SOCIAL MEDIA

search

Monday, September 15, 2014

Bounce Back

Cannot fall, never do regret
Know just what is being said
Know the risk you take
Keep your head above it all
Sure you can fall
But not now you gotta prove
Something new, being you, being you

Sebagai seorang melankolis sejati, lagu ciptaan Marit Larsen berjudul ‘Solid Ground’ di atas memang selalu sukses membuat saya nangis-nangis. Bukan hanya karena sedih, tapi justru karena akhirnya bisa semangat. Sebagai seorang kerap kali merasa bersalah (self guilt) dan menyesal, penggalan lirik di atas benar-benar pas sekali. “Jangan pernah menyesal. Sadari saja apa yang telah kamu ucapkan. Sadari resiko yang kamu ambil (karena memang semua selalu ada resikonya). Tegakkan kepalamu. Tentu saja kamu bisa terjatuh. Tapi bukan sekarang, kamu harus membuktikan sesuatu yang baru… menjadi dirimu sendiri…”

Baiklah, mungkin hanya mereka orang-orang aliran introvert dan melankolis (yang sedikit) ekstrim seperti saya yang paham rasanya takut melakukan sesuatu karena takut tidak sempurna atau merasa bersalah dan menyesal karena ketidaksempurnaan menurut kacamata kita. Hmm, well, that’s me a long time ago… Dan lagu itu, somehow, benar-benar membuat saya terinspirasi untuk belajar menerima diri sendiri dan mulai fokus pada hal lain di luar perasaan dalam diri saya. Karena, kenyataannya kadang perasaan kita begitu manipulatif, membuat sesuatu yang ‘kecil’ menjadi sesuatu yang luar biasa ‘besar’. Kadang kita harus bangkit dan menghapus air mata kita agar bisa melihat dunia dengan lebih jelas bukan.

Can’t feel, keep from asking why
Be the strongest at goodbyes
Know your place in life
Now expand your wings and fly
It reaches high but not,
Enough you seem to me
So incomplete, swept off your feet

Dalam hidup, akan ada masanya kita akan merasakan sebuah kekecewaan. Rasa dimana kita tidak mendapatkan sesuatu yang pantas kita dapatkan, atau merasa hidup terlalu berat menempa kita. Well, that’s life… itulah hidup kita… be blessed with it… Dan itu sama sekali bukan alasan untuk kita terus meratapi nasib, untuk apa? “Berhentilah bertanya mengapa. Jadilah kuat dalam segala perpisahan (dengan hal yang kita inginkan). Sadarilah tempatmu dalam hidup (jangan terlalu menuntut). Dan kepakkan sayapmu. Terbang tinggi…”

And let me tell you they will always pull you down
Before you know it they will take your smile and push you around
They will fight and struggle
To blur and trouble
Your sense of solid ground

Dalam hidup, akan selalu ada masanya kita merasa jatuh dan terpuruk. Entah sebuah kejadian atau seseorang, akan selalu ada ‘sesuatu’ yang membuat kita merasa tercampakkan dan merasa gamang dengan hidup kita. Well, that’s life… Dari sudup pandang yang lebih positif, ‘sesuatu’ itulah yang sesungguhnya menempa kita menjadi orang yang lebih dewasa, lebih tangguh dan kuat dari sebelumnya. Yes, “‘Mereka’ akan terus berusaha menjatuhkanmu. Mereka akan mencuri senyummu dan melemparmu. Mereka akan berusaha dan berusaha merasa tidak memiliki pijakan.” Tapi… semua itulah yang akan membuatmu menjadi seorang yang kuat dan bijak, jika berhasil melampauinya.

Cannot know, lose your self-control
Be and angel over all
Know your secret way
Laugh at everything they say
Will you remain the same?
And now you dare not see
What's letting go
Inside of me,is it me?

Dalam hidup, ada kalanya kita merasa begitu marah “Tidak bisa memahami dan kehilangan kendali”, dan berteriak, “Cukup!” Tapi, pada akhirnya, kita harus memaafkan… “Menjadi malaikat setelah semuanya…” Memaafkan untuk diri kita sendiri… Karena amarah hanya akan menyiksa diri kita lebih, daripada ‘sesuatu’ atau ‘seseorang’ yang kita benci dengan sangat. Tetap menjadi orang baik dan berhenti membenci dan mendendam. Dan ada saatnya, kita harus belajar “Menertawakan apapun yang mereka katakan”. Oh come on, mereka hanyalah orang lain, yang tidak peduli pada kita, jadi kenapa harus menghabiskan begitu banyak energi untuk bereaksi? Maafkan saja mereka, tersenyum, sadari bahwa kita semua memiliki sebuah jalan hidup yang penuh misteri. Hmm, biarkan rasa sakit kita mendapat kebaikan yang setimpal dari penguasa semesta, entah sebuah kekuatan, kedewasaan atau anugerah lain yang kita butuhkan dan dambakan.

Dan sekali lagi… apapun yang terjadi, kita tetap harus menegakkan kepala kita, menatap ke depan dan membuktikan kualitas diri kita… Merasa menjadi korban akan keadaan memang membuat kita seolah tidak bertanggung-jawab atas kemalangan hidup kita. Tapi, apa gunanya? So

Keep your head above it all
Sure you can fall
But not now you gotta prove
Something new, being you, being you

(Solid Ground, Marit Larsen)


***

Cover single ‘Solid Ground’ oleh Marit Larsen
Gambar dari: en.wikipedia.org

Dan itulah lagu favorit saya sepanjang masa, jatuh cinta begitu mendengarnya, menemani masa-masa menerima diri sendiri, saat Bapak jatuh stroke di tengah masa kuliah, saat begitu ingin segera lulus untuk membantu keluarga. Menemani saat saya mempunyai mimpi gila menyelesaikan skripsi sembari mengambil program KKN dalam semester yang sama. Menemani saat berusaha mencari jalan kemandirian, saat dibingungkan dalam labirin percintaan dan banyak lagi. Sesuatu yang memang harus dilalui untuk berbuah manis… Untuk membuat kita menjadi lebih bangga pada diri kita sendiri, karena sudah menjalani semuanya. Sesuatu yang tidak kita dapatkan melalui hidup yang mudah dan lurus.

Dan lagu ini, menemani saya hingga kini… saat tantangan untuk memafkan dan membuktikan diri kembali menghadang saya. Tentu saja, ada saatnya semua itu berhasil membuat saya merasa terpuruk, tapi dibalik keterpurukan akan selalu ada pilihan untuk tenggelam atau bangkit. And I choose to bounce back :).

Dan siapapun di luar sana yang merasa terpuruk, menangislah… tapi setelah itu, bangkitlah, buktikan pada mereka dan dirimu sendiri, siapa dirimu. “Keep your head above it all. Sure you can fall. But not now you gotta prove. Something new, being you, being you…”



With Love,
Nian Astiningrum
-end-

Thursday, August 7, 2014

OPI, Mindset Capability & Leadership (MCL) and Personal Hope…

Hmm, jujur saya memang tidak mendalami hal berkaitan dengan Psikologi Industri & Organisasi (PIO) semasa kuliah, karena lebih tertarik dengan Psikologi Klinis dan Perkembangan. Saking tidak berminatnya, saya hanya mengambil mata kuliah wajib berkaitan dengan PIO dan satu mata kuliah pilihan :D. Waktu itu, bukannya tidak berpikir untuk memilih profesi berkaitan dengan Manajemen SDM di perusahaan, tapi saya lebih memilih mengambil mata kuliah yang menurut saya menarik dan mengesampingkan kesadaran bahwa akhirnya harus terjun ke dunia industri karena tuntutan kesempatan kerja. Ya, saya mungkin tidak terlalu idealis dalam hal pilihan karir. Sebagai seorang yang ingin buru-buru kerja untuk untuk menyelesaikan banyak urusan, whatever it is, I’ll take it :D.

Dan ternyata bekerja menjadi seorang HR Admin di sebuah perusahaan itu, tidak semembosankan yang saya kira. OK, memang ada kalanya terasa jenuh, tapi bukan karena bidang ini yang tidak menarik, tapi lebih karena banyak pihak yang masih menganggap remeh bidang ini. “Urusan SDM, apa susahnya sih? Semua orang juga bisa… tidak perlu pengetahuan khusus. Itu kan cuma support saja, formalitas administrasi, unit tetap bisa produksi kok, kalaupun ‘asal’ dikerjakan…” itulah pandangan yang membuat profesi ini menjadi sedikit ‘makan hati’ sesekali. Ya bayangkan saja, untuk hal seperti proses suksesi jabatan sampai penentuan kandidat untuk menduduki posisi strategis dianggap tidak penting, sehingga pengisi jabatan struktural (misalnya) seringkali bukanlah kandidat yang terbaik yang ada, itu adalah hal sangat sulit diterima.

Ada begitu banyak hal yang harus dilakukan, dan semua itu pastinya membutuhkan komitmen dan konsistensi yang luar biasa, serta yang tidak bisa dimunafikkan adalah dukungan dari manajemen. Saya yakin, perubahan menuju kebaikan itu ada, apalagi dengan berbagai program yang digalakkan perusahaan ini. Tapi secepat apa perubahan itu akan terjadi dan sebaik apa target yang bisa dicapai, itu semua tergantung pada seluruh warga perusahaan ini, dengan penekanan pada mereka-mereka yang diberikan kewenangan lebih besar. Karena semakin besar kewenangan sesungguhnya beriringan dengan kemampuan untuk membuat perubahan yang lebih besar. Bukan sendirian, tapi dengan merangkul warga-warga perusahaan yang juga memiliki semangat untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik.

Singkat cerita, tahun ini resmi tergabung dalam salah satu program bertajuk OPI (Operation Performance Improvement) pada stream MCL (Mindset Capability & Leadership). Sebuah program dengan misi yang kuat untuk memperbaiki hal-hal yang bisa ditingkatkan dalam organisasi ini. Benar-benar misi yang membuat setiap orang dengan idealisme akan merasa bersemangat. Melihat perusahaan ini menjadi lebih baik dan sehat (terutama dalam pengelolaan HR) dari sekarang itu adalah sebuah mimpi. Tapi jujur, saya sama sekali tidak bersemangat jika semua ini hanya akan menjadi sebuah formalitas… So, what will it be? Let us see


Dan untuk sekarang, berkaitan dengan OPI Expo yang akan diadakan 11 s/d 13 Agustus 2014 nanti; dimana saya didaulat sebagai salah satu peserta, namun dengan berat hati harus mengundurkan diri karena rute yang cukup effortfull untuk wanita hamil muda seperti saya, yang harus disopirin secara spesial karena rawan mabok kendaraan :D; saya membuat poster ini… Saya kurang yakin juga apakah ini mewakili program OPI itu sendiri, tapi ini adalah harapan saya seperti apa stream MCL dalam OPI harus berperan.

Saya sangat percaya, jika kami semua bersatu padu (termasuk pegawai-pegawai dengan kewenangan yang besar), harapan itu bisa terlaksana, dan semua ini tidak sekedar menjadi formalitas saja. But, what it will be? (Like what I said before) let us see ;).

With hope,
Nian Astiningrum
-end-

Picture credit:
  1. Akuarium dan ikan: http://www.clipartbest.com/cliparts/eTM/ddB/eTMddBxTn.png
  2. Ikan hiu: http://drawingforkids.org/images/125543-little-blue-shark-clip-art.jpg

Thursday, July 17, 2014

Bayangkan Jika Saya Jika Tidak Bertemu Guru-Guru Hebat Ini…

Dulu, untuk menyemangati saya, Bapak selalu bilang, “Nian, tau ga? Bedanya kamu sama gurumu itu cuma semalem saja… malam ini gurumu belajar materi, dan besok pagi dia ajarkan materi itu padamu. Jadi, kamu sama sekali tidak kalah pintar dibandingkan gurumu, dia hanya lebih dulu belajar daripada kamu…” Dan waktu itu saya sangat setuju dengan pendapat Bapak, meskipun tidak sampai membuat saya benar-benar semangat untuk belajar, karena saya selalu kesulitan untuk ‘belajar’ dengan cara konvensional. Saat itu saya belum menemukan cara membuat informasi yang ada di dalam buku teks pelajaran terserap dalam otak, membaca buku pelajaran itu hanya membuat saya mengantuk. Begitulah, waktu itu, bagi saya dan banyak orang dekat saya berpendapat bahwa sekolah dan guru adalah untuk menambah pengetahuan tentang matematika, ilmu sosial, ilmu alam dan sebagainya. Itu saja…

Tapi, pengalaman saya selanjutnya mengatakan lain, peran guru jauh lebih besar dari sekedar melakukan transfer pengetahuan kepada siswa-siswa. Tanpa sosok seorang guru semasa duduk di bangku SMP dan SMA yang kerap mengatakan secara langsung atau tidak langsung bahwa saya memiliki kelebihan dalam bidang bahasa, saya tidak akan termotivasi untuk mendalami dunia tulis menulis lebih dalam. Begitu juga seorang dosen dimasa kuliah yang tanpa disadarinya memberikan apresiasi atas penulisan skripsi yang dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari satu semester dengan revisi yang relatif sedikit, serta topik yang unik menurutnya, saya tidak akan sadar bahwa memiliki kelebihan dalam hal penulisan ilmiah. Sehingga saya pun merasa semakin merasa mampu dan berminat untuk menulis ide-ide dalam bentuk apapun, dan berani berkompetisi hingga berhasil menjadi juara III even XL Awards tahun 2013.

Tanpa komentar seorang guru di masa SMA pada suatu hari pada orang-tua saya pada saat penerimaan raport, “Anak Ibu ini sebenarnya pintar, cuma suka ngantuk di kelas…”, saya akan terus merasa bodoh dan tidak mampu. Berkat sang ibu guru tersebutlah yang menyadarkan, bahwa saya sama sekali tidak bodoh (bahkan menurut beliau saya tergolong pintar) dan berusaha mencari cara untuk mengatasi kekurangan tersebut sehingga bisa mencapai prestasi optimal saya. Jika tidak karena komentar guru saya tersebut, saya tidak akan berusaha mencari buku-buku psikologi self help, dimana akhirnya saya memahami bahwa adalah seorang pembelajar kinestetik dan sama sekali lemah untuk menyerap pelajaran secara auditori. Sehingga akhirnya, saya berusaha mencari cara belajar yang membuat saya memahami pelajaran dengan nyaman dan tidak mengantuk, yaitu dengan membuat corat-coret mengenai materi yang sedang saya pelajari. Dan bahkan, karena komentar ibu guru saya tersebut, saya menjadi lebih tertarik dengan disiplin ilmu psikologi dan akhirnya benar-benar melanjutkan kuliah disana.

Dan selanjutnya, yang sungguh berkesan adalah guru-guru yang saya temui semasa kuliah di Jurusan Psikologi yang membuat saya ‘menemukan siapa diri saya’. Dari seorang yang terlihat pemalu, pendiam, canggung dan tidak percaya diri, hingga akhirnya mampu berdamai dengannya dan menjadi pribadi yang lebih baik. Waktu itu, seorang dosen saya berkali-kali menegaskan bahwa kami akan dididik menjadi praktisi psikologi yang akan membantu orang lain keluar dari masalah psikologisnya. Dan untuk itu, maka sebelumnya kami harus menyehatkan psikologis kami sendiri. “Kalian ga mungkin bisa membantu orang lain keluar dari masalah psikologisnya, kalau kalian tidak sehat secara psikologis,” demikian kata beliau. Kata-kata yang membuat saya gelisah dan akhirnya bertekad bulat menyelesaikan masalah yang ada dalam diri saya. Dimana percayalah, segala hal berhubungan dengan merubah diri sendiri menjadi diri yang berbeda dan lebih baik selalu merupakan hal yang tidak mudah. Merubah cara pandang, menyelesaikan tekanan dalam diri dan kemudian bertindak dengan lebih ‘baik’ itu sebuah proses yang cukup berat, karena pada dasarnya ‘musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri’. Karena di satu sisi diri kita harus melawan 'hal negatif' dari diri kita, sementara diri kita yang lain ingin melakukan 'hal negatif' tersebut. Tapi, dengan tekad dan bantuan guru-guru saya semasa kuliah yang mungkin tak mereka sadari, dengan memberikan apresiasi, empati dan juga pengetahuan, saya bisa melewatinya.

***

Dulu mungkin, saya setuju dengan pendapat Bapak bahwa seorang guru hanya lebih dulu belajar daripada saya, sehingga terlihat lebih pintar. Dan ya, saya masih mempercayai itu, tapi dengan catatan bahwa bukan hanya disitulah kelebihan seorang guru. Karena bayangkan jika saya tidak bertemu guru-guru hebat ini… Jika tidak ada seorang guru yang memberikan apresiasi akan kemampuan saya, maka saya tidak menjadi begitu bersemangat untuk mengasahnya hingga menjadi sebuah prestasi. Tanpa seorang guru yang menyeletuk bahwa saya adalah seorang anak yang pintar tapi mudah mengantuk, saya mungkin akan terus merasa bodoh karena tidak bisa menyerap pengetahuan seperti teman lainnya. Dan tentu saja tidak akan menemukan cara belajar yang tepat untuk diri saya sendiri, sehingga akhirnya bisa berprestasi secara optimal. Dan mungkin saja, hari ini saya masih seorang yang pemalu, pendiam, canggung dan tidak percaya diri. Sehingga tidak bisa lolos dalam ujian skripsi kuliah atau tidak pernah lolos test wawancara kerja yang membahwa saya mampu hidup mandiri, jika tanpa seorang guru yang membuat saya bertekad harus berubah menjadi lebih baik.

***

Beberapa orang mungkin masih belum terusik dari paradigma bahwa guru adalah pengajar pengetahuan teknis (hard skill) saja. Beberapa orang belum menyadari bahwa peran guru jauh lebih besar dari itu. Tatap muka seorang siswa dengan guru mungkin hanya berlangsung selama sekitar 43 jam dalam seminggu (sesuai Kurikulum 2013 SMA kelas XI dan XII), atau rata-rata 7 jam setiap harinya, tapi menurut saya guru memiliki peran yang cukup besar dalam pembentukan kepribadian siswa. Pengetahuan mengenai bidang yang mereka ampu dan juga teknik mengajar yang baik merupakan keharusan bagi seseorang untuk dapat menjadi pengajar atau guru untuk mengemban amanat mencerdaskan anak bangsa secara teknis. Sehingga anak-anak ini bisa tumbuh menjadi jiwa-jiwa yang mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi secara ilmiah dan berprestasi dalam bidang ilmu pengetahuan.

Tapi, lebih dari itu, demi mencerdaskan anak bangsa secara holistik, mencakup kesehatan psikologis mereka, guru pun memiliki peran yang besar. Kepedulian dan empati seorang guru kepada siswanya akan memberikan sentuhan tersendiri bagi jiwa mereka, yang membantu menemukan motivasi dan insight (pencerahan) dalam hidup mereka. Dan prinsip, karakter serta moralitas seorang guru yang tercermin dalam sikap dan keputusan mereka selama berinteraksi dengan siswa pun akan menjadi rujukan bagi mereka (siswa) yang berpengaruh pada prinsip, karakter dan moralitasnya sendiri. Jadi, guru benar-benar sebuah profesi yang memiliki peran luar biasa dalam masa depan anak-anak kita dan juga masa depan bangsa ini bukan? Karena mereka mengemban sebuah tugas penting untuk membentuk jiwa-jiwa yang akan membangun masa depan.


Demikianlah pengalaman memberikan arti seorang guru dalam hidup saya, mereka adalah orang-orang yang dengan tekun mengajarkan berbagai ilmu pada saya. Dan beberapa diantaranya adalah orang-orang yang memberikan inspirasi dalam hidup saya. Memberikan semangat dan tekad untuk memperbaiki diri, serta pencerahan dalam dangkalnya pemahaman muda saya. Pada guru-guru ini, mungkin hanya terima-kasih dan kisah ini yang bisa saya berikan. Supaya mereka tahu, bahwa apa yang mereka berikan dan bagaimana mereka bersikap telah merubah kehidupan seorang anak muda menjadi lebih dewasa dan bermakna. Dan saya tahu pasti, bahwa tidak ada kebahagiaan yang lebih besar bagi para guru sejati, selain melihat anak didiknya berhasil menjadi ‘seseorang’ dalam hidupnya.

Selanjutnya, mungkin saya akan memberikan nasehat yang sama pada anak saya kelak, bahwa dia sama sekali tidak kalah pandai daripada gurunya. Persis seperti yang dikatakan ayah saya, bahwa seorang guru hanya lebih dulu mempelajari bidang yang mereka ampu sehingga lebih dulu paham. Namun tentu saja, saya pun akan berdoa supaya dia dipertemukan dengan guru-guru yang mampu menginspirasinya menjadi sosok yang lebih baik di masa depan.

Dua guru hebat yang saya temui di bangku kuliah
Ibu Prof. Dr. Sofia Retnowati, M.S. dan Ibu Prof. Johana Endang Prawitasari, PhD.
Foto diambil dari www.psikologi.ugm.ac.id

Dan terakhir, tentu saja, terima-kasih guru-guruku, karena tanpa kalian, aku mungkin tidak akan bisa melihat dunia dengan cara yang seindah ini.

With Love,
Nian Astiningrum
-end-

Wednesday, July 2, 2014

The Art of Early Pregnancy Check

Tak terasa hampir sebulan absen meng-update blog… Ternyata, baru sadar, bahwa mood sangat mempengaruhi keinginan menulis, dan bisa ditebak, itulah yang menjadi alasan mengapa sampai selama ini absen menulis :(. But after all, akhirnya mood akhirnya cukup bersahabat, dan saya siap kembali menulis untuk mengarsipkan cerita-cerita yang berkesan dalam hidup, sekaligus berbagi kisah dengan teman-teman lain. Siapa tahu kan ada yang mendapat manfaat dari cerita-cerita saya, hihi, amin :D.

Baik, salah satu cerita yang di-highlight adalah bahwa akhirnya saya secara resmi dinyatakan hamil pada 20 Juni 2014 lalu, alhamdulillah :). Sebulan sebelumnya (20 Mei 2014) saya sudah memeriksakan diri ke dokter dengan berbekal test pack yang menunjukkan dua garis samar. Waktu itu, sebenarnya saya tidak berharap dokter akan langsung melakukan pemeriksanaan USG (Ultrasonography), karena ragu bahwa USG dapat mendeteksi kehamilan yang kurang dari 1 bulan. Harapannya sih waktu itu sekedar dokter bisa memantapkan diagnosa dari test pack tersebut. Tapi mungkin kami yang tidak sabar ya, kenapa musti buru-buru memastikan coba? Waktu itu, terlambat datang bulan saja belum :D. Perasaan bahwa saya hamil dan akhirnya mencoba test pack adalah karena adanya rasa tegang pada payudara seperti akan datang bulan, padahal sang ‘tamu’ belum saatnya datang.

Pemeriksaan kehamilan menggunakan test pack yang pertama
Berbekal test pack bergaris samar ini kami memeriksakan diri ke dokter :D

Dan benar saja, saat diperiksa dengan USG, dokter belum melihat adanya tanda-tanda kehamilan. Hihi, separuhnya saya merasa bodoh juga sih memeriksakan diri terlalu dini, separuhnya lagi saya juga kurang setuju karena dokter main USG saja, padahal menurut pendapat saya dia bisa menjelaskan bahwa usia kehamilan yang masih terlalu dini tidak bisa dideteksi oleh USG. Hmm, ataukah mungkin dia menjaga perasaan kami juga ya, karena beranggapan setiap orang yang memeriksakan kehamilan pasti di-USG :D. Entahlah…

Kejadian ini mengingatkan saya pada deteksi kehamilah pertama dulu. Waktu itu, saya pun menggunakan test pack sebelum akhirnya memeriksakan ke dokter. Hasilnya juga masih samar dan saat itu juga baru terlambat datang bulan 1 atau 2 hari, hanya saja bedanya waktu itu saya diperiksa menggunakan USG Transvaginal (Transvaginal Ultrasound/TVU) sehingga tanda kehamilan sudah terdeteksi. Sedangkan pada kehamilan kedua ini saya diperiksa menggunakan USG Transabdominal (Transabdominal Ultrasound/TAU) karena saya kurang nyaman diperiksa dengan TVU dan memilih memeriksakan diri ke dokter lain.

Pada pemeriksaan kehamilan pertama dengan menggunakan TVU, kantong kehamilan sudah terlihat dan saya dinyatakan hamil. Seminggu kemudian, saya diminta untuk kembali memeriksakan diri kembali untuk melihat perkembangan kehamilan, dan saat itulah dokter mengatakan pada kami bahwa belum terlihat ada ‘inti’ dalam kantong kehamilan, sehingga menyatakan bahwa kemungkinan saya mengalami hamil anggur. Ah, kami sangat kecewa dengan perkataan dokter waktu itu, kok gampang sekali ya mengucapkan sebuah diagnosa yang dia sendiri belum yakin. Diagnosa yang sudah pasti membuat pasiennya mau tidak mau kepikiran dan tidak tenang :(. Sedangkan pada kehamilan kedua ini, dengan usia kandungan yang relatif sama, karena menggunakan TAU, dokter pun mendiagnosa bahwa saya belum positif hamil. 

And that’s what I mean with ‘The Art of Early Pregnancy Check’. Karena pada usia kehamilan yang masih terlalu dini, kemungkinan alat test dan tenaga kesehatan melakukan diagnosa yang tidak benar masih tinggi. Jadi ada baiknya kita sedikit bersabar sampai usia kehamilan cukup untuk dideteksi dengan alat test yang ada. Menurut pengalaman saya, dengan menggunakan test pack, pada kehamilan yang masih relatif muda, garis samar sudah terlihat, menunjukkan konsentrasi hormon kehamilan yang masih rendah. Dan jika kita ulangi test yang sama beberapa hari kemudian, kemungkinan besar garis akan menjadi lebih jelas. Meskipun tentu saja ada faktor in-akurasi 1% yang menurut beberapa sumber bisa disebabkan karena konsumsi obat tertentu.

Pemeriksaan kehamilan kedua beberapa hari kemudian
Garis dua sudah tampak lebih jelas :)

Selanjutnya, dengan menggunakan USG, menurut www.prochoice.org, TVU jelas memberikan gambaran yang lebih jelas pada awal kehamilan. TVU ini bisa mendeteksi kehamilan lebih dini, sekitar 4.5 sampai dengan 5 minggu usia kehamilan. Sedangkan TAU baru bisa memberikan diagnosa yang reliabel pada usia kehamilan di usia lebih dari 6 minggu. Jadi, jika Anda iseng ingin memastikan kehamilan dengan menggunakan USG pada usia kehamilan yang masih relatif muda, ada baiknya bersiap-siap dengan diagnosa yang diluar harapan. Sekaligus jangan langsung ditelan mentah-mentah, tapi lakukan cek kembali sekitar 1 bulan kemudian untuk hasil yang lebih valid.

Seperti pengalaman saya, setelah diagnosa di luar harapan pada awal-awal kehamilan, sebulan kemudian alhamdulillah mendapat hasil yang berbeda dan lebih valid. Yup, tanggal 20 Juni 2014 kemarin, sebulan setelah pemeriksaan dokter pertama yang menyatakan saya tidak hamil, saya melakukan pemeriksaan lagi dan hasilnya POSITIF saya hamil :). Alhamdulillah, insyaallah tahun depan kami akan kedatangan anggota keluarga baru, amin. Semoga semuanya lancar-lancar, sehat semua dan sejahtera, amin :). Doa ibu hamil nih sudah pasti banyak sekali, amin-amin-amin, sambil elus-elus perut :D. Teman-teman minta doanya juga ya…

Jadi demikianlah update sekaligus pengalaman pemeriksaan dini kehamilan saya, semoga teman-teman bisa mengambil hikmah dari cerita ini. Kehamilan memang berita yang sangat menggembirakan, dan seringkali (seperti saya) kita tidak sabar untuk memastikannya. Tapi, yang namanya alat test dan diagnosa manusia sudah pasti tidak bisa sangat sakti, sehingga bisa memastikan dalam usia yang sangat dini :D. Jadi, ada kalanya perlu bersabar beberapa hari sampai beberapa minggu dulu sampai bisa benar-benar yakin. Paling tidak begitulah pengalaman saya, hehe, bagaimana dengan teman-teman ;).

With Love,
Nian Astiningrum
-end-


Readings:

Prochoice.org. (____). Ultrasound Imaging in Early Pregnancy. http://www.prochoice.org/education/cme/online_cme/m4ultrasound.asp. Diakses tanggal 02 Juli 2014.

Wednesday, June 4, 2014

Memilih dan Memanfaatkan Tayangan yang Baik untuk Pendidikan Anak

Hampir seusia Ganesh, TV di rumah tidak dinyalakan. Awalnya bukan disengaja, tapi karena lupa membayar layanan TV Kabel sampai beberapa bulan gara-gara sering ditinggal suami dinas, sementara saya pun sibuk menyesuaikan diri sebagai ibu baru waktu itu. Sampai akhirnya tunggakan menjadi cukup ‘berasa’ dan kami malas membayarnya (berasa membayar sesuatu yang tidak kami nikmati). Dan saat itulah kami memutuskan untuk meneruskan hidup tanpa TV, yang ternyata tidak semenyeramkan bayangan kami sebelumnya. 

Karena tidak adanya TV, praktis kami jarang sekali menonton TV, karena itu hanya terjadi secara tidak sengaja saat bertamu atau menginap di hotel misalnya. Membosankan? Awalnya kami berpikir TV adalah hiburan wajib dan pasti akan sangat sepi jika sebuah rumah tidak dilengkapi dengan TV. Tapi ternyata itu salah! Karena nyatanya kami selalu menemukan kegiatan bersama yang menyenangkan tanpa TV (cerita lengkap disini). Paling-paling berasanya pada saat ada pertandingan bola kesukaan suami, hihi, dia harus update siapa yang menang lewat status BBM teman-temannya :D.
Kadang kami iseng streaming Youtube
Dan tidak menyangka Ganesh suka tanyangan seperti Wayang!?
Dengan tidak adanya TV, memang kegiatan kami bertiga lebih banyak didominasi aktivitas/interaksi fisik maupun verbal dan ini sangat menyenangkan! Namun demikian, itu bukan berarti kami antipati dengan TV atau tayangan lainnya. Kadang kami memanfaatkan YouTube untuk menonton tayangan-tayangan yang kami inginkan, seperti misalnya cuplikan berita atau penampilan kontestan Stand Up Comedy Indonesia (SUCI) favorit suami. Sedangkan untuk Ganesh, tayangan yang kami pilihkan biasanya adalah lagu-lagu anak, kartun-kartun lambat (seperti Babar the Elephant), fenomena-fenomena alam (terjadinya hujan) dan sebagainya, asal memenuhi syarat sebagai berikut:
  1. Tema dan cara penyampaiannya cukup mudah dicerna. Coba bayangkan sebuah film dengan tema percintaan misalnya, bisa dipastikan kita akan kesulitan menjelaskan pada anak kita apa yang sedang dilihatnya :D. Sementara jika anak menonton sesuatu yang tidak bisa dipahaminya, maka kecenderungannya dia hanya menikmati gambar, warna dan sebagainya tanpa ada proses berpikir alias bengong.
  2. Perpindahan adegan terlalu cepat (misalnya kartun Spongebob). Meskipun beberapa pihak masih meragukan bahwa tayangan berpengaruh buruk pada kemampuan konsentrasi anak, namun ada baiknya kita mempertimbangkan hal ini. Karena hal yang cukup logis, jika tayangan yang terlalu cepat akan membuat otak harus bekerja lebih keras untuk menangkapnya sehingga dapat mengganggu konsentrasinya kemudian.

Nah, berdasarkan poin-poin di atas, kita mungkin bisa mempertimbangkan tayangan khusus untuk anak-anak di TV, seperti ‘Sesame Street’, ‘Dora the Explorer’ atau ‘Si Unyil’ (jika masih tanyang :D) sebagai pilihan. Sedangkan untuk film, berdasarkan pengalaman, saya merekomendasikan film-film di bawah ini:

1. Wall-E (2008)
Tema film ini jempolan sekali menurut saya, yaitu tentang cinta lingkungan, sehingga membantu saya menanamkan nilai yang sama pada Ganesh, “Tuh Ganesh, kalau buang sampah sembarangan, nanti buminya bisa penuh sampah kaya gitu”. Selain itu, dari sini saya bisa mengajarkan tentang menghargai orang lain, "Anesh, jangan suka buang sembarangan ya… kasian Wall-E kan ngumpulinnya”; membantu teman (pada saat Eve menolong memperbaiki Wall-E); dan tentu juga Ganesh juga jadi mengenal apa itu bumi, bintang, angkasa dan matahari.

2. Cars (2006) (not Cars 2)
Dibandingkan sequel-nya, Cars 2 yang memiliki tema cukup rumit (dunia intelligent), Cars memiliki tema yang lebih sederhana dan mudah dipahami, yaitu bagaimana seorang Lightning McQueen begitu menginginkan menjadi pemenang turnamen Piston Cup, namun akhirnya mengalah karena rasa kasihnya pada The King. Film ini sangat kaya dengan ekspresi emosi yang bisa dijelaskan kepada anak, serta tentunya nilai-nilai positif, seperti cinta kasih (McQueen menolong The King ke garis finish), membantu sahabat (saat warga Radiator Spring menjadi tim McQueen dalam Piston Cup), serta tanggung-jawab (McQueen memperbaiki jalan yang menjadi rusak karenanya).

3. The Lion King (1994)
Selain menambah katalog anak tentang berbagai hewan, film ini juga memberikan gambaran nyata, kasih sayang seorang tua pada anaknya, dan bahwa apa yang dinasehatkan kepadanya oleh orang-tua semata-mata adalah karena rasa sayang dan untuk kebaikannya, demikian juga pada orang-tua marah (Simba dalam bahaya saat datang ke kawasan Hyena dan kemudian diselamatkan oleh ayahnya, yang juga memarahinya setelah itu).

4. Winnie the Pooh (2011)
Jujur, kalau untuk kita orang dewasa, film ini mungkin cukup membosankan ya… Tapi, justru karena itu, film ini aman, karena alurnya yang lambat (termasuk cara bicara Pooh yang sangat lambat :D). Film ini mengajarkan persahabatan (saat Pooh dan kawan-kawannya berusaha mencari ekor Eeyore dan menyelamatkan Christopher Robin), rela berkorban atau mengesampingkan kepentingan pribadi untuk orang lain (Pooh menahan lapar demi memberikan ekor Eeyore), melawan rasa takut (Piglet menembus hutan untuk menemukan Christopher Robin) dan penghargaan akan kebaikan (Pooh menerima madu karena menemukan ekor Eeyore).

5. Ice Age 4: Continetal Drift (2012)
(Sebenarnya mungkin Ice Age 1 s.d. 3 juga cukup bagus sih, cuma karena saya hanya punya yang ini, jadi saya cerita soal Ice Age 4). Ice Age 4 ini menceritakan zaman es, pada saat terjadi gempa bumi besar yang memisahkan daratan di bumi, sehingga otomatis membantu kita menambah pengetahuan anak tentang terciptanya pulau dan benua, tentang apa itu gempa bumi dan sebagainya. Dalam film ini kita juga akan melihat kerjasama dan saling membantu sekumpulan sahabat, yaitu Manny, Sid, Diego dan nenek Sid. 

6. Up (2009)
Hal positif yang didapat pada saat menonton film ini bersama Ganesh adalah tentang bagaimana menghadapi situasi menakutkan (saat Kakek Carl dan Russel menghadapi badai dan dikejar oleh anjing-anjing). Beberapa kali Ganesh menyeletuk dengan ekspresi takut, “Kenapa itu Mama…” Dan saat itulah kita bisa membesarkan hatinya dan mengajarkannya untuk berani dalam situasi yang menakutkan, misalnya dengan mengatakan, “Itu lagi badai Anesh, jadi banyak petir dan angin, kalau lagi hujan petir begitu kita di dalem rumah aja ya… itu kakeknya juga lagi jagain rumahnya… kita doain ya…”

7. Frozen (2013)
Meskipun temanya cukup feminin dan mungkin lebih cocok untuk anak perempuan, tapi Ganesh cukup menikmati dialog-dialog dan ekspresi melalui lagu-lagu yang dibawakan tokoh-tokoh dalam film ini. Lagi pula, meskipun tema percintaannya cukup kuat, tidak ada adegan yang frontal menunjukkannya, sehingga Ganesh cukup puas dijelaskan bahwa Anna dan Hans adalah teman. Dan selanjutnya pesan positif kekompakan dan kasih sayang antara saudara (Elsa dan Anna) diperkuat, supaya Ganesh punya gambaran, seperti apa sih punya saudara itu :D.

8. Planes (2013)
Bagian yang paling menarik dalam film ini menurut kami adalah pada saat Dusty rusak parah dan kemudian teman-temannya membantu memberikan spare parts. “Tuh kan Anesh, kalau kita baik sama orang lain, kita jadi banyak temen yang sayang deh… tuh Dusty banyak kan yang bantuin…” Selain itu, ada juga bagian dimana Ripslinger berusaha mengalahkan Dusty dengan cara curang. “Liat tuh Ripslinger mainnya curang, itu kan ga baik, kalo lomba ya jangan takut kalah… kalau curang kan temennya pada sebel, ga punya temen deh…”. Ada banyak nilai positif dalam film ini, mulai dari semangat juang dan pantang menyerah, membantu teman sampai berkompetisi secara sportif.

***

Nah, itulah 8 film paling berkesan bagi kami (saya dan Ganesh), yang menghibur sekaligus mendidik dalam petualangan menonton (laptop) kami. Selain film ini, sebenarnya ada juga film-film yang cukup bagus seperti Rattatouille, yang tema dan nilai-nilai di dalamnya cukup bagus, tapi entah mengapa Ganesh kurang antusias. Demikian juga dengan film Madagascar yang cuma sekali tonton dan tidak mau diulang lagi. Selain film-film itu, saya juga masih berburu judul-judul film yang sepertinya akan memiliki tema dan penyampaian yang positif untuk Ganesh sesuai usianya. Film 'Babe' sepertinya adalah yang akan kami coba selanjutnya ;).


Yup, berdasarkan usaian di atas, tema dan visualisasi tayangan memang hal yang sangat penting, namun, sesungguhnya hal yang tidak kalah penting adalah peran kita untuk mendampingi. Hal ini disebabkan karena pengetahuan anak yang masih minim akan membuatnya kurang memahami tayangan yang mereka lihat. Tapi justru disinilah kesempatan besar kita untuk mengisi kekosongan itu dengan pengetahuan-pengetahuan dan nilai-nilai yang positif. Mulai dari pengetahuan macam-macam binatang dan sains (tanda-tanda dan terjadinya hujan), sampai dengan nilai-nilai positif, seperti persahabatan, kasih sayang dan banyak lagi.

Jadi dalam hal ini, peran kita orang tua maupun pengasuh dalam hal menyeleksi tayangan yang positif maupun mendampingi anak sangatlah penting. Jangan sampai kita meninggalkan anak kita sendirian menonton sesuatu yang belum dia mengerti meskipun tidak mengandung konten negatif. Iya memang tidak ada dampak negatifnya mungkin, asal tayangan tersebut sudah kita seleksi dengan baik, namun jika dipikir-pikir, sayang juga jika kita tidak memanfaatkan momen menonton itu untuk menambah pengetahuan dan kebijaksanaan anak daripada sekedar menghibur. Iya, memang terkadang penuh godaan ya… karena terkadang film-film itu terasa membosankan bagi kita orang dewasa (apalagi jika filmnya sudah diulang-ulang). Tapi dengan mempertimbangkan dampak positifnya, rasanya hal ini patut diusahakan semampu kita ;). 

With Love,
Nian Astiningrum
-end-

Reading:
PsychologyToday.com. (13-09-2011). Cartoons Can Be Mind-Boggling. http://www.psychologytoday.com/blog/suffer-the-children/201109/cartoons-can-be-mind-boggling. Diakses tanggal 3 Juni 2014.

Friday, May 23, 2014

The Origin of Liebster (Blog) Award

And the story was… beberapa hari yang lalu, mendadak teman-teman blogger banyak yang membuat tulisan dalam rangka ‘Liebster Award’. “Apa sih Liebster Blog Award, rasanya kok populer sekali”, rasa penasaran sempat terlintas dalam pikiran saya dan semakin kuat saat dua teman, Kania Ningsih dan Pipit Widya menominasikan saya. Apa saya yang masih terlalu gagap dunia per-blogger-an ya, sampai kurang nyambung diajak ngomongin soal ‘Liebster Blog Award’ ini :D. Karena penasaran, jadilah saya browsing kesana-kesini. Saya pikir sih akan ada banyak sumber valid yang menjelaskan mengenai asal-usul ‘Liebster Award’, tapi ternyata saya salah! Melalui bantuan google, saya hanya menemukan berbagai blog yang menerima ‘Liebster Award’ dari rekan sesama blogger. Nah, jadi apakah sebenarnya ‘Liebster Award’ ini? Semacam misteri saja :D.

Jujur, saya tidak menemukan sumber referensi yang benar-benar valid, tapi rasanya penjelasan di blog ini cukup menjelaskan apa itu ‘Liebster Award’. Sama halnya dengan saya, pemiliki blog wordingwell.com pun mengumpulkan berbagai informasi dari berbagai blog dan menemukan fakta mengenai ‘Liebster Award’ sebagai berikut:
  1. Award ini hanya ada di internet dan diberikan kepada seorang blogger kepada blogger yang lain.
  2. ‘Liebster’ sendiri berasal dari Bahasa Jerman yang memiliki beberapa definisi, yaitu: tersayang, termanis, paling ramah, paling baik, tercinta, indah, baik, berharga, lucu, menawan, diterima, kekasih.
  3. Prinsipnya seperti surat berantai, dimana award ini harus diteruskan kepada sejumlah orang tertentu.
  4. Sebagai penerima, kita bisa memilih untuk menerima atau menolak dan tidak meneruskan award ini.
  5. Selain ‘Liebster Award’ terdapat beberapa award serupa, seperti ‘One Lovely Blog Award’, ‘Sunshine Blog Award’ dan ‘Versatile Writer Award’.
Itulah informasi yang saya dapatkan melalui internet. Nah, selanjutnya apakah kita akan berpartisipasi pada ‘Liebster Award’ ini atau tidak tergantung masing-masing blogger. Kalau saya pribadi sih, award ini terasa seperti rekognisi blogger lain akan blog kita. Seperti sebuah medali persahabatan yang perlu diteruskan kepada blogger lain untuk menjalin persahabatan yang lebih erat dan luas (pendapat pribadi :D). Jadi, ya… saya terima award-nya, terima-kasih untuk Kania Ningsih dan Pipit Widya yang sudah memberikan award ini pada saya. Benar-benar tidak menyangka, karena kita bahkan belum pernah bertemu sebelumnya, interaksi juga sebatas komentar-komentar melalui Facebook dan blog, tapi beliau ini mau meneruskan estafet award ini pada saya :). 

Dan berikut adalah peraturan untuk mengikuti ‘Liebster Award’ ini:
  1. Membuat postingan tentang award ini di blog (done!)
  2. Mengucapkan terima-kasih kepada blogger yang memberikan award ini dan menyertakan backlink ke blognya (done!).
  3. Share 11 hal tentang diri kita (right after this).
  4. Menjawab 11 pertanyaan yang diberikan kepada kita (right after this).
  5. Memilih 11 blogger untuk menerima award ini dan memberikan 11 pertanyaan tentang hal yang ingin kita ketahui dari mereka (right after this).

Wednesday, May 21, 2014

Berdamai dengan Si Berlian yang ‘Keras Hati’ dan ‘Keras Kepala'

Malam itu, saya duduk terdiam di kursi depan kamar tidur Ganesh… Bukan tanpa sebab, hari itu saya kembali merasa gagal sebagai seorang ibu, karena ini adalah kesekian kalinya kerasnya kepala saya beradu dengan kerasnya kepala Ganesh. Umurnya baru akan menginjak 3 tahun pada 24 Juni 2014 ini, tapi cetak biru kekerasan hati dan kepalanya sudah terasa begitu nyata. Sifat yang beberapa kali sukses membuat saya kehilangan segala macam rencana sikap dan teori pengasuhan yang sudah saya niatkan. Hingga akhirnya, perpecahan pun tidak dapat dielakkan; Ganesh ngotot dengan apa yang diinginkan dan dipercayainya, sementara saya merasa frustrasi karena gagal menjelaskan dan membujuknya hingga akhirnya berkata dengan tidak kalah keras, “Ya udah, kalau Ganesh maunya begitu, Mama ga mau ikut main!” Duh, please, jangan ditiru ibu-ibu semua, ini benar-benar sesuatu yang bukan hanya tidak benar untuk dilakukan, tapi juga tidak efektif! Karena nyatanya, Ganesh tetap kukuh dengan pendiriannya tuh, sementara saya hanya makin frustrasi karena tidak berhasil membujuk disertai rasa sesal dan gagal :(.

Tapi, merasa gagal saja tentu sama sekali bukan solusi! Daripada saya hanya larut dalam kesedihan, rasanya lebih bermanfaat bagi saya (dan juga teman-teman yang membaca) untuk kembali merumuskan bagaimana cara berdamai dengan anak-anak yang cukup ‘keras kepala’ (stubborn) dan juga dengan gengsi yang mengaduk-aduk emosi kita. Karena, katanya kan sesuatu yang lebih nyata akan lebih memberikan motivasi, jadi harapannya dengan saya menuliskan semua ini, saya akan lebih termotivasi untuk berusaha lebih keras! Berusaha lebih keras tidak terpancing untuk beradu ‘keras kepala’ dengan Ganesh dan bisa melakukan respon yang lebih baik untuk kami berdua. Amin :).

Ganesha si ‘berlian ceria’ kami :D
Alasan kami menyebutnya seperti itu di bawah ini :P

***

Ganesh itu, memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi, setiap kali menemukan fenomena yang menarik, pasti dia ingin mengetahui seluk-beluknya sampai dia benar-benar paham. Misalnya nih, dia melihat kupu-kupu terbang, maka dia akan bertanya, “Kok bisa terbang?” Nah, kalau pertanyaan seperti ini sih penjelasannya cukup mudah, “Kan dia punya sayap, Anesh…”, selesai kan :D. Tapi beda lagi kalau tanyanya seperti ini:

Ganesh
:
“Kok hujan Mama?”
Saya
:
“Iya, kan di awan ada airnya”
Ganesh
:
“Kok ada airnya Mama?”
Saya
:
(Mulai mengkerutkan dahi) “Iya, kan di tanah itu ada macem-macem air Ganesh, nah, air itu kalau kepanasan kena sinar matahari akan jadi asap, terus naik ke atas, ngumpul deh di awan…” (Berharap dia cukup puas dengan jawaban ini).
Ganesh
:
“Kok jadi aseeeepppp?!!” (Duh, ini tanda-tanda jawaban saya kurang memuaskan dan dia masih butuh penjelasan).
Saya
:
(Baiklah Ganesh, mari kita memasak air dengan panci untuk membuktikannya :D)

Nah, kalau setting-nya seperti itu, keliatan kan ‘keras kepala’-nya si Ganesh? Alias ngotot ingin dijelaskan sampai dia benar-benar mengerti. Rasa ingin tahu memang sesuatu yang positif, dan saya pun berusaha keras untuk memuaskannya. Kadang memang cukup membuat dahi berkerut dan tidak sabar, tapi ini tipe keras kepala paling ringannya.

Ganesh itu, ingin melakukan semua SENDIRIAN! Misalnya nih, pada saat dia membongkar rak bagian bawah dispenser dan mencoba memasangnya sendiri. Dia kelihatan kesulitan dan saya pun melihat bahwa permasalahannya adalah dia memasang rak terbalik! Saya coba jelaskan dengan lembut, “Ganesh, coba deh dibalik…” Masih tetep dia ngotot dan berkata, “Enggaaakkk!” Lagi dia coba, sampai dinding rak yang terbuat dari plastik itu sedikit ringsek, sementara saya masih mengamati dengan penampakan se-cool mungkin walau hati mulai menyesalkan kekerasan kepalanya. Lagi saya coba, “Mama bantu ya Anesh, kalo seperti itu tidak bisa…” (sambil mencoba mengarahkan tangannya, yang ditolaknya mentah-mentah). “BISAAAA!!!” teriaknya, sambil memaksakan si rak masuk '_'.

Posisi rak yang saya maksud

Nah, kalau yang seperti ini nih, level lebih tinggi keras kepalanya Ganesh, lumayan menguras hati, apalagi kalau kita sedang dalam kondisi fisik dan psikis yang kurang mendukung (lapar, kurang tidur atau menjelang datang bulan misalnya :D). Dan selain itu, tentu ada setting-setting lain yang lebih menantang dan menguras perasaan, misalnya di tangga eskalator minta naik sendiri dan berkali-kali, disertai dengan tangisan bila dipaksakan tidak dituruti. Terbayang kan tension-nya, di keramaian anak ngotot mau naik eskalator sendiri, dilemanya antara malu dilihat orang membuat menangis anak, sementara jika dituruti itu sangat-sangat berbahaya! Duh Gusti, paringono sabar sing akeh banget (ya Allah, berikanlah kesabaran yang banyak) '_'.

***

Sifat keras kepala anak tentu adalah ujian tersendiri bagi setiap orang-tua, tapi berita baiknya, di balik sifat ini sesungguhnya tersimpan ‘berlian’. Sifat keras kepala atau penolakan anak untuk melakukan hal tertentu yang kita ajukan, merupakan pertanda adanya ‘kearifan’ (wisdom) dalam diri anak. Sesuatu yang membuatnya tidak mudah mengikuti kemauan orang lain yang tidak sejalan dengan ‘kearifan’ tersebut. Maureen Hayley, penulis buku ‘Growing Happy Kids’ sendiri menyebut ‘kearifan’ ini sebagai intuitive intelligence yang seringkali menghasilkan konflik dan gesekan pada saat seseorang (otoritas dari luar) berusaha mematahkannya.


Tuesday, May 13, 2014

Pisang Gulung Roti Tawar

Beberapa hari yang lalu, sebuah iklan di Facebook oleh sebuah brand margarine terkenal memamerkan sebuah foto makanan dengan bahan pisang dan roti tawar dengan nama ‘Roti Gulung Pisang’. Meskipun saya tidak browsing lebih lanjut resepnya hari itu, tapi gambaran tentang si pisang gulung ini terekam dalam memori saya dan langsung memberikan pagi kemarin, saat melihat roti tawar yang dibeli suami malamnya. Hmm, ada Pisang Mas, ada roti tawar, waktu yang tepat untuk mengeksekusi resep baru itu :D.

Dan kemudian saya pun browsing untuk memastikan resep dan langkah pembuatannya disini. Tapi, tentunya sedikit modifikasi, karena keterbatasan bahan (tidak ada persediaan selai kacang atau coklat). Selain perbedaan bahan itu, awalnya saya buat semua sesuai resep, tapi ternyata percobaan pertama gagal :(. Saya kurang rapat menekan si roti tawar dan juga merekatkannya dengan telur, alhasil Pisang Gulung Roti Tawar pertama terbuka gulungannya. Kemudian, setelah saya lihat-lihat, kok rasanya ada banyak minyak yang tertinggal, jadi saya coba dengan langkah yang sedikit berbeda, kali ini saya oleskan margarine ke bagian luar Pisang Gulung Roti Tawar dan kemudian saya panaskan di wajan teflon. Hasilnya jadi mirip-mirip roti bakar di bagian luar, hanya saja bedanya, di dalamnya ada pisang dan keju.

Penampakan ‘Pisang Gulung Roti Tawar’

Resep ini, sangat sederhana pengerjaannya, tapi rasanya sangat lumayan, sampai jadi makanan favorit Ganesh yang seharian kemarin sedang demam karena flu. Disaat dia benar-benar malas makan nasi dan makanan berat lainnya, alhamdulillah dia menyukai si Pisang Gulung Roti Tawar ini, yang nota bene kaya akan karbohidrat, protein dan nutrisi lainnya dari pisang (vitamin A, Calcium, Vitamin D, Vitamin B-12 dan sebagainya). Pokonya sesuai dengan tag line memasak saya, ‘simple, cepat dan bernutrisi’, karena memang tidak jago masak sama sekali :D.

Berikut bahan dan langkah pembuatannya…

Bahan dan Cara Membuat