yang memadai, namun nutrisi ini sebagian besar didapatkan dari susu dan makanan sampingan. Ya, Riko tidak terlalu suka makan makanan sehari-hari seperti nasi, sayur dan lauk, sehingga praktis minum susunya sangat kuat. Kadang saya berpikir lucu juga ya… membayangkan bagaimana kami iri dengan pertumbuhan Riko dan bagaimana papa-mama Riko iri dengan pola makan Ganesh. Ternyata memang benar istilah Jawa bahwa orang itu selalu sawang sinawang alias saling melihat satu sama lain. Apa yang orang miliki atau alami seringkali terlihat lebih baik atau nyaman daripada apa yang kita miliki atau alami.

Ganesh bahkan suka wortel mentah sebagai camilan!

Preferensi rasa dan pola makan itu tidak hanya penting untuk memastikan bahwa anak tumbuh dan berkembang dengan optimal, tapi juga untuk menjaga kesehatannya di masa depan. Kita pasti sudah banyak membaca berbagai artikel yang menyebutkan bahwa pola makan pada masa kecil dapat berlanjut hingga masa dewasanya. Misalnya saja menurut penelitian yang menyebutkan bahwa obesitas pada bayi dan anak, sekitar 26,5% akan berlanjut pada 20 tahun berikutnya, dan 80% obesitas pada remaja akan berlanjut hingga dewasa. Demikian juga dengan ‘susah makan’, ‘kecenderungan minat makan’ dan kebiasaan makan lainnya, hal ini saya rasakan sendiri cukup sulit dihilangkan hingga dewasa. Misalnya saja, kebiasaan sulit makan saya yang baru berhenti pada kelas 4 SD karena waktu itu saya mengalami sakit herpes dan ibu berinisiatif membohongi bahwa penyakit itu muncul karena saya susah makan :D. Atau hobi saya pada makanan manis, ahh, sampai sekarang saya masih sulit berhenti ngemil bila dihadapkan dengan kue-kue, coklat dan makanan manis lainnya. Padahal kita tahu sendiri, kebiasaan makan manis yang berlebihan bisa memicu berbagai masalah kesehatan, seperti obesitas dan tingginya kadar glukosa. Demikian juga dengan rasa asin yang berasal dari garam akan memicu kenaikan tekanan darah, makanan berlemak yang dapat meningkatkan kolesterol dan banyak lagi. Sehingga kesimpulannya adalah membentuk preferensi rasa dan pola makan sehat pada anak itu penting, dan itulah yang kami usahakan pada Ganesh. 


Tuesday, May 6, 2014

Pre-Menstrual Syndrome yang 'Mengacaukan' Mood Menjelang Datang Bulan

Dulu, saya tidak sepenuhnya setuju jika seorang wanita bisa menyalahkan datang bulan atas rollercoaster emosi yang dialaminya menjelang kedatangannya setiap bulan. Karena kenyataanya (dulu) saya tidak merasakan perubahan emosi yang berarti saat menjelang datang bulan. Yah, kalau dulu sih hal yang paling saya rasakan menjelang datang bulan adalah sakit perut dan pinggang yang sangat bahkan sampai muntah jika dipaksakan untuk beraktifitas berat. Oh ya, dan jerawat yang mendadak muncul :D, dan khusus yang satu ini sesekali masih terjadi sampai sekarang. Tapi bagaimana masa-masa menjelang datang bulan merubah saya menjadi makhluk yang emosional, hmm, saya tidak menyadarinya sampai akhirnya menikah :D.

Saya tidak ingin mengatakan bahwa perubahan status membuat emosi saya berubah. Tapi, mungkin dulu saya tidak pernah menyadarinya karena tidak ada orang yang cukup 'dekat' dan terganggu sehingga sangat merasakan imbas dari fluktuasi emosi yang saya alami, yaitu suami dan anak saya tentunya :D. Yah, kalau dulu tinggal dengan Bapak dan Ibu, saya merasa memang sering dikomplain, jadi tidak terlalu saya masukkan dalam hati. (Bapak, Ibu… mohon maafkan anakmu ini ×_×).

So, singkat cerita, selama hampir 4 tahun pernikahan dan hampir 3 tahun Ganesh hadir dalam kehidupan kami, ternyata hampir setiap bulan saya mendapat komplain dari mereka berdua. (Hmm, kalau Ganesh tentu setelah cukup besar dan nalar ya…). Komplain suami tentu saja seputar perangai saya yang mendadak menjadi sangat sensitif; dikit-dikit marah, dikit-dikit nangis… sampai cuma diingetin soal makan coklat saja bisa jadi drama yang mengharu biru, hihi :D. Dan Ganesh pun punya cara komplainnya sendiri, mungkin karena menganggap saya menjadi kurang sabar atau semacamnya, hingga dia langganan lebih memilih main dengan papanya setiap saya akan mendapatkan tamu bulanan ×_×. Dan setelah berkali-kali terjadi, akhirnya saya benar-benar menganggap masalah pre-menstrual syndrome dan fluktuasi emosi menjelang datang bulan ini adalah 'sesuatu' hingga perlu dipahami dan dicatat solusinya. Here it is

Seperti yang sudah kita ketahui, Pre-Menstrual Syndrome (PMS) adalah sekumpulan simtom (gejala) yang muncul menjelang datang bulan seperti mood yang berubah-ubah (mood swings), payudara terasa kencang, keinginan makan yang sangat (food craving), kelelahan, lebih sensitif dan depresi. Yah, tentu saja tidak semua wanita mengalami semua gejala ini, tapi penelitian menyebutkan bahwa 3 dari 4 wanita mengalami satu atau beberapa dari gejala tersebut. Jadi, mungkin karakteristik PMS wanita satu dengan yang lain tidak sama. Ada yang mendadak jadi emosional saja, ada yang hanya merasa payudara mengencang, dan sebagainya. Dan bahkan ada juga wanita yang sama sekali tidak merasakan PMS setiap datang bulan! Hmm, betapa beruntungnya mereka :D. Masih menurut penelitian, ternyata masalah PMS ini secara umum mencapai puncaknya pada saat seorang wanita menginjak usia 20 tahun hingga usia 30 tahun. Hmm, saya jadi berpikir, jangan-jangan faktor ini yang membuat PMS terasa cukup berat bagi saya sejak menikah (25 tahun) hingga sekarang (29 tahun), hihi :D.

Pre-Menstrual Syndrome
Sumber dari sini

Wednesday, April 23, 2014

Pretend Play si Bermain Pura-pura yang ‘Mencerdaskan’

Sore itu, saat kami duduk-duduk di halaman belakang rumah, tiba-tiba Ganesh mengambil tas belanjaan, memakai sandal jepit Angry Bird-nya dan terjadilah percakapan ini:

Ganesh
:
“Mama, Anesh ambilin mangga dulu ya…” (Sambil berjalan dan mengamati daun mangga yang berserakan, seolah mencari-cari sesuatu).
Saya
:
“Emang ada mangga jatuh Anesh?” (Saya berpikir, Ganesh sedang mencari buah mangga muda yang terjatuh, padahal sekarang kan sedang tidak musim mangga).
Ganesh
:
“Ada, bentar ya Anesh pilihin… banyak yang mateng Mama!” (Katanya sambil mengambil daun mangga, mengamati, dan beberapa dimasukkannya ke dalam tas belanjaan).
Saya
:
“Wah, iya ya Anesh, Mama mau dong… (Akhirnya sadar bahwa Ganesh sedang ‘berimajinasi’ dan ‘berpura-pura’ mencari mangga).

Dalam hati, saya senyum-senyum sendiri, selain karena merasa lucu dengan tingkah Ganesh, hal ini juga mengingatkan masa kecil saya dulu. Dulu, seperti halnya Ganesh, saya pun suka sekali berfantasi, membayangkan sedang berjalan-jalan ke hutan (padahal cuma di kebon :D) untuk mencari tanaman untuk membuat ramuan obat,  sebagai efek kesukaan saya akan cerita bergambar ‘Cerita dari Negeri Dongeng’ di Majalah Bobo. (Masih dengan setting kebon) membayangkan bahwa ada harta karun di bawah pohon pisang yang ditebang Bapak. Membayangkan saya adalah tokoh cerita telenovela Maria Mercedes,  kemudian berbincang-bincang dengan Nyonya Filo (yang juga saya perankan sendiri) lengkap dengan logat dan mimik bicaranya, serta banyak lagi. Hihi, benar-benar menggelikan bukan :D. Dan ini juga pelajaran untuk saya berhati-hati dengan benda bernama televisi.

Ganesh memilih daun mangga, berpura-pura bahwa itu adalah buah mangga
dan mengumpulkannya dalam keranjang belanja
Serius banget menaruh buah mangganya, pelan-pelan biar tidak rusak :D

Berfantasi dan ‘bermain pura-pura’ (pretend play) rasanya adalah hal yang biasa dilakukan anak-anak, seperti halnya Ganesh dan saya waktu itu. Tapi, sebenarnya apa sih makna dua kegiatan itu dalam perkembangan anak? Apakah keduanya adalah hal yang baik dan bermanfaat? Mengingat keduanya melibatkan kemampuan berpikir untuk memanipulasi gambaran kondisi yang ada sesuai dengan gambaran yang diinginkan. Apakah hal itu tidak akan berbahaya dalam frekuensi dan intensitas tertentu? Mengingat bahwa sebagai individu dewasa, kita selalu dituntut untuk menghadapi realitas yang ada dan bukan asyik dengan pikiran kita sendiri. Hihi, kalau untuk kita yang jelas bukan anak-anak lagi memang begitu sih, tapi ini kan anak-anak, pasti lain dong :D

Monday, April 7, 2014

Optimisme, Ketekunan & Keikhlasan untuk ‘Indonesia Hebat’

Indonesia itu hebat lho… Maksud saya benar-benar ‘hebat’, sebagaimana definisi dalam ‘Kamus Bahasa Indonesia’, yaitu “terlampau; amat; sangat (dahsyat, ramai, kuat, seru, bagus, menakutkan, dsb)”. Iya, Indonesia benar-benar hebat dalam artian positif…

***

Indonesia memiliki generasi muda yang cerdas dalam bidang sains dan diakui dalam skala internasional. Tidak percaya? Baru-baru ini, siswa-siswi Indonesia berhasil meraih 7 medali emas dalam ajang ‘The 3rd Asian Science and Mathematics Olympiad for Primary Schools’ (ASMOPS)2. Tahun 2014 ini, dari ajang yang berbeda, IPhO (International Physics Olympiad), Indonesia berhasil menyabet 4 emas dan 1 perak3. Dan nyatanya, Indonesia memang sudah biasa memenangi berbagai olimpiade sains dunia, hingga dalam waktu 20 tahun Indonesia telah mengantongi 103 medali emas, 86 medali perak dan 129 medali perunggu4.

Rahmat Waluyo, Siswa kelas IX SMP 2 Semarang, peraih medali Emas dan Perak
Olimpiade Sains Junior tingkat Internasional (IJSO)
Foto dari: TEMPO/Budi Purwanto2

Indonesia juga memiliki Ricky Elson, seorang teknokrat yang ahli dalam teknolog motor penggerak listrik, yang tidak main-main, dia telah menemukan belasan teknologi motor penggerak listrik yang sudah dipatenkan oleh pemerintah Jepang selama 14 tahun dia bekerja disana4. Setelah itu, kembali ke Indonesia, Ricky dipercaya untuk menjadi pelaksana penugasan pengembangan teknologi listrik nasional dan juga aktif melakukan penelitian mengenai Pembangkit Listrik Tenaga Angin di Ciheras Tasikmalaya. Luar biasa bukan? Dan hebatnya lagi, kini kincir angin rancangan Ricky adalah yang terbaik di dunia untuk kelas 500 watt peak!5

“Selo” si mobil listrik karya Ricky Elson bersama tim
Foto dari: Koran Jakarta6

Lalu tentu saja, yang begitu melegenda di bidang sains Indonesia adalah B.J. Habibie, perancang pesawat N-250, pesawat kedua pengguna teknologi fly by wire di dunia yang dipamerkan pada Indonesian Air Show 1996 di Cengkareng. Pesawat dalam negeri yang dibuat oleh putra-putra Indonesia dalam wadah PT IPTN (sekarang berganti nama menjadi PT Dirgantara Indonesia). Dan sekarang, B.J. Habibie kembali  meneruskan cita-citanya membangun pesawat produksi dalam negeri yang pernah pupus karena krisis ekonomi dengan R-80 yang direncanakan akan mengudara tahun 2016 atau 20177.

Pesawat N250 buatan Indonesia
Foto dari: Liputan6.com8

Selain itu, masih banyak lagi prestasi Indonesia di bidang sains… Jadi, percaya kan kalau Indonesia hebat di bidang sains? Kalau Indonesia memiliki Sumber Daya Manusia yang cerdas dan berprestasi. Tapi, mengapa Indonesia tidak pernah menonjol di bidang teknologi? Ribuan (atau bahkan puluhan ribu) mobil yang bersliweran di jalanan tiap hari, semuanya adalah produk luar negeri. Begitu juga dengan pesawat terbang, pembangkit listrik dan produk teknologi lainnya, hampir semua harus kita import dari luar negeri. Sesuatu yang aneh bukan? Dan bukan hanya itu, berdasarkan hasil survey Programme for International Student Assessment (PISA) di bawah Organization Economic Cooperation and Development (OECD) pada tahun 20129, malah menyebutkan pelajar Indonesia berada di peringkat paling bawah dari 65 negara dalam pemetaan kemampuan matematika, membaca dan sains. Sampai-sampai Elisabeth, seorang WNA yang tinggal dan menaruh perhatian besar pada Indonesia menulis dalam artikel blognya, “Indonesian Kids Don’t Know How Stupid They Are”!10

Sebuah judul yang provokatif memang, tapi rasanya saya lebih setuju dengan kalimat, “Indonesian Kids Don’t Know How Smart They Are”. Iya, karena menurut saya, kegagalan sistem pendidikan kita saat inilah yang membuat potensi generasi muda kita tidak dapat berkembang secara optimal. Selain juga karena permasalahan rendahnya kualitas guru, kesenjangan kualitas pendidikan di daerah pelosok (luar Jawa) dan juga wabah korupsi yang membuat 20% anggaran pendidikan dari APBN banyak salah sasaran. Oh ya, dan sistem negara kita yang masih kurang menghargai riset membuat para ilmuan kita memilih mengepak tasnya dan berkarya di negara lain. Yang akibatnya, tentu saja kita kehilangan penemuan-penemuan yang mampu membuat negara kita berada di garis depan perkembangan teknologi, sehingga luar negeri menjadi konsumen teknologi kita dan bukan sebaliknya.

***

Indonesia itu hebat… Daratan dan lautan kita membentang dari Sabang sampai Merauke, dan disana tersimpan berbagai potensi, mulai dari pertanian, peternakan dan juga barang tambang.

Wednesday, March 26, 2014

Bercermin dan ‘Mengenali’ Diri Sendiri di Angka 29

25 Maret 1985, 29 tahun yang lalu saya terlahir di dunia. Kalau menurut cerita Ibu, tepat pukul 00.25 waktu itu, saya lahir, menangis begitu keras dan anjing-anjing di sekitar RS yang belum mendapat fasilitas listrik di malam hari pun menggonggong bersahutan. Hihi, lumayan spooky ya :D.

Menurut cerita Ibu, dulu saya adalah bayi yang sangat merepotkan. Setiap hari, sudah bisa dipastikan, dari jam 21:00 saya akan menangis non-stop sampai pukul 04:00. Hmm, berarti kurang lebih 7 jam ya… 7 jam setiap hari saya nyusahin Ibu yang waktu itu ditinggal Bapak kuliah di Bandung. Nyusahin Mamak (panggilan untuk Bude) yang tinggal serumah dan membuatnya harus mendendangkan kudangan ‘Kintong-kintong’ yang legendaris dalam hidup saya. Juga nyusahin Om saya, yang katanya waktu itu sedang ujian, dan tidak bisa berkonsentrasi karena tangisan dan suara kudangan Mamak. Tapi anehnya, menurut Ibu, saya akan tidur pulas semalaman saat Bapak sedang di rumah, semacam konspirasi saja :D.

Menginjak usia kanak-kanak, saya tumbuh menjadi anak yang keras kepala, semua keinginan saya harus dituruti! Buah kesukaan saya adalah nanas, dan setiap ke pasar, saya akan minta dibelikan nanas, padahal waktu itu Ibu bercerita kalau uang belanjanya pas-pasan saja. Tapi sayang, dasar anak kecil yang keras kepala dan belum dewasa, saya pun menangis di depan si penjual nanas. Hmm, entah bagaimana perasaan Ibu waktu itu, mungkin antara sedih, marah dan kesal :(. Dan pola itu, selalu saya ulangi untuk mendapatkan keinginan saya yang lain; boneka, baju baru, tas dan sebagainya. Masih dulu, kata Ibu, saya adalah anak yang mudah sekali demam. Bukan karena infeksi virus atau bakteri, tapi karena dimarahi. Iya, saya adalah seorang yang sangat perasa sejak kecil. Masih ada dalam ingatan saya, bagaimana merasa sangat sedih dan bersalah hanya karena dimarahi atau sedikit mendapat teriakan.

Menginjak dewasa, ya, semua kepribadian yang sudah nampak sedari kecil itu pun menemukan bentuknya. Saya tumbuh menjadi gadis yang sangat keras kepala, tapi sekaligus begitu perasa. Karena itu, saya pun sering beradu pendapat dengan Bapak yang memiliki karakter serupa. Hihi, akhirnya disini saya juga menyusahkan Bapak, dan tentu saja Ibu juga yang pusing memikirkan anaknya yang tidak bisa dinasehati :D. Ah, tapi untungnya Bapak, Ibu dan orang-orang di sekitar saya berhasil menanamkan nilai-nilai kebaikan dalam diri saya. Walaupun keras kepala, saya tidak pernah berbuat negatif. Kekerasan saya hanya sampai tahap kukuh mempertahankan pendapat dan tidak mau mengikuti nasehat orang lain yang menurut saya tidak benar atau tidak efektif :D.

Karena kekerasan hati dan begitu sensitifnya perasaan saya, masa remaja terasa seperti rollercoaster penemuan jati diri. Ada banyak pertentangan dalam jiwa saya waktu itu. Ada kalanya ingin melakukan sesuatu, tapi tidak menjadi kenyataan karena takut gagal, kemudian merasa bersalah. Dan seringkali sifat perasa saya mengganggu pola pergaulan saya dengan teman-teman sebaya. Sampai akhirnya, dengan berjalannya waktu, pencarian jati diri itu pun menemukan titik terang atau lebih tepatnya titik nyaman. Yaitu titik dimana saya benar-benar mengenali siapa diri saya dan menerima komplikasi yang mungkin ditimbulkannya dalam kehidupan. Duh, berat sekali ya… Ya, proudly said, “That’s me :D.” Kalau menurut salah satu teori kepribadian sederhana Hartman, Color Code, saya ini ‘Biru’ dengan secondary color ‘Merah’. Maka dari itu, sangat wajar sering mengalami tekanan. Tertarik dengan Teori Color Code, bisa baca tulisan saya disini.

Monggo lho dinikmati
‘Brownis Kukus Pandan Coklat’ sama ‘Madu Mongso’-nya
Habis itu, jawab pertanyaan di jurnal saya ini ya :D 

Dan 29 tahun itu ternyata terasa singkat sekali. Si gadis keras kepala yang perasa dan pemalu itu akhirnya lulus kuliah, merantau untuk pertama kali dalam hidupnya dan bertemu pangeran dalam mimpinya. Selanjutnya, happily ever after? Hmm, mungkin kata ‘hidup bahagia selamanya’ di dongeng-dongeng itu hanya untuk mempersingkat cerita ya :D. Iya, saya bahagia, tapi di dalamnya pasti masih tetap ada ‘riak-riak kecil’ sampai ‘gelombang besar’ yang kadang mengombang-ambingkan jiwa saya. Hanya saja, alhamdulillah, tidak sampai mengkaramkannya :). Sampai saat ini pun, saya masih sering mengkoreksi makna hidup bagi saya, apa tujuan saya di dunia dan pemikiran-pemikiran filosofis lainnya. Ada kalanya juga, saya merasa bersikap terlalu keras, terlalu sensitif dan semacamnya, sehingga kembali me-review semua itu.

Untuk itu, entah wangsit dari mana, saya mendapat ide ini! Hari ini tanggal 25 Maret 2014, tepat saat berusia 29 tahun, saya membawa kue untuk dibagikan pada teman-teman dengan syarat… Saya meminta teman-teman untuk menuliskan pendapat mereka tentang diri saya, tentang hal yang menurut mereka harus dipertahankan atau dikurangi. Jadi hasilnya apa? Yes, banyak dari mereka yang bilang kalau saya ini ‘cerewet’ :D. ‘Cerewet’ bukan dalam artian suka ngomong setelah saya gali lebih dalam dari mereka. Tapi, suka ngasih tau begini-begitu, harus ini-itu dan ngotot. Ahaha, maafkan ya, sepertinya ini bentuk lain dari sifat keras kepala saya, begitu juga dengan paket ‘cuek’-nya, yang sepertinya adalah dampak dari ‘kebandelan’ saya sehingga sering tidak terpengaruh dengan pendapat orang lain :D. Iya, saya terima semuanya, dan juga akan menjadi reminder agar saya tidak lepas dari rel normalitas sehinggag meresahkan orang di sekitar saya. Dan yang baik-baiknya, hmm, itu juga sebagai reminder untuk mempertahankan hal-hal positif yang membuat orang-orang nyaman di dekat saya :).

Hasil Penjebakan :D [hal. 1] 

Hasil Penjebakan :D [hal. 2] 

Hasil Penjebakan :D [hal. 3] 

Hihi, jadinya terasa semacam penjebakan bagi mereka, karena saya tahu, bukan hal yang mudah untuk mengungkapkan sifat negatif seseorang pada si empunya sifat :D. So, salut dan sangat berterima-kasih buat teman-teman yang mau mengikuti permainan saya ini, hihi :D. Permainan yang membuat saya sedikit bercermin seperti apa penampakan saya bagi orang lain :). Dan inilah saya, si anak kecil yang suka panas kalo dimarahin dan hobi nangis di depan penjual nanas itu setelah 29 tahun :D.

Bagaimana dengan teman-teman? Adakah yang mendadak mempunya ide aneh-aneh untuk merayakan ulang-tahunnya? Atau ada juga yang bernostalgia seperti saya?

With Love,
Nian Astiningrum
-end-

Friday, March 21, 2014

Oase Pengetahuan Bernama Bidan Desa & Kelas Ibu Hamil

Hidup di daerah pedesaan itu benar-benar damai, bebas polusi dan alami; karena itu, saya lebih menyukai tinggal di pedesaan. Tapi ada satu hal yang kurang saya sukai dengan lokasi pedesaan, yaitu bahwa seringkali kami tidak terjangkau berbagai fasilitas kesehatan atau pendidikan modern. Hal ini mengingatkan kehamilan pertama saya sekitar 2.5 tahun lalu; mulai dari tidak adanya kelas untuk mempersiapkan kelahiran, sulitnya menentukan tempat melahirkan dan kegagalan melakukan IMD. Di daerah saya, hanya ada dua dokter kandungan yang bisa dijangkau. Dan cerita kegagalan IMD itu adalah kesalahpahaman saya dengan perawat yang membantu persalinan. Kami memiliki persepsi yang berbeda tentang IMD, menurut mereka IMD itu adalah prosedur dimana ibu dapat segera menyusui bayinya karena fasilitas rawat gabung. Padahal IMD dalam persepsi saya adalah prosedur dimana perawat atau pun dokter akan membantu meletakan bayi saya di dada, sehingga dapat mencari puting susu ibunya :D.

Tapi saya masih cukup beruntung. Berbekal rasa ingin tahu, pengetahuan dan fasilitas internet yang memadai; saya bisa mendapatkan begitu banyak informasi seputar kehamilan dan kelahiran. Informasi yang membuat saya mampu mengoptimalkan fasilitas yang ada dan tidak mencegah hal-hal negatif yang dapat terjadi. Dan alhamdulillah, saya pun berhasil melalui proses kehamilan dan kelahiran dengan baik, serta sukses memberikan ASI ekslusif sampai Ganesh berusia tepat 6 bulan dan melanjutkan pemberian ASI sampai usia sekitar 2 tahun 2 bulan.

Lokasi Rumah Mertua
Desa Kedung Rejoso, Kecamatan Kotaanyar,
Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur

Kondisi yang hampir mirip saya temui pada saat mudik ke rumah mertua pada minggu kedua bulan Maret 2014 lalu. Tentu saja ini bukan kali pertama saya mengunjungi rumah mertua, hanya saja waktu itu kebetulan istri adik ipar saya sedang mengandung. Saat itu, saya berkesempatan untuk mengikuti Kelas Ibu Hamil yang dibawakan oleh Bidan Desa Kedung Rejoso bernama Zumrotus Sholikah. ‘Kelas Ibu Hamil’ dimulai dengan semacam pre-test untuk mengetahui pengetahuan yang dimiliki para ibu mengenai kehamilan dan kelahiran. Kemudian, setelah pre-test didiskusikan bersama, kelas dilanjutkan dengan pemberian materi (plus diskusi), praktek senam ibu hamil, post-test dan diakhiri dengan praktek ‘Senam Ibu Hamil’. Materinya sendiri tentunya seputar kehamilan dan kelahiran, seperti perawatan, diet, proses melahirkan, pemberian ASI, KB dan banyak lagi.

Buku ‘Kesehatan Ibu & Anak’
Buku pegangan peserta ‘Kelas Ibu Hamil’

Tuesday, March 4, 2014

I Was Here

Bekerja di BUMN itu sedikit ‘rumit’, apalagi bagi mereka yang memandang ‘kerja’ sebagai sarana aktualisasi diri, bukan hanya ‘menyambung hidup’. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih utuh, mungkin bisa membaca tulisan-tulisan Dahlan Iskan dalam perjalanannya membangun harapan dalam BUMN, “Manufacturing Hope”. Saya sendiri sejak On the Job Training (OJT) ditempatkan di bidang HR di sebuah unit BUMN di pelosok daerah. Sehari-hari saya berurusan dengan peraturan perusahaan dan peraturan disiplin pegawai serta menjalankan fungsi administrasi dan juga sosialisasi berkaitan kedua hal tersebut. Well, seharusnya pekerjaan saya tidak terlalu rumit dan penuh intrik ya… Karena semua sudah jelas dalam peraturan, baik prosedur maupun reward-punishment-nya. Tugas saya kan sekedar memahami peraturan, mensosialisasikan, menjaga supaya peraturan tersebut dilaksanakan serta melaporkan dan merekomendasikan reward atau punishment atas tindakan pegawai berkaitan dengan peraturan tersebut.

Tapi kenyataannya tidaklah sesederhana itu. Proses mensosialisasikan sebuah kebijakan itu sesuatu yang effortfull, tidak selesai dengan sekedar membuka sesi diskusi atau tanya jawab. Seringkali, peraturan itu ‘ditawar’, dikomplain dengan alasan memberatkan sampai tidak dilaksanakan karena alasan lupa, tidak paham atau (ternyata) masih tidak setuju :D. Lalu punishment-nya juga tidak konsisten dijatuhkan, entah karena ‘kebijaksanaan’ atau ketidakpedulian ‘__’. Akhirnya saya (pernah) benar-benar merasa meaningless, powerless dan selanjutnya merasa kurang puas dengan profesi yang menurut saya sama sekali tidak profesional ini ‘__’. Sementara, sayangnya saya juga bukan orang yang mudah untuk memutuskan resign dengan banyaknya pertimbangan.

Singkat cerita, membutuhkan waktu beberapa lama akhirnya saya merasa bisa melakukan sesuatu. Walaupun saya belum bisa menjangkau ranah sistem karena belum bisa meyakinkan mayoritas pembuat keputusan, saya masih bisa berusaha menjalankan fungsi saya dan meyakinkan para pembuat keputusan untuk melaksanakan fungsi HRM (Human Resources Management) seprofesional mungkin. Menyampaikan logika-logika setiap keputusan menyangkut HRM, pengaruhnya pada motivasi pegawai, budaya kerja dan sebagainya. Adakalanya usaha saya mental dan keputusan yang diambil tidak berpihak pada terciptanya budaya kerja yang sehat, tidak memupuk motivasi pegawai dan sebagainya. Saya mengerti bahwa keputusan itu mungkin diambil untuk menghindari konflik atau lainnya. Tapi, tetap tugas saya adalah untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan dari sisi HRM dan saya akan terus menyuarakan semua itu.

Hal kecil lain yang saya lakukan adalah dengan berusaha memberikan pemahaman yang benar  dan menguatkan mindset orang-orang dalam perusahaan. Jika menurut Dahlan Iskan, dalam sebuah perusahaan terdapat 10% orang yang kurang baik, 10% orang yang baik dan 80% sisanya hanya ikut-ikutan; maka permasalahan tempat kerja saya adalah kegagalan pelaksanaan sistem reward dan punishment, sehingga menyebabkan 10% orang yang tidak baik tersebut mampu meracuni 80% orang yang hanya ikut-ikutan. Jadi, mari kita berusaha memperkuat 10% orang baik dalam perusahaan dengan pengetahuan-pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang peraturan perusahaan. Memberikan pilihan kepada 80% orang yang hanya ikut-ikutan untuk memilih mengikuti hal yang benar. Dan menggunakan kekuatan 10% orang baik dan beberapa % orang yang mengikuti kebenaran untuk menghambat 10% orang yang kurang baik ‘menebarkan racun’ ke tempat yang lebih luas :D.

Buletin ‘Kepegawaian in News’ Edisi Pertama
Proyek tugas akhir OJT tahun 2008

Monday, February 24, 2014

The Story of Lemon Juice pt.2

“…cause the face without freckles’s like the sky without the stars.
Why waste a second not loving who you are?
Those little imperfections makes you beautiful, loveable, valuable,
It’s shows your personality inside your heart,
Reflecting who you are…”
(Bedingfield, Gad)

Kalau katanya Natasha Bedingfield dalam lagu ‘Freckles’ di atas, ‘wajah tanpa ‘bintik’ (atau boleh diganti ‘jerawat’) itu seperti langit tanpa bintang’. Tapi, tetap saja wajah tanpa jerawat itu lebih menyenangkan bukan? Begitu saja dengan saya… Meskipun sudah berusaha menghibur diri dengan berbagai cara ‘___’

‘Jerawat’, ‘Acne’ atau kadang disebut ‘Pimple’; siapa sih yang tidak kenal? Acne vulgaris atau yang biasa kita kenal dengan jerawat adalah kondisi kulit yang terjadi karena pori-pori tersumbat oleh minyak dan sel kulit mati1. Jerawat dapat muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari yang ringan tanpa peradangan, yaitu komedo (whiteheads dan blackheads); sampai jenis yang disertai peradangan dari yang paling ringan si Papules dan yang terberat si Cyst2. Beberapa orang bilang, bahwa jerawat akan hilang seiring dengan berlalunya masa pubertas. Ada yang bilang dia akan hilang pada saat kita menikah. Dan ada juga yang bilang bahwa dia akan hilang pada saat kita melahirkan. Mungkin bagi beberapa orang begitu ya, tapi sepertinya tidak bagi saya, karena sampai sekarang saat saya berusia 29 tahun dan memiliki satu anak, jerawat masih sering mampir ke wajah saya.

Pose Kreatif saat Berjerawat :D 

Saya mendapatkan jerawat pertama kali saat menginjak bangku SMA. Saat itu, tidak tanggung-tanggung, jerawat saya bisa dibilang raksasa dengan diameter mencapai 3 cm atau mungkin lebih. Beberapa orang seringkali berpendapat bahwa benjolan besar itu adalah kumpulan dari beberapa jerawat, karena memang pada satu waktu biasanya hanya ada satu saja. Dan karena ukurannya yang besar, maka membutuhkan waktu yang cukup lama sampai jerawat tersebut matang dan pulih, yaitu sekitar 3 bulan. Sampai-sampai sewaktu SMA saya berpikir bahwa jerawat itu terjadi karena stress menghadapi ujian setiap caturwulan :D.

Sejak masa SMA itulah saya mulai mencoba berbagai cara pengobatan; mulai dari obat-obatan yang beredar di pasaran, jamu tradisional, pengobatan alternatif, dokter kulit sampai klinik aesthetic. Kalau ditanya, mana pengobatan yang paling ‘nyaman’ bagi saya, maka jawabannya adalah jamu tradisional. Setelah bergelut cukup lama dengan permasalahan jerawat, jamu-jamuan yang diminum adalah yang paling manjur untuk saya. Dari sana saya menyimpulkan bahwa permasalahan jerawat saya banyak dipengaruhi oleh faktor hormonal di dalam tubuh. Namun, demikian saya memilih untuk meneruskan perawatan dengan jamu tradisional maupun cara lain di atas. Mengapa? Karena saya mendapati bahwa benarlah pendapat ahli dermatologis yang menyebutkan bahwa jerawat adalah kondisi yang ‘tidak dapat diobati’, namun ‘dapat dirawat’. Artinya masalah ini tidak akan berhenti dengan pengobatan tertentu, tapi akan selalu muncul kecuali mendapatkan perawatan berkelanjutan untuk menjaga kondisi kulit atau hormonal yang menyebabkan jerawat. 

Meskipun dinyatakan aman, namun saya tetap ragu jika digunakan secara terus menerus atau digunakan pada saat hamil atau menyusui. Berikut pengalaman saya menggunakan berbagai macam perawatan jerawat: 
  1. Obat-obatan bebas: beberapa kali mencoba obat jerawat bebas di pasaran dah hasilnya mengecewakan, saya pun menyerah. Lagi pula kebanyakan mengandung bahan yang harus dihindari selama kehamilan dan menyusui, seperti asam salicillat. 
  2. Jamu tradisional: perawatan ini sangat manjur untuk saya. Dulu ada semacam tabib yang memberikan saya jamu dalam bentuk serbuk untuk diminum tiga hari sekali dan sukses membuat jerawat tidak menghampiri wajah saya. Namun, kemudian tabib itu pindah, saya pun seperti anak ayam yang kehilangan induk. Beberapa kali mencoba kaplet jamu produksi perusahaan kosmetik dan jamu segar (paitan), tapi tidak efektif, sehingga akhirnya menyerah. Lagi pula, sepertinya tidak baik juga mengkonsumsi obat-obatan walaupun herbal secara terus menerus. And offcourse, strongly un-recommended untuk ibu hamil dan menyusui. 
  3. Pengobatan alternatif: waktu itu saya sempat datang ke seorang tabib (yang lain dari disebutkan di poin 2), dan dia menggunakan kombinasi pengobatan pemberian vitamin C dan E, jamu-jamuan, salep serta juga obat cina :D. Cukup ribet dan sulit dianalisa keamanannya untuk jangka panjang bukan? Hasilnya jerawat memang berkurang, tapi, pada saat ‘obat-obatan’ yang diberikan habis, lagi-lagi mereka datang dalam berbagai bentuk, mulai dari yang kecil sampai ke yang besar :(. 
  4. Dokter spesialis kulit dan kelamin: pengobatan yang dilakukan rata-rata adalah dengan menggunakan antibiotik oral (diminum) maupun topikal (dioles). Selain itu, saya juga diresepkan pembersih yang mengandung asam salicillat, alkohol dan resorcinol, serta pernah juga yang mengandung sulfur. Hasilnya, jerawat memang sembuh, tapi, lagi-lagi mereka kembali berdatangan dalam jangka waktu tertentu setelah pengobatan selesai. 
  5. Klinik aesthetic: oh well, klinik aesthetic sesungguhnya adalah perawatan yang sangat manjur menurut saya. Mereka memiliki berbagai treatment untuk permasalahan jerawat. Mulai dari yang standard, yaitu krim pagi dan malam, sampai yang disesuaikan dengan kondisi jerawat kita, seperti terapi sinar, peeling, suntik dan obat oral. Namun, bagi saya pribadi kurang cocok dengan pengobatan mereka karena krim yang membuat kulit saya terasa sangat tipis (mungkin karena kulit saya sensitif). Lalu injeksinya juga walaupun dalam hitungan hari bisa mengempeskan jerawat ukuran raksasa, tapi entah mengapa pada kasus saya, jerawat tumbuh lagi di tempat lain. Tapi, tidak bisa disimpulkan kalau, pengobatan ini tidak efektif ya… karena banyak orang yang cocok dengan perawatan seperti ini. 
Cukup panjang bukan petualangan saya dengan berbagai pengobatan jerawat, dan sedihnya, tidak ada satu pun di antaranya yang bisa digunakan tanpa disertai rasa was-was akan efek sampingnya. Apalagi kalau sedang hamil, hmm, big no-no untuk semua perawatan di atas. Dari berbagai sumber yang saya dapatkan, ada cukup banyak bahan pada kosmetik yang harus dihindari meskipun hanya dioleskan di permukaan kulit. Hal ini disebabkan karena meskipun hanya dioleskan, bahan tersebut dapat terserap melalui pori-pori dan masuk ke dalam aliran darah. Berikut adalah beberapa bahan tersebut [4&5]: 
  1. Retinoids (Differin (adapelene), Retin-A, Renova (tretinoin), Retinoic acid, Retinol, Retinyl linoleate, Retinyl Linoleate, Retinyl palmitate, Tazorac and avage (Tazarotene)): merupakan salah satu bentuk vitamin A, dimana vitamin A dalam dosis tinggi bisa berbahaya pada janin. 
  2. Salicylic acid (Beta hydroxy acid, BHA): dapat menyebabkan komplikasi pada kehamilan. 
  3. Soy (Lethicin, Phosphatidycholine, Textured vegetable protein): hindari jika kulit kita menjadi lebih gelap (melasma) setelah menggunakan. 
  4. Phthalates (Dibutyl pthalate (DBP), Diethylhexyl pthalate (DEHP)): dapat bersifat racun pada perkembangan dan reproduksi, terutama pada jika janin kita berjenis kelamin laki-laki. 
  5. Parabens (Sodium methylparaben, methylparaben, ethylparaben, propylparaben, butylparaben): beberapa penelitian menunjukkan bahwa paraben dapat mengganggu sistem hormon dalam tubuh. 
  6. Parfum: kandungan parfum dilindungi oleh undang-undang rahasia dagang, sehingga kita tidak bisa memastikan kandungannya. 
  7. Toluene (methylbenzene): beresiko tinggi menyebabkan keracunan pada perkembangan dan reproduksi, termasuk kerusakan otak dan sel. 
  8. Formaldehyde: meningkatkan resiko kanker dan bersifat racun pada reproduksi dan perkembangan. 
  9. P-phenylenediamine (PPD, PPDA): meningkatkan resiko kanker dan bersifat racun pada reproduksi dan perkembangan. 
  10. Oxybenzone (Benzophenone): beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan dengan keracunan pada perkembangan dan gangguan hormonal. 
Kemudian, saya pun mencoba berpikir dan mencari tahu seluk beluk tentang jerawat dan mencoba mengenali kondisi kulit. dan ‘bahan makanan yang aman’ untuk digunakan sebagai pengobatan. Kenapa ‘bahan makanan’? Karena logikanya, kalau bahan itu aman untuk ditelan, berarti bahan tersebut aman untuk dioleskan ke wajah bukan :D. So, dari berbagai sumber, jerawat itu katanya disebabkan oleh tiga hal, yaitu3: produksi minyak berlebih, pelepasan sel kulit mati yang tidak biasa menyebabkan iritasi pada pori-pori kulit, dan penumpukan bakteri. Tapi bukan itu saja, jerawat juga diperburuk oleh kondisi hormonal, stress, penggunaan obat tertentu dan juga makanan. 

Cantik dengan Bahan Alami
Ternyata banyak bahan alami yang bisa digunakan untuk merawat kulit
Yang di-stabilo hijau adalah perawatan untuk kulit berminyak 

OK, dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa prinsip perawatan jerawat adalah meminimalkan kotoran dan bakteri pada wajah, menghindari makanan yang memicu dan juga menjaga kulit supaya tidak teriritasi. Untuk makanan, memang logikanya makanan berprotein tinggi dan berlemak akan membuat kulit lebih berminyak dan memicu jerawat ya… Tapi saya memilih untuk tetap makan seperti biasa, supaya bayi dalam kandungan tetap mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan. Dan akhirnya, berikut adalah hal-hal yang saya lakukan selama hamil untuk meminimalkan jerawat:
  1. Membersihkan wajah dengan pembersih yang aman untuk kulit sensitif, oil free dan tidak mengandung bahan yang harus dihindari oleh ibu hamil. Ini gampang-gampang susah, pertama saya membaca label, memastikan tidak ada kandungan yang ‘dilarang’ dan juga tanpa alkohol, karena alkohol membuat kulit sensitif saya semakin teriritasi. Setelah itu, dicoba dan dirasakan efeknya, jika terasa lembut dikulit, tidak kering dan tidak ada keluhan, maka penggunaan bisa dilanjutkan. Dulu sempat menggunakan Acne Aid Bar, namun sekarang karena produk tersebut sulit ditemukan, saya beralih ke produk pembersih khusus untuk kulit sensitif dengan kandungan aloe vera serta alcohol and parfume free. 
  2. Sebisa mungkin menjaga wajah dari debu dan kotoran lainnya. Jadi dulu sebelum ada mobil, kemanapun wajib memakai helmet dan masker. Selain itu, saya juga konsumen kertas penyerap minyak. Logikanya kalo kulit berminyak kan kotoran akan gampang menempel ya… 
  3. Menggunakan bahan alami yang aman untuk dikonsumsi dan memiliki efek mengurangi jerawat. 
  4. Menggunakan pelembab yang lembut untuk kulit sensitif dan berfungsi sebagai sunscreen. Saya menggunakan pelembab untuk kulit sensitif dengan SPF-15 yang alcohol dan parfume free. 
Manfaat Jeruk Nipis
Dalam buku ‘Herbal Indonesia Berkhasiat’ terbitan Trubus 

Nah, poin 3 di atas lah yang menurut saya adalah ujung tombak untuk mengurangi jerawat, karena selain bersifat mencegah munculnya jerawat, dia juga mampu mempercepat penyembuhan jerawat yang sudah terbentuk. Untuk ini, saya pernah menggunakan kunyit dan bawang putih karena efek mengurangi peradangannya. Tapi yang paling cocok bagi saya ternyata adalah ‘Jeruk Nipis’. Jeruk nipis mengandung Alpha hydroxy acids yang membantu mengikis sel kulit mati dan membuka pori-pori (mengurangi penyumbatan) serta mengurangi bekas luka6. Dalam industri kosmetik, jeruk nipis memang banyak dimanfaatkan sebagai bahan untuk mengecilkan pori-pori wajah, membersihkan dan menyegarkan (astringent). Selain itu, jeruk nipis juga memiliki khasiat antiseptik dan antivirus7, sehingga kemungkinan hal inilah yang membuatnya cukup ampuh mengurangi jerawat.


Perawatan wajah saya sederhana saja, karena memang penggunaan kosmetik dan perawatan yang berlebihan hanya akan memperburuk kondisi wajah yang sensitif dan acne prone. Praktis perawatan wajah saya hanya seputar membersihkan wajah, melindungi wajah pada siang hari dengan krim SPF dan perawatan dengan jeruk nipis di malam hari sebagai berikut:
  1. Membersihkan wajah di pagi, siang dan malam hari dengan sabun wajah yang lembut. Untuk siang hari, cukup sedikit sabun yang digunakan (hanya untuk menghilangkan minyak di wajah) dan untuk sore didahului dengan susu pembersih. 
  2. Malam hari sebelum tidur lakukan perawatan dengan jeruk nipis. Pertama, bersihkan wajah dengan air hangat yang diberikan perasan jeruk nipis (menggunakan kapas, seperti saat memakai toner). Setelah itu olesi seluruh wajah dengan air perasan jeruk nipis (menggunakan kapas juga, hingga seluruh wajah basah dengan air perasan jeruk nipis). (Perawatan dengan jeruk nipis sebaiknya tidak dilakukan siang hari karena Alpha hidroxy acids menyebabkan kulit lebih sensitif terhadap sinar matahari8). 
  3. Pada pagi hari, setelah membersihkan wajah, gunakan pelembab yang mengandung SPF untuk melindungi wajah. 
(Mungkin) Kondisi Optimal Wajah Saya
Cukup bangga tanpa jerawat, 
walaupun tetap kemerahan karena kulit sensitif 

Menurut pengalaman saya, perawatan dengan menggunakan jeruk nipis untuk mengurangi jerawat memang baru terlihat hasilnya setelah dua atau tiga minggu. Jauh lebih lama efeknya dibandingkan perawatan-perawatan lain yang hasilnya bisa terlihat dalam hitungan hari. Tapi, yah, bagi saya yang waktu itu sedang hamil atau menyusui, ini adalah solusi yang lebih aman. Dan bahkan sampai sekarang pun, setelah menyapih Ganesh, saya tetap memilih perawatan alami dengan jeruk nipis untuk wajah. Kenyataan bahwa wajah saya memang sensitif dan acne prone, membuat saya harus terus merawatnya dan rasanya jeruk nipis inilah yang paling aman untuk penggunaan dalam jangka waktu yang sangat lama. Jadi wajar bukan jika saya setia padanya selama ini :).

Nah, dari cerita ini lah, nama ‘Lemon Juice Story’ berawal (walaupun sebenarnya lebih tepat disebut ‘Lime Juice Story’ ya…). Blog ini saya niatkan untuk menulis berbagai insight dan penemuan-penemuan yang saya dapatkan dalam hidup, yang mungkin sederhana saja, tapi bisa bermanfaat untuk orang lain. Amiin :). Dan tulisan ini adalah, penulisan kembali dari artikel ‘The Story of Lemon Juice’ dalam rangka ulang-tahun blog saya yang ke-2 pada 23 Februari 2014.

With Love,
Nian Astiningrum
-end-


Referensi:
  1. Mayoclinic.org. (21-10-2011). Acne: Definition. http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/acne/basics/definition/con-20020580. Diakses tanggal 12 Februari 2014. 
  2. Mayoclinic.org. (21-10-2011). Acne: Symptoms. http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/acne/basics/symptoms/con-20020580. Diakses tanggal 12 Februari 2014. 
  3. Mayoclinic.org. (21-10-2011). Acne: Causes. <http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/acne/basics/causes/con-20020580. Diakses tanggal 20 Februari 2014. 
  4. BabyCenter.com. (____). Safe Skin Care During Pregnancy. <http://www.babycenter.com/0_safe-skin-care-during-pregnancy_1490031.bc. Diakses tanggal 21 Februari 2014. 
  5. TotalBeauty.com. (____). 8 Beauty No-Nos When You’re Preg-O. http://www.totalbeauty.com/content/flash/c_preg. Diakses tanggal 21 Februari 2014. 
  6. Mayoclinic.org. (21-10-2014). Acne: Alternative Medicine. http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/acne/basics/alternative-medicine/con-20020580>. Diakses tanggal 24 Februari 2014. 
  7. Tim Trubus. (2013). Herbal Indonesia Berkhasiat: Bukti Ilmiah & Cara Racik (Edisi Revisi) – Volume 10. Jakarta: Trubus. 
  8. FDA.gov. (10-01-2005). Guidance for Industry: Labelling for Cosmetics Containing Alpha Hydroxy Acids. http://www.fda.gov/Cosmetics/GuidanceComplianceRegulatoryInformation/GuidanceDocuments/ucm090816.htm#sunburn. Diakses tanggal 24 Februari 2014. 
  9. Surtiningsih. (2005). Cantik dengan Bahan Alami: Cara Mudah, Murah dan Aman untuk Mempercantik Kulit. Jakarta: PT elex Media Komputindo. 

Monday, February 10, 2014

Kehamilan & Kelahiran: Just Believe in You & the Baby

Kita sudah terbiasa ‘dicekoki’ dengan gambaran bahwa hamil dan melahirkan adalah sebuah proses yang effortfull dan menyakitkan. Kehamilan sebagai proses dimana kita harus merasakan mual dan muntah, serta seringkali dipersulit dengan adanya ngidam yang aneh-aneh. Sedangkan kelahiran, selalu digambarkan sebagai prosesi yang menyakitkan. Di sinetron-sinetron kelahiran hampir selalu disertai dengan teriakan-teriakan histeris sang ibu yang sedang kesakitan. Baiklah, beberapa memang ada benarnya. Perubahan hormonal dalam tubuh kita memang ada kalanya menyebabkan morning sickness, namun kita bisa menjalaninya dengan bahagia. Menginginkan sesuatu dengan sangat (ngidam) juga hal yang wajar, namun tidak selalu berarti sesuatu yang mutlak dan menghantui. Dan melahirkan, memang pasti disertai dengan rasa sakit, tapi percayalah, tidak semenyakitkan gambaran kita selama ini. Kita bisa membuat proses sakit menjadi sesingkat mungkin dan serileks mungkin, karena kita dikaruniai pemikiran yang demikian hebat hingga mampu mensugesti diri kita untuk merasakan hal yang kita inginkan. Sangat hebatnya, hingga ada saatnya dia bisa melipatgandakan ketidaknyamanan dan rasa sakit yang kita rasakan. Itulah yang terjadi, dan itulah kenapa kita harus pandai-pandai memberikan sugesti positif pada diri kita sendiri. Berikut adalah pengalaman saya berdamai dengan rasa takut dan menjalani proses melahirkan yang lembut…

***

Debut foto anak kami ‘Ganesha Abinawa Parmana’
Diambil oleh suami saat masih di ruang bersalin
Kelihatan masih kecapekan setelah berjuang untuk 'keluar' 
bersama Mamanya :D

Kala itu, Bulan November 2010, saya dan suami merasa begitu gembira karena saya dinyatakan hamil setelah kurang lebih empat bulan pernikahan. Seorang sahabat saya yang telah memiliki momongan mengirimkan pesan, “Selamat ya Mbak, selamat menjalani sembilan bulan kebersamaan bersama buah hati…” Sebuah pesan yang sangat indah, dengan membayangkan bahwa saat itu hingga kurang lebih sembilan bulan kedepan, akan ada seorang manusia kecil dalam rahim saya. Kami akan melewatkan kurang lebih sembilan bulan itu dengan berbagi hampir segalanya. Apapun yang saya rasakan melalui indera pengecap ataupun hati akan juga dia rasakan. Benar-benar sebuah perasaan yang mengharukan untuk saya.

Ini adalah kehamilan pertama saya. Yang tentu saja bukan sekedar hanya karena kebetulan harus saya jalani bersama suami di perantauan dengan minimnya pilihan sarana kesehatan dan juga kerabat. Pada minggu kedua setelah dinyatakan hamil, seorang dokter kandungan sempat membuat kami gelisah dengan pernyataannya bahwa kemungkinan bahwa saya mengalami apa yang disebutnya ‘hamil anggur’ dan jika benar, maka saya harus dikuret. Hal itu, meskipun disebutkannnya sebagai ‘kemungkinan’, tetap saja membuat saya bingung, takut dan sedih. Namun, dari pengalaman itu akhirnya justru memberikan insight bagi saya, tentang bagaimana melepaskan perasaan negatif dan berdamai dengan perasaan itu.

Monday, February 3, 2014

Jagung Manis + Tahu Kukus

Baiklah, saya memang sama sekali tidak pandai memasak :D. Setiap mau masak yang sedikit rumit, seperti Soto atau Sop Tulang, terus dan terus harus browsing dulu. Mungkin karena jarang memasak, resepnya tidak pernah mengendap dalam ingatan :D. Tapi, meskipun begitu, keinginan untuk menyajikan makanan yang viariatif untuk Ganesh tidak pernah surut. Selain untuk menjaga nafsu makan, juga untuk memastikan dia mendapatkan nutrisi yang baik untuk pertumbuhannya. Untuk makan siang dan sore, karena memang tidak memungkinkan, urusan memasak makanan Ganesh saya serahkan pada pengasuhnya. Tentunya dengan supervisi; “Ga usah pake gula ya… Garamnya dikit aja…” dan lain-lain. Nah, untuk sarapan, sepenuhnya saya bisa berkreasi dan memasak sendiri. Walaupun tentunya dengan menu-menu yang sederhana dan sebenarnya biasa. Yang walaupun demikian selalu sukses membuat Ganesh makan dengan lahap. Sampai-sampai saya berpikir jika sudah berhasil meracuni selera makannya, hingga menyukai makanan buatan saya yang abal-abal :D.

Penampakan si “Steamed Tofu & Sweet Corn”